Bareskrim Polri Bongkar Dugaan Pemerasan Miliaran Rupiah di Lingkup BPOM
Senin, 12 Agustus 2024 -
MerahPutih.com - Kasus pemerasan di lembaga negara kembali terungkap. Kali ini, Bareskrim Polri menetapkan mantan pegawai Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berinisial SD sebagai tersangka dugaan pemerasan dan gratifikasi.
Pemerasan dilakukan terhadap Direktur PT AOBI berinisial FK mencapai Rp 3,49 miliar. Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Kombes Arief Adiharsa menyebut, peristiwa itu terjadi selama kurun waktu 2021-2023.
"Pemberian uang dari FK ke SD diduga dilakukan karena adanya permintaan dari SD ke FK berulang kali," kata Arief kepada wartawan di Jakarta, Senin (12/8).
Dia mengatakan penetapan tersangka ini setelah penyidik memeriksa sejumlah saksi dan ahli.
"Penyidik telah memeriksa dua saksi ahli yaitu ahli pidana dan bahasa, 28 saksi yang terdiri dari 17 saksi dari BPOM, swasta delapan saksi, instansi di luar BPOM tiga saksi, yaitu KPK dan dua saksi dari perbankan," ujar Arief.
Arief kemudian merinci tujuan sementara pemerasan itu. Di antaranya untuk penggulingan seorang pejabat tinggi BPOM hingga pengurusan sidang PT AOBI oleh BPOM.
Baca juga:
Bareskrim Gelar Perkara Kasus Keterangan Palsu Aep dan Dede kasus ‘Vina Cirebon’
"Uang sejumlah Rp 1 miliar untuk penggulingan pejabat BPOM, uang Rp 967 juta diterima SD melalui rekening lain atas nama DK, uang Rp 1,178 miliar ke rekening SD dan Rp 350 juta secara tunai untuk pengurusan sidang PT AOBI oleh BPOM," rincinya.
Namun belum diketahui cara yang akan dilakukan SD untuk menggulingkan pejabat BPOM itu. Selain itu, belum diketahui kasus PT AOBI yang tengah ditangani BPOM sehingga tersangka SD melakukan pemerasan dan gratifikasi.
"Yang jelas disampaikan oleh saksi bahwa itu disampaikan oleh yang bersangkutan itu untuk dalam rangka untuk menggulingkan pejabat BPOM pada saat itu," jelas Arief.
Penyidik juga telah menyita barang bukti berupa uang senilai Rp1,3 miliar dan 65 dokumen. Adapun pasal yang disangkakan terhadap tersangka adalah Pasal 12 huruf (e) dan atau Pasal 12 B UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) KUHP. (Knu)