Techa, Sungai dengan 76 juta ton Limbah Radioaktif


Limbah radioaktif harus dikelola dengan bijak. (Foto: Pexels/Miha Corni)
SUNGAI selalu memberikan kehidupan pada lingkungan sekitarnya. Entah vegetasi, hewan maupun manusia. Sayangnya sungai Techa yang melintasi pegunungan Ural di Rusia malah dijauhi orang.
Di sungai yang airnya dingin itu diketahui menjadi pembuangan limbah radioaktif. Tak taggung-tanggung limbah itu mencapai 80 juta ton.
Baca Juga:
Radioaktif Sebabkan Leukimia Hingga Kanker Kelenjar Getah Bening

Airnya memang jernih dan mengundang untuk bermain. Sayangnya kandungan radioaktifnya sangat tinggi dan membahayakan orang yang masuk ke dalamnya. Techa menjadi tempat pembuangan akhir limbah bekas tragedi nuklir Chernobyl. Akibatnya, berbagai masyarakat harus rela dievakuasi pada 13 tahun silam.
Ada sekitar 24 komunitas masyarakat yang harus meninggalkan kampung halamannya. Padahal, sungai itu sebagai sumber pasokan air utama bagi dua lusin desa berpopulasi 28 ribu jiwa.
Musuh utamanya adalah buangan 76 juta meter kubik limbah era 1949 sampai 1956 yang masuk ke aliran air. Evakuasi selesai dilakukan, tapi baru diakui bencana darurat oleh negara pada tahun1980.
Keputusan diambil supaya masyarkat tidak terdampak berbagai gangguan kesehatan seperti kanker, bayi cacat lahir, dan malapetaka lainnya. Walau sudah berdekade, alat Geiger belum menunjukkan hasil bagus saat diletakkan dekat garis air.
Ukuran terpantau antara 8,5 hingga 9,8 sievert berarti 80-100 kali radiasi normal. Pengukur radiasi memberi tanda tingkat radiasi terkini yang menjadikan sungai tersebut tak dapat oleh masyarakat karena faktor kesehatan.
Baca Juga:

Mengutip odditycentral, alasan Rusia tidak kenalkan ancaman dari perairan Sungai Techa sebab fasilitas nuklir Mayak terletak di hulu sungai. Alhasil warga kurang mendapatkan informasi karena area tersebut tertutup, bahkan area fasilitas nuklir itu tidak terdapat di peta.
“Mereka pasang petunjuk peringatan larangan renang ke sungai, tapi sebatas itu saja. Tiap selesai kerja, saya dan kawan-kawan pasti berenang, begitu juga anak-anak,” ungkap penduduk lokal, Gilani Dumbaev yang diwawancarai media barat pada tahun 2016
Tanggapan tidak jauh berbeda yang disampaikan oleh aktivis lingkungan Rusia Ecodefense, Vladimir Slivyak, kepada pers-pers lokal.
“Mereka tetap membuang limbah radioaktif. Tapi tidak mau membuka kepada publik kecuali perwakilan Asosiasi Mayak benarkan fakta pembuangan limbah,” ujar Slivyak dikonfirmasi pada Senin, (9/7).
Kemudian studi yang dilakukan oleh Greenpeace pada tahun 2007 menunjukan kemajuan dampak kanker naik 3,6 kali lipat melampau versi nasional. Sementara sedangkan cacat bawaan dari lahir naik menjadi 25 kali.
Para pakar di Russia dan Radiation Research Society menemukan bahwa 17 ribu jiwa kelahiran tahun 1956 ke bawah diyakini mengidap kanker. Kemudian setengah populasi yang ada memiliki kadar logam tinggi mencapai angka 90 dalam tulangnya.
Saat ini sungai Techa tetap diawasi pemerintah Russia guna memberikan perlindungan pada masyarakat. Sungai yang indah itu tak dapat memberikan kenyamanan pada orang. (Bed)
Baca Juga:
5 Destinasi Paling Berbahaya di Dunia, Pikir-pikir Dulu Sebelum Mampir
Bagikan
Berita Terkait
Mayoritas Kawasan Industri di Indonesia Dalam Kategori Merah Proper, Tidak Patuh Dikenai Sanksi

Menhut Raja Juli Ditantang Buka Kembali Kasus Pembalakan Liar Aziz Wellang

Komisi IV DPR Sesalkan Menhut Raja Juli Foto Bareng Tersangka Pembalakan Liar

4 Hotel di Puncak Cemari Ciliwung Disegel, 18 Lainnya Masih Diperiksa KLH

Populasi Serangga Terancam Alterasi Pola El Nino yang Dipicu Perubahan Iklim

Komisi IV DPR Desak Investigasi Pemberi Izin Tambang Nikel di Raja Ampat

Rekam Jejak PT ASP Pengelola Nikel Raja Ampat, Terafiliasi dengan Raksasa Tambang Asal China yang Punya Proyek Besar di Indonesia

Komisi XII DPR Singgung Pemulihan Kawasan setelah Izin 4 Perusahaan Tambang di Raja Ampat Dicabut

Langgar Aturan dan Merusak Alam, Prabowo Akhirnya Hentikan Langsung Izin Tambang Nikel di Raja Ampat

Kerusakan Alam Raja Ampat akibat Tambang Nikel: Merusak Sumber Pangan Biru Masyarakat Lokal
