Setahun Jokowi-Ma'ruf, Formappi: Suara Kritis Dibungkam


Jokowi-Ma'ruf Amin. Foto: Setkab
MerahPutih.com - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai, satu tahun kepemimpinan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin tidak terlepas dari relasi pemerintah dengan DPR RI.
Lucius mengatakan, Presiden Jokowi berhasil menyiapkan dirinya sebagai eksekutor dengan dominannya partai politik pendukungnya di DPR RI.
"Strategi politik Jokowi sendiri memberikan andil bagi semakin kuatnya kekuatan pendukungnya di parlemen," kata Lucius kepada wartawan, Selasa (20/10).
Baca Juga
Lucius juga berpendapat, akumulasi kekuasaan yang dibangun Presiden Jokowi dalam setahun terakhir telah menghilangkan peran check and balances eksekutif dan legislatif. Menurut Lucius, akumulasi kekuasaan itu berpotensi terjadinya penyimpangan kekuasaan.
"Potensi penyalahgunaan kekuasaan menjadi hal yang paling mungkin akan terjadi beberapa tahun ke depan. Bukan hanya terkait pembungkaman suara kritis, tetapi korupsi, dinasti politik akan bisa tumbuh dengan subur," pungkas dia.
Ia menjelaskan, Presiden Jokowi juga berhasil menarik Partai Gerindra dalam koalisi partai pendukung pemerintah. Masuknya Gerindra ke pemerintah Jokowi-Ma'ruf pun dinilai menjadi pertanda awal kematian DPR sebagai lembaga penyeimbang.
"Kepiawaian Jokowi menarik Gerindra juga menjadi lonceng kematian dini parlemen sebagai lembaga penyeimbang. Parlemen menjadi macan ompong yang tak berkutik di hadapan pemerintah. Parlemen cenderung menjadi stempel bagi keinginan-keinginan pemerintah," lanjut dia.
Ia menambahkan, dukungan yang besar dari partai politik di belakang pemerintah, telah menjadikan Jokowi sebagai presiden yang sangat powerful.
Sehingga, satu per satu wacana muncul dan dieksekusi tanpa hambatan politik dan mengabaikan suara rakyat. Terlihat mulai dari revisi UU KPK, pemindahan ibukota, hingga pembuatan Omnibus Law UU Cipta Kerja.
"Pemerintah Jokowi tak ingin mendapatkan interupsi atau gangguan dari suara-suara kritis dan kritik warga. Alat-alat negara mulai dimaksimalkan untuk membungkam suara kritis," ujar Lucius.
Kondisi ini, lanjut dia, tentu saja semakin mengkhawatirkan. Presiden yang terpilih melalui mekanisme demokrasi justru memberikan ruang bagi kelangsungan praktik kehidupan yang tidak demokratis.
Kebebasan warga negara untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan, malah dianggap mencampuri urusan negara sehingga harus ditertibkan.
"Pemilu serentak yang dulunya diharapkan bisa memberikan dukungan positif bagi pemerintahan presidensial, justru jadi ancaman ketika parlemen dan pemerintah ada dalam satu kubu, yaitu kubu yang berseberangan dengan rakyat," ujar Lucius.
Baca Juga
Lucius kembali menegaskan, masalah demokrasi menjadi persoalan serius pemerintahan ini.
"Jika melukiskan setahun pertama Jokowi-Ma'ruf, kita bisa mengatakan bahwa demokrasi sedang diuji secara serius," ujar dia. (Knu)
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Dana Reses DPR Naik hingga Rp 702 Juta, Formappi: Publik Tak Pernah Diberi Penjelasan

Formappi Nilai DPR Lempar Tanggung Jawab soal Usulan Perppu Perampasan Aset ke Presiden Prabowo

Ahmad Sahroni cs Hanya ‘Diliburkan’ Sejenak dari Keanggotaan DPR, Pengamat: Ketika Situasi Mereda Mereka Bisa Aktif Lagi

Formappi: MKD Harus Proses Sahroni yang Hina Pendemo dengan Sebutan Tolol

Anggota DPR 'Menghilang' saat Aksi Demo, Formappi: Wakil Rakyat Pengecut

Formappi Temukan 2 Bacaleg Ditulis KPU Berjenis Kelamin Perempuan padahal Pria

Survei Charta Politika Sebut 61 Persen Pemilih Jokowi Pilih Ganjar

Pengamat Ingatkan Potensi Politik Keluarga di Pemilu 2024

Survei Algoritma: Masyarakat Puas Kinerja Jokowi, tapi Tak Setuju Pemilu Ditunda
