Riwayat Miras Masa Kolonial


Kedai minuman keras (unsplash.com)
HOLYWINGS, kedai modern minuman keras di Jakarta, menjadi sorotan warganet. Pangkalnya, iklan promosi mereka di instagram dianggap menghina agama Islam. Pemerintah Provinsi Jakarta lalu mencabut izin usaha Holywings. Kebijakan ini menuai pro-kontra dan mengangkat kembali memori bersama tentang bisnis minuman keras di Indonesia.
Jauh sebelum Holywings merambah bisnis minuman keras, kedai-kedai minuman keras telah berdiri di Hindia Belanda pada akhir abad ke-20. Kedai ini menjual beragam merk minuman keras dari dalam dan luar negeri.
J. Kats dalam Bahaja Minoeman Serta Daja Oepaja Mendjaoehinja menyebut ada kira-kira 600.000 liter miras pada kurun 1890-1894. Beberapa jenis miras diantaranya port, brandy, cognac, jenever, wisky, bir, sampanye, lemonade, ciu, tuak, berem, badeg, dan sajeng.
Baca juga:
Manajemen Holywings Mengaku Tak Tahu Tim Kreatif Buat Promo Kontroversial

Peredaran miras dibolehkan menurut hukum kolonial. Tapi itu tak menutup peredaran ilegal miras. Miras-miras ini dijual serampangan di berbagai tempat di luar ketentuan. Padahal pemerintah Kolonial telah menentukan tempat-tempat tertentu yang sah untuk membeli dan meminum minuman keras.
Peredaran miras ilegal ini menggerus ceruk pasar miras legal. Karena itulah, menurut Yusanti Sasanti Dadtun, pemerintah kolonial turun tangan memberantas miras ilegal. "Pada masa tersebut pemerintah kolonial melakukan intervensi pada sistem produksi, distribusi, ekspor-impor, dan seluruh aktivitas yang berkaitan dengan minuman keras, terutama cukai," catat Yusana dalam Minuman Keras di Batavia Abad XIX.
Baca juga:
Pemprov DKI Harus Perhatikan Pekerja Holywings

Pemerintah Kolonial tercatat menggerebek tempat-tempat penjualan miras ilegal. Mereka juga mendapati adanya miras palsu. Setelah penggerebekan itu, Pemerintah Kolonial mengetatkan aturan tentang miras. Hasilnya, peredaran miras ilegal menurun. Selain itu, cukai dari miras legal mengalami kenaikan.
Situasi menguntungkan ini didorong oleh beberapa tradisi masyarakat setempat yang gemar meminum minuman keras. Kadangkalah untuk menyiasati harga tinggi, mereka mengoplos sendiri mirasnya.
Peredaran miras tak hanya mengusik pemerintah kolonial, tapi juga kaum agamawan. Organisasi Muhammadiyah, misalnya, mendesak pemerintah kolonial membatasi peredaran miras. Ini dilandasi atas kenyataan merebaknya penjualan miras yang dilakukan oleh para haji.
Desakan itu dijawab dengan pembentukan Alcoholbestrijdings-Commisie (Komisi Pemberantasan Alkohol) pada 1910-an. Meski komisi itu telah terbentuk, Pemerintah Kolonial tetap melegalkan peredaran miras. Mereka juga membolehkan izin pendirian kedai miras.
Baca juga:
Bagikan
Hendaru Tri Hanggoro
Berita Terkait
IKN Mulai Dijamah Prostitusi Terselubung Warung Remang-Remang, Miras Juga Beredar!

Warga Kampung Sawah Tolak Outlet Miras di Kartika One, Berharap Pramono-Rano Mendengar

Induk Perusahaan Jack Daniel’s tak Takut Tarif, tapi Gentar saat Kanada Menarik Minuman Mereka dari Rak

4 Warga Bogor Meninggal Akibat Minuman Keras Oplosan, 1 Orang Kritis di RS PMI

Jelang Nataru, Satpol PP DKI Jakarta Musnahkan 9.712 Miras

Pemkot Solo Lakukan Patroli Malam Cegah Penjualan Take Away Minuman Keras

Bea Cukai Musnahkan Minuman Keras (Miras) dan Rokol Ilegal Senilai Rp165 Miliar

Penjualan Miras di Pinggir Jalan Masih Marak

Bawa Miras dan Flare ke SUGBK, Tiga Suporter Diamankan Polisi

Bruno Mars Buka Lounge Cocktail di Las Vegas
