Rasialisme Merupakan Penyakit Mental, Benarkah?


Rasialisme dipandang sebagai gangguan mental. (Foto: unsplash/@john_cameron)
RASIALISME menjadi salah satu isu sosial yang tidak kunjung selesai. Terlebih setelah kematian warga kulit hitam di Amerika Serikat, isu rasialisme dan diskriminasi mencuat menjadi topik hangat.
Saking maraknya bahasan tentang rasialisme, banyak yang mempertanyakan mungkinkah hal itu merupakan penyakit mental?
Pertanyaan itu muncul karena kesimpulan Jane Elliot dalam acara Oprah. Pertanyaan Elliot kini kembali dibahas, sejalan dengan maraknya protes Black Lives Matter. "Yang kami hadapi di sini ialah penyakit mental. Rasialisme merupakan penyakit mental. Jika kamu menilai orang lain dari warna kulit mereka, dari jumlah bahan kimia di kulit mereka, kamu memiliki masalah mental. Kamu tidak menerima kenyataan dengan baik," ucap Elliot seperti dilansir VICE.
BACA JUGA:
Diungkapkan, penelusuran Google untuk 'rasialisme merupakan penyakit mental' telah melonjak ke tingkat yang tidak pernah terlihat selama 10 tahun terakhir. Di Twitter, banyak yang secara deklaratif membagikan sentimen tersebut.
Hingga kini, pro dan kontra mengenai apakah rasialisme bisa dikategorikan sebuah penyakit mental berlanjut.
Melansir The Washington Post, seorang psikiater Harvard, Alvin Poussaint, salah seorang psikiater kulit hitam, pada 1969, mengajukan petisi agar rasialisme dimasukkan ke diagnostic and statistical manual of mental disorders (DSM).

"Sudah waktunya bagi ahli kesehatan mental untuk menguji penolakan mereka terhadap rasialisme ekstrem sebagai gejala penyakit mental yang serius. Fokus seperti itu di masa depan dapat mencegah tragedi seperti pembantaian Charleston," ucap Poussaint, seperti dilansir The Washington Post.
Sepertinya, rasialisme yang ekstrem dapat dikategorikan sebuah penyakit mental. Melansir laman NCBI, Poussaint menulis bahwa delusi rasialis yang ekstrem juga dapat terjadi sebagai gejala utama pada gangguan psikotik lainnya, seperti skizofrenia dan gangguan bipolar.
Orang yang menderita delusi biasanya mengalami disfungsi sosial serius yang mengganggu kemampuan mereka untuk bekerja dengan orang lain dan mempertahankan pekerjaan. "Ketika delusi ini ekstrem, orang tersebut dapat bertindak dengan mencoba menyakiti, dan bahkan membunuh, anggota kelompok yang dibenci," ujar Poussaint dalam laman NCBI.

Di lain hal, beberapa orang tidak menerima rasialisme disebut sebuah penyakit mental. Psychiatry Online menulis sebagian besar orang setuju bahwa rasialisme, praktik diskriminasi rasial, segregasi, penganiayaan, dan dominasi atas dasar perasaan dan gagasan superioritas rasial merupakan produk dari perilaku yang dipelajari.
Advokat disabilitas dan kesehatan mental, tulis VICE, menolak keras pendapat tersebut. Mereka mengatakan rasialisme merupakan pilihan, sedangkan gangguan mental, seperti depresi, gangguan kecemasan, gangguan bipolar, dan skizofrenia tidak. "Rasialisme begitu meluas sehingga itu merupakan masalah budaya, bukan psikopatologi. Dengan kata lain, rasialissme terlalu umum untuk menjadi sebuah penyakit," jelas American Psychiatric Association (APA).

Menyebut rasisme sebagai penyakit mental akan memperburuk stigma seputar penyakit mental. Itu akan melanjutkan kebiasaan penggunaan bahasa kesehatan mental dengan cara atau bahasa yang merendahkan. "Rasialisme bukanlah bagian dari kondisi manusia. Rasialisme adalah respons yang dipelajari. Kamu harus diajar untuk menjadi rasis, kamu tidak dilahirkan rasis. Kamu terlahir dalam masyarakat rasis, dan seperti yang lainnya, jika kamu bisa mempelajarinya, kamu bisa melupakannya," ucap Elliot.
Melansir laman The Washington Post, upaya untuk mengklasifikasikan rasialisme sebagai penyakit mental akan gagal selama beberapa dekade berikutnya. Namun, perdebatan dan diskusi tetap aktif. Pada awal 2000-an, rasialisme memiliki beberapa nama klinis, seperti kepribadian prasangka, gangguan kepribadian intoleran, dan bias patologis.(lev)
BACA JUGA:
Bagikan
Berita Terkait
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menyembuhkan Luka Batin lewat Kuas dan Warna: Pelarian Artscape Hadirkan Ruang Aman untuk Gen Z Hadapi Stres

Mengenal Burnout yang Diduga Pemicu Diplomat Arya Daru Pangayunan Mengakhiri Hidupnya, ini Cara Mengatasinya

Bukan Sekadar Mood Swing Biasa! Ini Beda Bipolar dan Depresi yang Wajib Diketahui

Dinkes DKI Jakarta Ungkap 15 Persen ASN Terindikasi Memiliki Masalah Kesehatan Mental

Ingat! Depresi Bukan Aib, Jangan Resistan Terhadap Pengobatan

Mengenali Gangguan Mental Sejak Dini: Ini Perbedaan Bipolar dan Skizofrenia pada Anak dan Remaja

Apa Saja Gejala Awal Penyebab Skizofrenia Pada Anak-Anak dan Remaja

Ahli Ungkap Gejala Awal dari Gangguan Bipolar I pada Anak-Anak dan Remaja

Pelan Tapi Pasti Hempas Insecure, Ini 5 Cara Mudah Tingkatkan Kepercayaan Diri
