Revisi UU Cipta Kerja, Pemerintah dan DPR Jangan Ceroboh


Rapat di DPR. (Foto: dpr.go.id)
MerahPutih.com - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat menuai beragam respon pro dan kontra, salah satunya terkait produk hukum turunan yang sudah dilarang MK untuk diterbitkan.
Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK) Mirah Sumirat meminta Pemerintah untuk tidak memaksakan kehendak. Putusan dan perintah Mahkamah Konstitusi kepada para pembuat undang-undang, dalam hal ini Pemerintah dan DPR, sudah sangat jelas. Yaitu menangguhkan segala tindakan dan kebijakan yang bersifat strategis maupun berdampak luas.
Baca Juga:
UU Cipta Kerja Inkonstitusional, PKS: Kenapa Tetap Berlaku?
"Artinya, terkait dengan keberadaan Peraturan Pemerintah yang telah terlanjur diterbitkan dan berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, harus dibatalkan," jelas Mirah dalam keteranganya, Jumat (26/11).
Mirah menuturkan, Pemerintah perlu membatalkan empat Peraturan Pemerintah yang berkaitan dengan UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan.
Keempatnya yaitu PP No.34 Tahun 2021 tentang Tenaga Kerja Asing (PP TKA), PP No.35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP PKWT-PHK), PP No.36 Tahun 2021 tentang Pengupahan; dan PP No.37 Tahun 2021 tentang Jaminan Kehilangan Pekerjaan (PP JKP).
"Keempat Peraturan Pemerintah tersebut telah berdampak langsung pada hilangnya jaminan kepastian pekerjaan, jaminan upah dan jaminan sosial, yang sebelum adanya UU Cipta Kerja, telah diatur dalam UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan," jelas Mirah.

Mirah melihat, pasal-pasal yang terdapat dalam UU Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah turunannya yang mempermudah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK), bersifat strategis dan berdampak luas meskipun PHK itu kasus individu.
Hal ini, kata ia, karena kemudahan PHK akan berdampak pada peningkatan angka pengangguran, melemahnya daya beli dam menurunnya angka konsumsi rumah tangga.
"Sehingga berujung pada penurunan perputaran ekonomi nasional dan mempengaruhi angka pertumbuhan ekonomi nasional," imbuh Mirah.
Mirah mengingatkan Pemerintah untuk lebih berpihak kepada rakyat. Apalagi setelah Hakim MK juga telah menyatakan bahwa pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
"Pemerintah dan DPR jangan bertindak ceroboh dalam proses pembentukan Omnibus Law UU Cipta Kerja, " katanya. (Knu)
Baca Juga:
Dua Opsi Strategi Perbaiki UU Cipta Kerja Versi Yusril Ihza Mahendra
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Komisi Kejaksaan Hormati Putusan MK soal Pembatasan Imunitas Jaksa

Pemerintah Salahkan Undang-Undang Cipta Kerja Bikin Mudahnya Alih Fungsi Lahan di Bali

Sekjen Iwakum Sebut Dalil Pemerintah Soal Pasal 8 UU Pers Multitafsir Tak Berdasar

Audiensi Pimpinan DPR dengan Serikat Pekerja Buruh Bahas Undang-Undang Tentang Ketenagakerjaan

Susun UU Ketenagakerjaan Baru, DPR Janji Libatkan Buruh

DPR Janji Bikin UU Baru Ketenagakerjaan, Ada 17 Isu Baru Diminta Buruh

MK Batalkan UU Tapera, Pimpinan Komisi V DPR Minta Kementerian PKP Kreatif Cari Pendanaan Program 3 Juta Rumah

MK Putuskan Tabungan Perumahan Tidak Wajib, BP Tapera Segera Sowan ke Kementerian PKP

Aksi Demo Buruh KSPI dan Partai Buruh di Depan Gedung DPR Desak RUU Ketenagakerjaan

Buruh Kepung Gedung MPR/DPR Hari ini (22/9), Tolak Upah Murah dan Minta Sistem Outsourcing Dihapus
