Pilkada Digelar Berbarengan Pilpres 2024, Sejumlah Masalah Bakal Terjadi


Pengunjung mengamati maket alur penggunaan hak suara pada pilkada di Kantor Komisi Pemilihan Umum, Kediri, Jawa Timur, Rabu (20/9). (ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani)
Merahputih.com - Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini tidak sependapat dengan pilkada dan pilpres digelar secara berbarengan di tahun 2024 mendatang.
Alasan mengapa ia tidak setuju, karena akan memunculkan problematika yang terulang di pemilu tahun 2019 maupun 2020 yang telah terlaksana.
“Kompleksitas Pemilu 2019 akan berulang di Pemilu 2024, karena di level UU tidak adanya perubahan,” ujarnya dalam diskusi daring, Kamis (11/2).
Baca Juga:
Penjelasan Pengamat Kenapa Anies Tak Diuntungkan Jika Pilkada Digelar 2024
Selain itu, partisipasi publik terhadap pelaksanaan pemilu juga akan merendah, begitu juga tentang kedekatan politik dengan masyarakat.
“Makin perlemah party-ID dan makin perlemah keterlibatan partisipatoris warga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” jelasnya.
Di sisi lain, batalnya Revisi UU Pemilu di DPR juga diindikasikan adanya kepentingan kuat bagi elite atau kelompok tertentu yang tak ingin presidential threshold (PT).
“Batalnya RUU Pemilu menunjukkan adanya kepentingan tertentu, mereka yang tak ingin presidential threshold berubah dan hilangnya kekuasaan mereka,” jelas dia.

Titi Anggraini menilai, tidak dilanjutkan pembahasan Revisi UU Pemilu oleh Komisi II DPR karena ada beberapa kepentingan.
Pertama, ada kepentingan partai mempertahankan ambang batas parlemen agar tidak naik dan tidak diberlakukan ambang batas di DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Serta kepentingan agar besaran dapil dan alokasi kursi tidak diperkecil.
"Itu merupakan aspirasi atau refleksi dari kepentingan partai-partai menengah kecil," kata Titi.
Kedua, ada kepentingan partai-partai yang tidak menginginkan perubahan ambang batas pencalonan presiden.
Baca Juga:
Ketiga, pemerintah juga memiliki kepentingan agar jadwal pilkada tidak diubah dan tetap digelar serentak pada 2024.
Sehingga, keputusan yang diambil untuk pembahasan tidak dilanjutkan merupakan kompromi dari ketiga kepentingan tersebut.
"Jadi ini kemudian kepentingan yang saling bertemu dan komprominya adalah tidak dilakukan revisi terhadap UU Pemilu," kata Titi.
Titi mendorong RUU Pemilu supaya dibahas. Jangan hanya karena kepentingan partai politik hingga pemerintah, ruang untuk perbaikan pemilu ditutup.
"Jadi jangan sampai juga idealisme dan ideologinya jadi hilang," pungkasnya. (Knu)
Baca Juga:
Berpeluang Lawan Anies di Pilkada DKI, Gibran: Fokus di Solo Dulu
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
KPU Tunggu Aturan Baru dari DPR dan Pemerintah Terkait Putusan MK tentang Jadwal Pemilu dan Pilkada

Banyak Kepala Daerah Terjerat Korupsi, Komisi II DPR: Pilkada Harus Lewat DPRD

Partai Buruh Dukung Pemisahan Pemilu dan Pilkada, Putusan MK Mengikat

Partai Tengah Lagi Bikin Strategi Simulasi Pemilu dan Pilkada

Cak Imin Usul Pilkada Dipilih DPRD, Komisi II DPR: Sesuai Koridor Konstitusi

Pisahkan Pemilu Nasional dan Lokal Mulai 2029, MK: Agar Fokus dan Tak Tambah Beban Kerja

24 Daerah Laksanakan Pemungutan Suara Ulang Pada Agustus 2025

KPU Minta Jeda Waktu Pilkada Jangan Sampai Bikin Panitia Pemilu 'Enggak Bisa Napas'

Cabup Pilkada Boven Digul Nomor Urut 3 Diganti, Coblos Ulang 6 Agustus Anggaran Rp 21,2 M

MK Tidak Terima Gugatan Sengketa Hasil Rekapitulasi Ulang Pilkada Kabupaten Puncak Jaya 2024
