Pengamat Sebut Independensi MK Dipertaruhkan Terkait Gugatan Sistem Pemilu yang Bergulir


Ilustrasi kotak suara. Foto: Thor Deichmann/Pixabay
MerahPutih.com - Isu soal sistem Pemilu 2024 kini tengah menjadi kontroversi. Pengamat Politik Ray Rangkuti menilai, wacana yang diusulkan untuk memberlakukan sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024 merupakan bentuk dari kemunduran demokrasi.
Menurutnya, dorongan untuk mengubah sistem ini cenderung menunjukkan bahwa ingin mengembalikan skema kepemimpinan sebelum reformasi.
Baca Juga:
Tanggapan JK Terkait Sistem Pemilu Menjadi Proporsional Tertutup
"Ide reformasi terkesan stop dan seolah menarik kembali ke era sebelum reformasi, seperti zaman Orde Baru,"kata Ray kepada wartawan yang dikutip di Jakarta, Selasa (10/1).
Ray melanjutkan, pertemuan delapan elit partai politik seperti Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, PKS, PAN dan PPP sudah sangat tepat dalam menolak wacana tersebut.
Pertemuan ini juga sebagai bentuk perlawanan dan peringatan, agar kelompok tertentu tidak seenaknya ingin mengubah sistem.
Kendati sejumlah alasan dipaparkan, seperti membawa dampak liberalisasi politik, mendorong proses kaderisasi di internal parpol, meminimalisir kecurangan pemilu dan mengurangi beban biaya pemilu secara signifikan.
“Substansinya apa yang diperjuangkan delapan parpol ini tepat dan dalam survey terakhir juga menyatakan, lebih dari 70 persen masyarakat kita tetap ingin sistem proporsional terbuka,” sambung Ray yang juga Direktur Lingkar Madani Indonesia ini.
Menyikapi adanya pengajuan uji materi atau judicial review terhadap Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 168 Ayat 2 Undang-undang tentang Pemilu, mengenai sistem proporsional terbuka yang telah diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK), diakui Ray menimbulkan kekhawatiran semua pihak.
Baca Juga:
Keunggulan Pemilu Proporsional Terbuka Dibandingkan Proporsional Tertutup
Apalagi dinilainya saat ini, independensi MK tengah dipertanyakan seiring banyaknya kontroversi yang ditimbulkan karena seolah-olah selalu mengamini keinginan penguasa.
Sehingga pertemuan delapan parpol tersebut menurutnya sebagai sinyal bentuk keresahan dan penolakan mereka, agar wacana tersebut tidak dipenuhi.
“Saya kira partai punya bacaan itu punya kekhawatiran di MK tidak se-independen yang dibayangkan,” imbuh Ray.
Sekedar informasi, sejumlah partai politik (parpol) yang ada di parlemen, minus PDIP, menyatakan penolakan terhadap sistem proporsional tertutup pada Minggu (8/1).
Delapan parpol parlemen sepakat bahwa sistem proporsional tertutup adalah sebuah langkah mundur dalam perjalanan demokrasi di Indonesia.
Saat ini, sistem perpolitikan Indonesia menerapkan sistem proporsional terbuka yang dimulai sejak pemilu 2009, 2014 dan 2019, yakni rakyat mencoblos individu calon legislatif (Caleg) dari masing-masing parpol.
Sementara dalam sistem proporsional tertutup, masyarakat hanya mencoblos partai dan caleg ditentukan oleh parpol. (Knu)
Baca Juga:
Sistem Proporsional Tertutup Wujud Kemunduran Demokrasi Pemilu
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
KPK Wanti-Wanti Potensi Korupsi di Balik Rangkap Jabatan Pejabat Negara

KPK Desak Pemerintah Patuhi Putusan MK Soal Rangkap Jabatan

Palu Hakim MK Siap Diketuk: Keputusan Krusial Mengenai Uji Formil UU TNI dan UU BUMN Diputus Hari Ini

KPU Batalkan Aturan Kerahasiaan 16 Dokumen Syarat Capres-Cawapres, Termasuk Soal Ijazah

KPU Tutup Akses Dokumen Capres-Cawapres, DPR Ibaratkan Beli Kucing dalam Karung

KPU Tepis Rumor Penyembunyian Ijazah Sengaja untuk Lindungi Capres/Cawapres

16 Dokumen Syarat Pendaftaran Capres-Wawapres Tertutup Bagi Publik, Termasuk Fotokopi Ijazah

Golkar Usulkan Perubahan Sistem Pemilu, Ingin Lahirkan Budaya Politik Baru

Iwakum Ajukan Judicial Review, Ketua AJI: Penting Ingatkan Negara soal Kewajiban Lindungi Jurnalis

Politik Thailand Kembali Bergejolak, PM Sementara Ajukan Pembubaran Parlemen dan Pemilu Baru
