TII Minta Jokowi Tak Tutup Mata soal Revisi UU KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (Foto: kpk.go.id)
MerahPutih.com - Transparency International Indonesia (TII) meminta Presiden Joko Widodo menolak revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sekjen TII Dadang Trisasongko mengatakan, Presiden tidak boleh menutup mata terhadap inisiatif revisi UU KPK. Presiden Jokowi dinilai perlu memerankan diri sebagai penjaga terdepan independensi KPK.
Baca Juga:
"Situasi ini semakin krusial mengingat sejak ditundanya pembahasan revisi UU KPK pada 2016 silam, pemerintah tidak melakukan kajian evaluasi yang komprehensif terhadap RUU KPK dan juga tidak melakukan sosialisasi ke masyarakat," ungkap Dadang kepada wartawan, Jumat (6/9).
Dadang menilai, aturan penyadapan yang dilakukan KPK harus melalui izin Dewan Pengawas KPK. Kemudian, dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Lembaga Antirasuah diawasi Dewan Pengawas KPK.
Ketentuan aturan izin penyadapan dijelaskan dalam revisi UU KPK Pasal 12B. Aturan ini dinilai suatu bentuk intervensi politik yang mengganggu independensi proses penegakan hukum.
Dadang menjelaskan keberadaan Dewan Pengawas KPK termuat dalam Bab VA revisi UU KPK. Keberadaan dewan pengawas juga dianggap berpotensi mengancam proses pelaksanaan tugas penegakan hukum, baik penyidikan, dan penuntutan perkara.
"Lalu, KPK diberikan kewenangan untuk menghentikan penyidikan dan penuntutan (SP3), jika kasus tidak selesai dalam jangka waktu paling lama satu tahun," jelas dia.
Revisi juga mengatur kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum yang ditempatkan sebagai cabang kekuasaan eksekutif atau pemerintahan. Regulasi ini mengatur pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) yang tunduk sesuai peraturan perundang-undangan. Ini termuat dalam revisi UU KPK Pasal 1 ayat 7.
Kemudian, terkait status penyelidik serta penyidik diatur harus berasal dari institusi tertentu menggunakan sistem rekrutmen sesuai institusi tersebut. Ini termuat dalam Pasal 43A ayat 1 huruf c dan Pasal 45A ayat 1 huruf c.
Baca Juga:
"Kemudian penyelidik hanya berasal dari Polri (Pasal 43 ayat 1). Kebijakan ini tidak sejalan dengan penguatan institusi KPK untuk dapat mengangkat penyelidik dan penyidik secara mandiri," jelas dia.
"Kondisi ini justru akan berdampak buruk bagi penegakan hukum korupsi di Indonesia," kata Dadang.
Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan terdapat sembilan persoalan di draf Rancangan Undang-Undang KPK yang berisiko melumpuhkan kerja KPK, yaitu independensi KPK terancam, penyadapan dipersulit dan dibatasi, pembentukan Dewan Pengawas yang dipilih oleh DPR, sumber penyelidik dan penyidik yang dibatasi, penuntutan perkara korupsi harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung. (Knu)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
Laporkan Kekayaan Rp 3,08 Triliun ke KPK, Denny JA: Keterbukaan Adalah Spirit Kepemimpinan
KPK Geledah Rumah Dinas Gubernur Riau Abdul Wahid, Lanjutkan Penyelidikan Kasus Dugaan Korupsi
Gubernur Riau Pakai Duit Pemerasan Buat Jalan Jalan ke Luar Negeri
KPK Didesak Usut Dugaan Kejanggalan Saham Jiwasraya, Nilai Kerugian Capai Rp 600 Miliar
Rumah Hakim Tipikor Medan Terbakar Jelang Tuntutan Kasus Korupsi Jalan di Sumut, Eks Penyidik KPK: Perlu Penyelidikan Mendalam
Kasus Dugaan Korupsi Whoosh: KPK Jamin Penyelidikan Tetap Jalan, Tak Ada Intervensi Presiden
Kasus Korupsi Gubernur Riau: Abdul Wahid Minta 'Jatah Preman' sampai Rp 7 Miliar
KPK Tetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid dan 2 Pejabat Sebagai Tersangka Korupsi Pemerasan Anggaran 2025
Staf Ahli Gubernur Riau Dani M. Nursalam Serahkan Diri ke KPK Usai OTT
Gubernur Riau Abdul Wahid Terjaring OTT KPK, PKB: Kami Hormati Proses Hukum