2 Hakim MK Ini Diminta jadi Saksi Kunci Dugaan Pelanggaran Etik Pasca Putusan Batas Usia Capres
Sidang Pengucapan Putusan/Ketetapan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (23/10/2023).
MerahPutih.com - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) mulai menyelidiki dugaan pelanggaran etik hakim MK saat memutus perkara soal batas minimal calon presiden dan wakil presiden.
Para pelapor dugaan pelanggar hakim etik hakim MK pun segera dimintai keterangannya oleh Mahkamah Kehormatan.
Baca Juga
Sidang Etik Hakim Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman Jadi yang Pertama Dihadirkan
Koordinator Pergerakan Advokat Nusantara, Petrus Selestinus mengaku diminta menghadiri sidang pleno pemeriksaan pada Rabu (1/11), pukul 09.00 WIB. Dengan agenda sidang pemeriksaan pendahuluan mendengarkan keterangan Pelapor dan memeriksa alat bukti.
"Kami ingin memperkuat bukti laporan pelapor," kata Petrus kepada MerahPutih.com di Jakarta, Selasa (31/10).
Petrus melanjutkan, pihaknya bakal meminta dua hakim MK, Saldi Sira dan Arief Hidayat untuk menjadi saksi fakta yang diajukan oleh pelapor.
"Keterangan mereka penting untuk konfirmasi beberapa fakta penting terkait Ketua MK) Anwar Usman, sebagaimana telah diungkap dalam dissenting opinion putusan MK No.90/PUU-XXI/ 2023, tanggal 16 Oktober 2023," jelas Petrus.
Keduanya memang vokal menentang putusan kontroversial terkait batas usia capres-cawapres tersebut.
Baca Juga
[HOAKS atau FAKTA]: Anies Perintahkan Mahkamah Konstitusi Dibubarkan
Di dalam pendapat berbeda (dissenting opinion) keduanya, Saldi Isra dan Arief Hidayat dianggap menyinggung hal-hal di luar substansi perkara, termasuk keterlibatan Anwar Usman.
Petrus beranggapan, keterangan Saldi dan Arief jadi bukti sempurna yang menunjukan bahwa kedua Hakim Konstitusi ini sebagai Hakim Progresif yang profesional.
"Kami menjamin tidak ada konflik kepentingan dan tidak ada agenda lain selain semata-mata hanya ingin menegakan eitka dan perilaku Hakim Konstitusi," tutup Petrus.
Sekedar informasi, Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie menyampaikan bahwa sejauh ini pihaknya sudah menerima 18 laporan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi.
Ketua MK Anwar Usman disebut mendominasi laporan dugaan pelanggaran etik yang berkenaan dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Isinya membolehkan kepala daerah atau pejabat lain hasil pemilu maju sebagai calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) meski belum berusia 40 tahun.
Putusan ini dianggap membuat Gibran Rakabuming Raka bisa ikut Pilpres 2024. Kebetulan, Wali Kota Solo itu anak Presiden Joko Widodo dan keponakan Anwar Usman. (Knu)
Baca Juga
Tanggapan Gibran soal Plesetan Mahkamah Konstitusi jadi Mahkamah Keluarga
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
DPR Jelaskan Alasan Uang Pengganti Tak Melanggar UUD 1945, Bisa Jadi Senjata Rahasia Jaksa Sita Aset Koruptor
MK Tolak Perubahan Usai Pemuda Menjadi 40 Tahun di UU Kepemudaan
Iwakum Nilai Keterangan DPR dan Dewan Pers di MK Tak Jawab Substansi Perlindungan Wartawan
Imunitas Jaksa Dibatasi oleh Putusan MK, Kejagung Janji Lebih Berintegritas
Putusan MK 'Paksa' Revisi UU ASN, DPR Tegaskan Perlunya Pembentukan Lembaga Independen Baru untuk Awasi Sistem Merit
Istana Pelajari Putusan Mahkamah Konstitusi Soal Pembentukan Lembaga Pengawas ASN, Diklaim Sejalan Dengan Pemerintah
Komisi Kejaksaan Hormati Putusan MK soal Pembatasan Imunitas Jaksa
MK Batasi Imunitas Kejaksaan: Pemeriksaan Hingga OTT Jaksa Tidak Perlu Izin Jaksa Agung
MK Wajibkan Pemerintah Bentuk Lembaga Independen Awasi ASN, Tenggat Waktunya 2 Tahun
Rumus Kenaikan UMP 2026 Ditargetkan Kelar November, Pemerintah Bakal Merujuk Putusan MK 168