Taman Satwa Cikembulan: Ayam dan Merpati Sudah Habis Dikasihkan ke Harimau
Taman Satwa Cikembulan, Garut. (Foto: MP/Instagram @tamansatwacikembulan_official)
MerahPutih.com - Taman Satwa Cikembulan, Garut, Jawa Barat telah lama gigit jari di masa pandemi COVID-19. Sejak awal, taman satwa seluas 5 hektare ini mengalami banyak pembatasan sosial. Puncaknya terjadi pada masa PPKM Darurat yang bersambung ke PPKM Level 4.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh manajemen Taman Satwa Cikembulan agar tak bangkrut. Mulai pemotongan gaji karyawan, mengganti pakan yang lebih murah, sampai menguras tabungan.
“Dampak COVID-19 ini besar sekali. Posisi kita sekarang bertahan dengan tabungan. Tapi kalau penutupan terus diperpanjang, kita sudah siapkan skenario terburuk,” kata manajer Taman Satwa Cikembulan Rudi Arifin saat dihubungi, Jumat (30/7).
Baca Juga:
Kebun Binatang Bandung: Tidak Mungkin Semua Satwa Dibiarkan Mati Pelan-pelan
Di antara satwa yang ada di taman satwa ini, pakan yang paling mahal adalah untuk karnivora, yaitu harimau, macan tutul, dan singa. Taman ini punya 8 singa, 3 ekor macan tutul, dan seekor harimau Sumatera.
“Dalam sehari mereka harus makan 5 kilogram daging,” kata Rudi.
Untuk menyiasatinya, manajemen mengganti pakan daging merah dengan daging putih. Daging merah adalah daging sapi atau kambing yang harganya mencapai Rp 130 ribu per kilogram.
“Kalau daging putih itu ayam. Kan harganya jauh lebih murah sekitar Rp 30 ribuan sekilo,” jelas Rudi.
Ayam sendiri bagian dari satwa yang dipelihara di Taman Satwa Cikembulan. Selain ayam, ada juga merpati dan ikan. Menurut Rudi, satwa peliharaan tersebut terpaksa dikurbankan ke karnivora.
“Kita pelihara ayam dan japati (merpati) habis, termasuk ikan. Intinya mah kita butuh bantuan, tanpa teriak pun kita butuh,” tegas Rudi.
Pemkab setempat, khususnya Bupati Garut, memang sudah membantu. Rudi berharap ada bantuan juga dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Tentu harapan terbesarnya adalah dibukanya taman satwa untuk pengunjung. Sebab tanpa pengunjung, taman satwa ini praktis tidak punya penghasilan. Sementara operasional, seperti pakan, gaji karyawan, tak mungkin ditunda.
“Kan tidak mungkin satwa kita puasa, harus makan tiap hari. Kita punya karyawan 30 orang tidak mungin tidak digaji, meski dibayar setengahnya. Kita gak bisa WFH karena satwa harus diurus langsung, dikelola, termasuk kesehatannya,” paparnya.
Baca Juga:
Menurutnya, kondisi bertahan dengan tabungan tidak mungkin terus dilakukan tanpa ada solisi konkret. Seandainya saman satwa ini terus-terusan tutup, manajemen akan mengumumkan kebangkrutannya dan menyerahkan satwa kepada negara untuk dipelihara.
“Total ada 440 satwa, dilindungi dan yang tidak. Semuanya ada 101 spesies,” kata Rudi. (Imanha/Jawa Barat)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
Penanganan Penyakit Tuberculosis Bakal Contoh Pola Pandemi COVID-19
Kasus ISPA di Jakarta Naik Gara-Gara Cuaca, Warga Diminta Langsung ke Faskes Jika Ada Gejala
Tingkat Kerawanan Bencana Alam di Garut Cukup Tinggi, BPBD Keluarkan Surat Edaran
Kompolnas Dorong Polda Jabar Tuntaskan Kericuhan Saat Pesta Rakyat Pernikahan Anak Gubernur Jabar yang Berakhir Tragis
Ciri-Ciri dan Risiko Warga Yang Alami Long COVID
3 Orang Meninggal dalam Resepsi Pernikahan Anak Dedi Mulyadi, DPR: Jangan Ada yang Ditutup-tutupi
DPRD Garut Siapkan Rapat Khusus Bahas Insiden Maut Pesta Rakyat Pernikahan Anak Gubernur Jabar Dedi Mulyadi
3 Orang Meninggal di Pesta Rakyat Syukuran Pernikahan Putra Dedi Mulyadi dengan Wabup Garut
Warga Marah Kawasan Perhutanan Sosial Gunung Cikuray Dibuka Jadi Jalur Off Road, Segera Lapor Polisi
Kemenkes Temukan 1 Kasus Positif COVID dari 32 Spesimen Pemeriksa