Aturan yang Diduga Dilanggar 3 Tersangka Kasus Korupsi Satelit Slot Orbit Kemenhan

Rabu, 15 Juni 2022 - Zulfikar Sy

MerahPutih.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tiga tersangka dalam perkara tindak pidana korupsi pengadaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur (BT) dalam proyek satelit komunikasi pertahanan di Kementerian Pertahanan (Kemenhan), tahun 2012-2021.

Adapun ketiga tersangka itu adalah Mantan Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kementerian Pertahanan tahun 2013 sampai Agustus 201 (AP) Direktur Utana PT DNK (SCW) dan Komisaris Utama PT DNK (AW).

"Mereka melawan hukum merencanakan kontrak sewa satelit dengan pihak Avanti bertentangan dengan peraturan undang-undangan," kata Direktur Penindakan Jampidmil Kejagung RI Brigjen Edy Imran dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (15/6).

Baca Juga:

Seorang Warga Asing Dicekal Akibat Kasus Dugaan Korupsi Satelit Kemenhan

Menurut Edy, aturan yang dilanggar itu adalah Undang-Undang (UU) Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, serta Pasal 8, 13, 22 ayat 1, Pasal 38 ayat 4 Perpres Nomor 54 2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Selanjutnya, Pasal 16, Pasal 27 dan Pasal 48 ayat 2 Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 17 2014 tentang Pelaksanaan Pengadaan Alat Utama Sistem Senjata di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia.

Berdasarkan perhitungan BPKP dan penyidik, kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 500.579.782.789.

Edy pun menjelaskan sejumlah pelanggaran yang dilanggar para tersangka.

“Tanpa adanya surat keputusan dari Menteri Ketahanan dalam hal penunjukan langsung kegiatan sewa satelit. Kegiatan ini menyangkut pertahanan negara yang harus ditetapkan oleh Menteri Pertahanan,” kata Edy.

Lalu, tidak ada dibentuk Tim Evaluasi Pengadaan (TEP) dan tidak ada penetapan pemenang oleh Menteri Pertahanan selaku pengguna anggaran setelah melalui evaluasi dari TEP.

Kemudian, kontrak ditandatangani tanpa adanya anggaran untuk kegiatan dimaksud dan tidak didukung dengan adanya Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang seharusnya melibatkan tenaga ahli.

Baca Juga:

Kejaksaan Agung Temukan Unsur Pidana Pengadaan Satelit Kemenhan

Kemudian, kontrak tidak meliputi Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK) dan Syarat-Syarat Khusus Kontrak (SSKK) sebagaimana seharusnya kontrak pengadaan.

Edy menambahkan, kontrak tidak terdapat kewajiban bagi pihak Avanti untuk membuat atau menyusun kemajuan pekerjaan atas sewa satelit Artemis, serta tidak adanya bukti dukung terhadap tagihan yang diajukan.

“Spesifikasi Satelit Artemis yang disewa tidak sama dengan satelit yang sebelumnya, Satelit Garuda, sehingga tidak dapat difungsikan dan sama sekali tidak bermanfaat,” tuturnya.

Kejagung menyatakan, negara mengalami kerugian Rp 500 miliar lebih terkait dugaan perkara proyek pembuat dan penandatanganan kontrak Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan) Kemenhan pada 2015-2016.

Jumlah Rp 500 miliar dari proyek satelit Kemenhan tersebut untuk membayar biaya sewa Avanti sebesar Rp 491 miliar, kemudian untuk biaya konsultan sebesar Rp 18,5 miliar. Selanjutnya untuk biaya Arbitrase Navajo senilai Rp 4,7 miliar.

Beberapa waktu lalu, Menko Polhukam Mahfud MD meminta agar pembuat dan penandatanganan kontrak proyek satelit itu bertanggung jawab.

Hal itu karena belum ada kewenangan negara di dalam APBN dalam pengadaan satelit.

Mahfud juga mengakui telah memberi tahu Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait adanya dugaan pelanggaran hukum tersebut.

Jokowi pun meminta kepada Mahfud untuk menuntaskan kasus tersebut.

Tidak hanya itu, dia juga sudah sempat membahas terkait hal itu bersama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dan Jaksa Agung ST Burhanuddin.

Kemudian Mahfud pun berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung untuk menyelidiki pihak-pihak yang bertanggung jawab terkait hal itu. (Knu)

Baca Juga:

Kejagung Sita Sejumlah Dokumen terkait Dugaan Korupsi Satelit Kemenhan

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan