Walhi Nilai Penegakan Hukum dalam Kasus Pembakaran Hutan Belum Efektif


Tim darat terus memadamkan api di Bumi Tambun Bungai, Kalimantan Tengah (Kalteng), Selasa (21/9) (Foto: Twitter/@Sutopo_BNPB)
MerahPutih.com - Juru Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Zenzi Suhadi menilai, penegakan hukum kasus kebakaran hutan belum berjalan efektif. Menurutnya selama ini proses penegakan hukum terhadap para pelaku belum begitu efektif.
"Satu di regulasinya sendiri, yang kedua cepatnya para pelaku mengubah skenario dan modus operandinya," kata Zenzi kepada wartawan di kawasan Jakarta Pusat, Sabtu (21/9).
Baca Juga:
Pasal Penghinaan Presiden di RKUHP Dinilai Tak Akan Kekang Kebebasan Pers
Dia melanjutkan, seharusnya kanalisasi di lahan gambut tidak boleh dibiarkan. Penyebab pertama kenapa penegakan hukum belum efektif itu karena di dalam peraturan pemerintah terlalu rendah mengklasifikasikan memberikan indikator kapan kejahatan sistem gambut itu terjadi.

"Semestinya kanal itu tidak boleh sama sekali ada di ekosistem gambut karena dia pasti akan mengerikan ekosistem gambut dan selama dia kering risiko terbakar ada," ujarnya.
Lalu, penerapan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dinilai selama ini hanya menerapkan hukuman administrasi. Padahal, menurut Zenzi, bisa langsung masuk ranah pidana.
"Administrasi ini dia punya kelemahan. Ya karena masih memberi ruang bagi pelaku untuk membenahi sesuatu. Ini yang tidak efektif memberikan efek jera langsung bagi korporasi," jelas dia.
Sementara, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutananmenambah penerapan pasal pidana bagi pelaku pembakaran hutan dan lahan (karhutla). Pasal pidana yang ditambahkan adalah pasal perampasan keuntungan.
Baca Juga:
Perbedaan Sikap Jokowi saat Ambil Keputusan Dipertanyakan Pakar Hukum
"Jadi gini, pasal tambahan, tadikan ada pertanyaan bagaimana efek jera lebih keras lagi. Di mana di UU Lingkungan Hidup itu, pidana itu terkait dengan pidana kerusakan lingkungan hidup. Soal lingkungan hidup bisa kena penjara 12 tahun dan denda Rp 12 miliar," kata Dirjen Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani.
Menurut Rasio, penambahan pasal ini merupakan pengembangan dari pasal sebelumnya. Rasio menilai karhutla erat kaitannya dengan perampasan keuntungan.
"Namun kami melihat bahwa kami perlu mengembangkan pasal-pasal yang lain terhadap pasal 119 itu ada pidana tambahan. Salah satu pidana tambahan itu disamping hukuman pidana penjaranya tapi juga dapat digunakan perampasan keuntungan," ujar Rasio. (Knu)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
4,2 Juta Hektare Lahan Hutan Dijadikan Tambang Ilegal, Mulai 1 September Bakal Ditertibkan

KPK Tahan Tiga Tersangka Kasus Suap Izin Pemanfaatan Kawasan Hutan Inhutani V

Kemenhut Segel 10 Perusahaan Diduga Bakar Lahan, 2 Diberi Sanksi Administrasi

Berbagai Daerah Rawan Karhutla di Kalsel, BMKG Minta Pemda Waspada Sampai 18 Agustus 2025

Pemerintah Musnahkan Tanaman Sawit 700 Hektare di Dalam Kawasan TN Tesso Nilo

Warga Marah Kawasan Perhutanan Sosial Gunung Cikuray Dibuka Jadi Jalur Off Road, Segera Lapor Polisi

Revisi UU Kehutanan, DPR Tekankan Keseimbangan Investasi dan Lingkungan

Mendaki Semeru Dibatasi Durasi dan Jumlah Orang Per Hari Buat Perlindungan Ekosistem

DPR Dengar Perspektif Akademisi Universitas Mulawarman Terkait RUU Kehutanan

55 Bisnis dalam Hutan Disegel, Termasuk di Batam dengan Kerugian Negara Rp 23 Miliar
