Tiongkok Bantah Klaim AS Soal Pernyataan Prabowo Terkait Laut China Selatan


Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin. (Foto: Antara)
MerahPutih.com - Kementerian Pertahanan Amerika Serikat (AS) yang menyebutkan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin dan Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Subianto sama-sama berpandangan bahwa klaim maritim China yang ekspansif di Laut China Selatan tidak konsisten dengan hukum internasional.
Menhan Prabowo Subianto diketahui melawat ke AS pekan lalu untuk menandatangani nota kesepahaman (MoU) tentang komitmen pembelian 24 unit pesawat tempur F-15EX, jet tempur terbaru generasi 4.5 di markas besar Boeing di St. Louis, Missouri.
Baca Juga:
Di KTT EAS, Jokowi Ingatkan Kedamaian di Laut China Selatan
Dia juga menyaksikan penandatanganan pengadaan helikopter Sikorsky S-70M Black Hawk di fasilitas Lockheed Martin di Washington.
Prabowo juga melangsungkan pertemuan dengan sejumlah pejabat tinggi Amerika Serikat, termasuk Menteri Pertahanan Lloyd Austin.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok atau China Wang Wenbin menegaskan, Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto tidak pernah menyebut ada tindakan ekspansi China di Laut China Selatan.
"Kami mencatat bahwa tidak ada konten seperti itu yang dapat ditemukan dalam siaran pers Kementerian Pertahanan Indonesia pada pertemuan yang sama. Kedutaan Besar China di Indonesia telah berkomunikasi dengan pihak Indonesia, yang menyatakan bahwa apa yang disampaikan pihak AS tidak benar," kata Wang Wenbin.
Rilis yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertahanan AS pada Sabtu (26/8) menerangkan hasil pertemuan Austin dan Prabowo, yaitu pandangan Indo-Pasifik Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (AOIP) sejalan dengan pandangan Indo-Pasifik AS. Tujuannya adalah mewujudkan pertahanan, keamanan, ketenteraman, kesejahteraan, dan stabilitas di kawasan Indo-Pasifik.
Rilis yang sama menyebutkan, Kementerian Pertahanan AS memantau kegiatan China di Laut China Selatan yang semakin ekstensif dan ekspansif, serta menyebut tindakan itu melanggar Piagam PBB yang menegaskan bahwa batas-batas kedaulatan setiap negara harus dihormati.
"Ini bukan pertama kalinya hal seperti ini terjadi. Saya bertanya-tanya apakah ini merupakan contoh lain dari diplomasi koersif atau diplomasi kebohongan atau diplomasi hasutan yang dilakukan AS," ungkap Wang Wenbin.
Menurut Wenbin, negara-negara di kawasan sudah memiliki aspirasi dan kepentingan yang sama untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan serta bekerja sama untuk pembangunan.
"AS perlu sungguh-sungguh menghormati upaya negara-negara di kawasan untuk menegakkan perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan. Berhenti ikut campur dalam permasalahan Laut China Selatan, berhenti menimbulkan perselisihan dan menciptakan masalah, serta menahan diri untuk tidak mengganggu perdamaian dan stabilitas di kawasan," tegas Wenbin.
Tiongkok memiliki sengketa wilayah di Laut China Selatan dengan beberapa anggota ASEAN, antara lain Filipina, Vietnam, Brunei Darussalam, Malaysia. (*)
Baca Juga:
Kirim Kapal Perusak, AS dan Tiongkok Kembali Bersitegang di Laut China Selatan
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
ASEAN Tengah Bahas Kode Etik Luat China Selatan, Tekan Konflik Regional

Prabowo Perintahkan Menteri Gerak Cepat Lakukan Hilirisasi, Kerjasama Dengan China

PM Tiongkok Datang ke Indonesia, HBKB Sudirman-Thamrin Dihentikan Sementara

Jakarta Diproyeksikan Bakal Dibajiri Barang dari Tiongkok dan Vietnam

2 Train Set KRL Dari Tiongkok Kembali Datang, KAI Commuter Ingin Percepat Pengujian dan Sertifikasi

Apa Itu Virus HMPV: Gejala, Penyebaran, dan Cara Menghadapinya

Bakamla Tepis Isu Kapal Penjaga Pantai China Kembali Terobos Natuna Utara

31 Tahun Beroperasi, 'Niu An Cong' Kini Hadir di Indonesia

Legislator PDIP Kritik Joint Statement RI-China Bisa Perkeruh Situasi Laut China Selatan

Kapal China Ganggu Kegiatan Survei Pertamina di Laut Natuna Utara
