Sering Keliru! Ketahui Perbedaan Antara Psikolog, Psikiater, dan Pekerja Sosial
Masyarakat masih sering keliru tentang pekerja kesehatan jiwa. (Foto: Pixabay/Wokandpix
SAAT ini kepedulian untuk masalah kejiwaan makin banyak digaungkan. Dengan tagar mental illness melalui media sosial, masyarakat rupanya sangat peduli dan menuntut pihak berwajib untuk turut mengulurkan tangan. Masalah kejiwaan tidak boleh dibiarkan begitu saja. Kita harus bisa memangkas kasus ini sampai ke akarnya. Karena masalah kejiwaan bisa terjadi pada dirimu tanpa disadari.
Dalam dunia kejiwaan sekiranya ada tiga orang yang bisa membantu mereka yang mengalami gangguan mental. Ada psikolog, psikiater, dan pekerja sosial. Mereka adalah orang-orang yang siap siaga untuk masyarakat. Tetapi masih banyak orang masih keliru terhadap tiga pekerjaan yang sebenanya berbeda itu. Masyarakat seringkali menyamaratakan semua pekerjaan dalam dunia kejiwaan. Sehingga seringkali ketika meminta pertolongan, prosedurnya salah.
Baca juga:
Melansir dari laman online.king.edu, meskipun ketiganya sama-sama menangani masalah kejiwaan tetapi ternyata ranahnya cukup berbeda. Pekerjaan tersebut sering digabungkan untuk membantu sebuah kasus. Kamu harus tahu perbedaannya agar cara penanganannya tepat.
1. Psikolog
Untuk menjadi psikolog, kamu harus menempuh pendidikan S1 jurusan psikologi sampai S2 di peminatan yang sama. Psikolog bekerja untuk mengetahui gejala awal gangguan kejiwaan yang dialami seseorang.
Pekerjaan ini fokus ke tindakan dan perilaku orang yang mengalami gangguan sehari-hari. Mereka akan melacak jam tidur, aktivitas sampai hobinya.
Kemudian dikaitkan dengan bagaimana perilaku orangtua serta keluarga terhadap pasien. Llingkup pertemanan pasien juga akan diawasi oleh psikolog.
Baca juga:
Hati-Hati, Cara Didik Orangtua Bisa Berpotensi Gangguan Jiwa Pada Anak
2. Psikiater
Sedikit berbeda dengan psikolog, seorang psikiater harus melewati pendidikan dokter terlebih dahulu baru melanjutkan peminatan psikiatris.
Karena untuk kasus gangguan kejiwaan yang cukup sulit ditangani dan bersifat dinamis, yang diperiksa tidak hanya perilakunya saja.
Tetapi bagaimana bentuk otak serta tingkat kekuatan saraf pasien kejiwaan. Karena ternyata anatomi tubuh secara keseluruhan berkaitan dengan kondisi kejiwaan seseorang. Seorang psikolog dan psikiater sering bekerja sama untuk menangani sebuah kasus yang rumit.
3. Pekerja Sosial
Saat ini ada banyak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang dengan sukarela turun ke lapangan untuk menolong sesama. 'Teknisi' yang tergabung di dalamnya biasa disebut sebagai pekerja sosial. Masyarakat masih sering menganggap orang-orang tersebut tak lain merupakan psikolog atau psikiater. Meskipun sebenarnya untuk menjadi seorang pekerja sosial, harus pula melewati jenjang pendidikan tinggi pada studi Kesejahteraan Sosial. Kementrian Sosial juga sudah mengeluarkan sertfikasi untuk menjadi pekerja sosial. Pun sebenarnya pekerja sosial kalau di luar negeri disebut social worker yang jelas berbeda dengan volunteer. (Mar)
Baca juga:
Perhatikan Kandungan Gizi, Ini 4 Rekomendasi Jenis Makanan untuk Anak ADHD
Bagikan
Ananda Dimas Prasetya
Berita Terkait
YouTube Kini Punya 'P3K Digital', Solusi Bagi Remaja yang Depresi Hingga Anxiety
Self-Care Menjadi Ruang Ekspresi dan Refleksi bagi Perempuan, Penting untuk Jaga Kesehatan Mental
The Everyday Escape, 15 Menit Bergerak untuk Tingkatkan Suasana Hati
Smart Posyandu Difokuskan untuk Kesehatan Jiwa Ibu setelah Melahirkan
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Menyembuhkan Luka Batin lewat Kuas dan Warna: Pelarian Artscape Hadirkan Ruang Aman untuk Gen Z Hadapi Stres
Mengenal Burnout yang Diduga Pemicu Diplomat Arya Daru Pangayunan Mengakhiri Hidupnya, ini Cara Mengatasinya
Bukan Sekadar Mood Swing Biasa! Ini Beda Bipolar dan Depresi yang Wajib Diketahui
Psikolog Bocorkan Cara Musik Melatih Otak Anak Jadi Super Cerdas Sejak Dini
Dinkes DKI Jakarta Ungkap 15 Persen ASN Terindikasi Memiliki Masalah Kesehatan Mental