Putusan MK Longgarkan Syarat Capres-Cawapres Bakal Digugat ke PTUN
Ilustrasi - Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc/aa.
MerahPutih.com - Putusan Mahkamah Konstitusi yang melonggarkan syarat calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres) masih berbuntut panjang. Tim Pembela Demokrasi Indonesia bakal menggugat putusan tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia Petrus Selestinus menuturkan, pihaknya menggugat putusan itu karena terbukti adanya pelanggaran etik hingga dicopotnya eks Ketua MK Anwar Usman.
“Iya yang berkaitan dengan putusan itu. Dalam satu dua hari ke depan akan kami layangkan,” kata Petrus di Jakarta, Kamis (14/12).
Baca Juga:
Prabowo Ogah Jawab Secara Lugas Saat Ditanya Anies Soal Cacat Etika Putusan MK
Tak hanya itu, orang-orang yang berkaitan dengan putusan itu juga bakal digugat.
Namun, Petrus belum merinci siapa saja yang bakal digugat.
Petrus melanjutkan, berbagai macam bukti sudah dia siapkan untuk melakukan gugatan itu.
“Seperti hasil putusan dan keterangan beberapa saksi. Ini lagi kumpulkan untuk memperkuat gugatan itu,” jelas Petrus.
Beberapa tuntutannya hasil putusan itu tak sah karena adanya pelanggaran etik oleh eks Ketua MK Anwar Usman.
Lalu, dia juga menuntut adanya evaluasi terhadap pencawapresan Gibran Rakabuming Raka karena putusan MK yang "meloloskan" dan memicu kontroversi.
“Kalau putusan itu sudah keluar sebelum pencoblosan bisa diganti di tengah jalan. Karena ada mekanisme pengadilan bukan mundur karena perintah pengadilan. Bisa saja diganti calon lain untuk mendampingi Prabowo,” tutur Petrus.
Petrus meyakini, peradilan di tanah air yang makin baik membuat dia yakin gugatan ini direspons positif.
“Kami juga menuntut agar Presiden Joko Widodo menjamin netralitas aparat Pemilu,” ungkap dia.
Baca Juga:
Kata TPN Ganjar-Mahfud Ditanya Soal Putusan MK Nomor 90 oleh Anak Milenial
Sekadar informasi, perkara yang diputuskan oleh Anwar Usman ini berisi syarat capres-cawapres di bawah usia 40 tahun selama bakal calon berpengalaman sebagai kepala daerah.
Sehingga, Gibran Rakabuming Raka bisa ikut Pilpres meski usianya belum 40 tahun.
Akibat memicu kontroversi, Anwar Usman diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua MK karena terbukti melanggar kode etik terkait uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.
Putusan tersebut diketuk Mahkamah Kehormatan MK (MKMK) dalam sidang pembacaan putusan etik.
MKMK menyatakan Anwar terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan.
Anwar Usman juga diputuskan tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.
Selain itu, ipar Presiden Jokowi ini juga tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden, kemudian pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD. (Knu)
Baca Juga:
[HOAKS atau FAKTA]: KPU dan MK Coret Gibran dari Cawapres Prabowo
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Masa HGU di IKN Dipangkas, Komisi II DPR Dorong Kajian Regulasi Tanpa Ganggu Investasi
Mahasiswa Uji Materi UU MD3, Ketua Baleg DPR: Bagian dari Dinamika Demokrasi
Patuhi Putusan MK, Polri Tarik Irjen Argo Yuwono Dari Kementerian UMKM
Kemenaker Tunda Pengumuman Upah Minimum 2026, Aturan Baru Masih Dibahas
PDIP Ingatkan Risiko Konflik Horizontal jika Wewenang Pemecatan Anggota DPR Diberikan kepada Publik
Pasca Putusan MK, Pakar Hukum Sebut Polisi Aktif yang Duduki Jabatan Sipil tak Wajib Mundur
KPK Tunggu Sikap Kementerian dan Polri terkait Putusan MK soal Larangan Polisi Isi Jabatan Sipil
Nasib Polisi Aktif di KPK Imbas Putusan MK Tunggu Hasil Kajian Polri
Mabes Polri Respons Putusan MK, Atur Ulang Penugasan Anggota ke Jabatan Sipil
Menteri Hukum Punya Tafsir Soal Putusan MK, Polisi Terlanjur Menjabat di Lembaga Sipil Tak Perlu Mundur