Pledoi Heru Hidayat, Tuntutan Hukuman Mati JPU Menyimpang dari Dakwaan

Zulfikar SyZulfikar Sy - Senin, 13 Desember 2021
Pledoi Heru Hidayat, Tuntutan Hukuman Mati JPU Menyimpang dari Dakwaan

Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (6/12/2021). ANTARA/Desca Lidya Natalia

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

MerahPutih.com - Kubu terdakwa kasus dugaan korupsi PT Asabri (Presero) Heru Hidayat menyoroti tuntutan pidana hukuman mati dan tuduhan jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung.

Menurut kuasa hukum Heru Hidayat, Kresna Hutauruk, tuntutan JPU menyimpang dari dakwaan dan tuduhannya tidak sesuai dengan fakta persidangan. Hal ini disampaikan dalam pledoi atau nota pembelaan Heru Hidayat dan kuasa hukum yang dibacakan di Pangadilan Tipikor, Jakarta, Senin (13/12).

Kresna menilai, tuntutan pidana hukuman mati terhadap Heru Hidayat sudah menyimpang dari dakwaan. Pasalnya, JPU sama sekali tidak pernah mencantumkan Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor dalam surat dakwaan Heru Hidayat.

Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor merupakan pasal yang mengatur pidana mati bagi terdakwa jika melakukan korupsi dalam keadaan tertentu seperti bencana nasional, krisis moneter atau pengulangan tindak pidana.

Baca Juga:

Tuntutan Hukuman Mati Kasus Asabri Diyakini Tak Akan Dipertimbangkan Hakim

"Kami menyoroti mengenai tuntutan mati oleh JPU yang menyimpang, sebab sejak awal JPU tidak pernah mencantumkan Pasal 2 ayat (2) dalam surat dakwaannya, padahal jelas surat dakwaan adalah acuan dan batasan dalam persidangan perkara ini sebagaimana hukum acara pidana," kata Kresna.

Selain itu, kata Kresna, JPU secara jelas keliru dan salah memahami pengulangan tindak pidana dalam kasus yang melibatkan Heru Hidayat. Waktu kasus Asabri, kata dia, terjadi sebelum Heru Hidayat dihukum dalam kasus Jiwasraya.

"Tuntutan JPU bahwa perkara ini adalah pengulangan tindak pidana sangat keliru, karena tempus perkara ini adalah 2012-2019, sebelum Pak Heru dihukum di kasus Jiwasraya. Sedangkan yang dimaksud pengulangan tindak pidana adalah tindak pidana yang dilakukan setelah seseorang divonis, sehingga jelas perkara ini bukan pengulangan tindak pidana," terang dia.

Apalagi, kata Kresna, sejumlah ahli dan pakar pidana dari berbagai universitas di Indonesia juga menilai jaksa keliru dengan menuntut pidana mati Heru Hidayat. Pasalnya, jaksa tidak menyertakan Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor dalam surat dakwaan dan tindakan Heru Hidayat dalam kasus Jiwasraya dan Asabri tidak bisa dikategorikan sebagai pengulangan tindak pidana.

"Bisa dilihat di pemberitaan akhir-akhir ini, para pakar hukum sudah berpendapat kalau tuntutan mati tidak bisa diterapkan terhadap Pak Heru karena tidak pernah didakwakan JPU dan tidak termasuk kualifikasi pengulangan tindak pidana," tandas dia.

Baca Juga:

Akademisi Nilai Tuntutan Hukuman Mati Terdakwa Kasus Asabri Heru Hidayat Keliru

Lebih lanjut, kata Kresna, JPU juga keliru dengan menuduh Heru Hidayat menikmati uang sebesar Rp 12 triliun lebih. Pasalnya, JPU tidak pernah dan tidak mampu membuktikan adanya aliran uang sebesar itu kepada Heru Hidayat.

"Selain itu tidak ada saksi atau pun bukti surat yang menunjukkan adanya aliran uang sebesar itu kepada Pak Heru, sehingga bagaimana mungkin Pak Heru menikmati uang sebesar itu kalau tidak ada aliran uangnya," ungkap dia.

JPU, kata dia, juga tidak tepat menuduh adanya kerugian negara sebesar Rp 22 triliun. Hal ini disebabkan karen para ahli BPK hanya menghitung uang yang keluar dalam investasi Asabri, tanpa menghitung keuntungan atau uang masuk dalam investasi Asabri ini.

"Dalam Persidangan, para ahli BPK menjelaskan angka kerugian sebesar itu muncul karena pemeriksa BPK hanya menghitung uang yang keluar dalam investasi Asabri pada saham dan reksadana pada periode 2012-2019, tanpa pernah menghitung keuntungan dan yang masuk ke Asabri dalam investasi saham dan reksadana pada periode 2012-2019," jelas dia.

Apalagi, kata Kresna, JPU dan BPK juga mengabaikan fakta bahwa sampai saat ini Asabri masih memiliki saham dan unit penyertaan reksadana periode 2012-2019. Bahkan saham dan reksadana tersebut masih bernilai dan nilainya terus bergerak.

"Jadi, jelas dalam perkara ini, Asabri belum menderita kerugian, kalaupun ada penurunan nilai investasi sifatnya masih potensial dan belum nyata sehingga jelas penghitungan kerugian negara tersebut tidak tepat dan keliru," tutur dia.

Kresna menilai, akan sangat tidak adil jika penghitungan kerugian negara yang keliru tersebut digunakan sebagai dasar untuk menghukum Heru Hidayat. Pasalnya, saham dan reksadana tersebut masih berpotensi untuk mendapatkan keuntungan.

"Lalu bagaimana nasib Pak Heru apabila misalnya dihukum, namun nilai saham dan reksadana tersebut naik di kemudian hari dan kemudian Asabri berhasil mendapatkan keuntungan? Nah, ini akan menjadi tidak adil," kata dia.

Tak hanya itu, kata Kresna, JPU sendiri dalam dakwaan dan tuntutannya, mengakui Heru Hidayat telah terbukti tidak pernah memberikan atau menjanjikan sesuatu apa pun kepada pihak Asabri. Hal ini, kata dia, terungkap dalam fakta persidangan kasus Asabri ini.

"Sehingga jelas tidak ada niat jahat dari Pak Heru atau pun pihak Asabri dalam perkara ini. Sebagaimana kita ketahui bersama, perkara Tipikor itu identik dengan suap atau gratifikasi, sedang dalam perkara ini Pak Heru terbukti tidak melakukan hal tersebut," tegas dia.

Kresna berharap majelis hakim mempertimbangkan sorotan-sorotan pihaknya sehingga bisa memutuskan perkara secara adil. Setidaknya, kata dia, memutuskan perkara sesuai koridor hukum dan fakta persidangan.

"Tentunya saat ini kami berharap agar Majelis Hakim dapat memutus perkara ini sesuai dengan koridor hukum dan fakta yang terjadi dalam Persidangan ini sehingga menghasilkan Putusan yang adil," pungkas Kresna. (Pon)

Baca Juga:

Di Hadapan Firli, Jokowi Singgung Tuntutan Hukuman Mati Kasus Asabri

#Hukuman Mati #Kasus Korupsi #Kejaksaan Agung
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Berita Terkait

Indonesia
Terungkap, Oknum Wartawan Mengaku Bisa Amankan Kasus Pemerasan TKA di KPK Ternyata Pemain Lama
Bayu Widodo Sugiarto pernah melakukan modus serupa pada tahun 2011 terhadap Mindo Rosalina Manullang dalam kasus suap Wisma Atlet.
Wisnu Cipto - Selasa, 28 Oktober 2025
Terungkap, Oknum Wartawan Mengaku Bisa Amankan Kasus Pemerasan TKA di KPK Ternyata Pemain Lama
Indonesia
Cegah Penyimpangan, Kemenhaj Ajak KPK dan Kejagung Kawal Layanan Haji 2026
Kemenhaj libatkan KPK dan Kejagung dalam proses penyediaan layanan penyelenggaraan ibadah Haji 2026.
Ananda Dimas Prasetya - Selasa, 28 Oktober 2025
Cegah Penyimpangan, Kemenhaj Ajak KPK dan Kejagung Kawal Layanan Haji 2026
Indonesia
Peluang Luhut Dipanggil Terkait Dugaan Korupsi Proyek Whoosh, Begini Jawaban KPK
Luhut Binsar Pandjaitan tercatat sebagai Ketua Komite Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Wisnu Cipto - Selasa, 28 Oktober 2025
Peluang Luhut Dipanggil Terkait Dugaan Korupsi Proyek Whoosh, Begini Jawaban KPK
Indonesia
Politisi NasDem Dipanggil KPK Setelah Rekan Separtainya Jadi Tersangka Korupsi Rp 28 Miliar, Siapa Lagi yang Kecipratan Dana PSBI OJK?
Satori diduga menerima uang sebesar Rp12,52 miliar
Angga Yudha Pratama - Senin, 27 Oktober 2025
Politisi NasDem Dipanggil KPK Setelah Rekan Separtainya Jadi Tersangka Korupsi Rp 28 Miliar, Siapa Lagi yang Kecipratan Dana PSBI OJK?
Indonesia
Sekjen DPR Mangkir dari Pemeriksaan Korupsi Rumah Jabatan, KPK Jadwalkan Ulang
KPK sudah menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan penghitungan total kerugian negara dalam perkata tersebut. ?
Dwi Astarini - Jumat, 24 Oktober 2025
Sekjen DPR Mangkir dari Pemeriksaan Korupsi Rumah Jabatan, KPK Jadwalkan Ulang
Indonesia
Kantornya Digeledah Kejaksaan, Bea Cukai Anggap Bagian Pengumpulan Data
Fokus utama penyelidikan Kejagung adalah dugaan permasalahan yang terkait dengan ekspor POME
Angga Yudha Pratama - Jumat, 24 Oktober 2025
Kantornya Digeledah Kejaksaan, Bea Cukai Anggap Bagian Pengumpulan Data
Indonesia
Kantor Bea Cukai Digeledah, Kejagung Belum Tetapkan Tersangka Kasus Korupsi Ekspor Limbah Minyak Sawit
Kejagung belum menetapkan tersangka kasus dugaan korupsi ekspor limbah minyak sawit. Sebelumnya, Kejagung telah menggeledah kantor Bea Cukai.
Soffi Amira - Jumat, 24 Oktober 2025
Kantor Bea Cukai Digeledah, Kejagung Belum Tetapkan Tersangka Kasus Korupsi Ekspor Limbah Minyak Sawit
Indonesia
Kejagung Geledah Kantor Bea Cukai, Selidiki Dugaan Korupsi Ekspor Limbah Minyak Sawit
Kejaksaan Agung menggeledah kantor Bea Cukai, Rabu (22/10) lalu. Penggeledahan ini masih terkait dugaan korupsi ekspor limbah minyak sawit.
Soffi Amira - Jumat, 24 Oktober 2025
Kejagung Geledah Kantor Bea Cukai, Selidiki Dugaan Korupsi Ekspor Limbah Minyak Sawit
Indonesia
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja Dilaporkan ke KPK, Diduga Korupsi Proyek Command Center
Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja, dilaporkan ke KPK atas dugaan kasus korupsi proyek Command Center.
Soffi Amira - Kamis, 23 Oktober 2025
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja Dilaporkan ke KPK, Diduga Korupsi Proyek Command Center
Indonesia
Kejagung Kantongi Rp 9,8 Miliar dari Lelang Lamborghini hingga Porsche Milik Doni Salmanan
Seluruh hasil penjualan lelang kendaraan Doni Salmanan akan disetorkan ke kas negara.
Ananda Dimas Prasetya - Rabu, 22 Oktober 2025
Kejagung Kantongi Rp 9,8 Miliar dari Lelang Lamborghini hingga Porsche Milik Doni Salmanan
Bagikan