Putusan MK Pisahkan Pemilu Nasional dan Daerah Dinilai Bikin Siklus Pemilihan Tak Lagi 5 Tahunan


Gedung MK. (Foto: Antara)
MerahPutih.com - Mahkamah Kostitusi memutuskan pemilu nasional untuk memilih presiden dan wakil presiden, DPR RI, serta DPD RI digelar terpisah dari pemilu daerah yang meliputi pemilihan DPRD provinsi/kabupaten/kota serta kepala daerah dan wakil kepala daerah. Pemilu Daerah dijadwalkan dilaksanakan 2 hingga 2,5 tahun setelah Pemilu Nasional.
Anggota DPR RI Supriyanto menilai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah berpotensi melanggar konstitusi.
"Pemilu seharusnya digelar setiap lima tahun sekali untuk memilih presiden, wakil presiden, DPR, DPD, dan DPRD. Kalau dipisah dan jaraknya 2,5 tahun, ini jelas tidak sesuai konstitusional," ujar Supriyanto.
Jeda waktu yang terlalu panjang antara dua jenis pemilu tersebut mengakibatkan siklus pemilihan anggota DPRD tidak lagi 5 tahunan, sehingga tidak sesuai dengan amanat Pasal 22E Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Baca juga:
Legislator PKB Sindir MK Kini Bertranformasi Jadi Lembaga Ketiga Perumus UU
Selain itu, menurut Supriyanto, MK telah memasuki ranah kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang seharusnya menjadi kewenangan pembentuk undang-undang, yaitu DPR dan pemerintah.
"MK bukan pembuat undang-undang. Tugas pokok MK adalah melakukan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945, bukan menambahkan norma baru dalam perundang-undangan," ujarnya.
Ia menilai, putusan terbaru MK tersebut menunjukkan inkonsistensi, merujuk pada sikap MK sebelumnya dalam perkara presidential threshold yang selalu menyebutnya sebagai ranah open legal policy.
"Dulu uji materi presidential threshold selalu ditolak dengan alasan itu wewenang pembentuk undang-undang. Tapi sekarang, MK justru menambahkan norma baru soal pemisahan pemilu," katanya.
Supriyanto juga mengingatkan bahwa pada 2019, MK telah mengeluarkan Putusan Nomor 55/PUU-XVII/2019 yang menyarankan model pemilu serentak.
Atas dasar putusan itu, pemerintah dan DPR menyusun regulasi dan menyelenggarakan Pemilu Serentak pada 2024.
"Pemilu serentak sudah dijalankan 2024. Tapi belum lama, MK kembali mengubah arah dengan putusan baru ini yang justru memisahkan pemilu nasional dan daerah," ujarnya.
Keputusan tersebut dapat mengganggu konsistensi siklus kepemimpinan serta sistem pelembagaan pemilu yang telah dibangun secara lima tahunan.
"Kita butuh kepastian hukum dan konsistensi dari MK sebagai penjaga konstitusi. Bukan justru memperumit tata kelola demokrasi," katanya. (*)
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Stok Gula Nasional Menumpuk dan Mafia Pangan Bergentayangan, Pemerintah Didesak Setop Impor Rafinasi Hingga Prioritaskan Petani Tebu Lokal

Pemerintah Diharap Prioritaskan Kembali Program Pembangunan Rusun Pesantren di RAPBN 2026

BPJPH dan BPOM Didesak Usut Tuntas Status Kehalalan Ompreng Program MBG yang Diduga Mengandung Minyak Babi

Koperasi Desa Merah Putih Dinilai Bisa Penuhi Poin Penting Visi Astacita, Dorong Kemandirian Ekonomi Hingga Berantas Kemiskinan

DPR RI Buka Kesempatan Publik Berikan Masukan dan Pandangan Terhadap Calon Hakim Agung dan Calon Hakim Ad Hoc HAM MA

Bahan Bakar di SPBU Shell dan BP Langka, Kualitas BBM Pertamina Justru Jadi Sorotan

BEM Mahasiswa Kembali Geruduk MPR/DPR Besok, Tagih Janji Pemerintah soal 17+8 Tuntutan Rakyat

Pakar Soroti Pentingnya Keseimbangan dalam RUU Perampasan Aset, Bisa Menutup Celah Hukum

Iwakum Ajukan Judicial Review, Ketua AJI: Penting Ingatkan Negara soal Kewajiban Lindungi Jurnalis

Politikus PKS Usul Perampasan Aset Disatukan Dengan Revisi Undang-Undang KPK, Hindari Aparat Gunakan Sebagai Alat Pemerasan
