Penerbitan SKB 11 Menteri Soal Radikalisme Dianggap Tak Perlu


Tampilan potal aduan ASN, aduanasn.id, resmi diluncurkan di Jakarta, Selasa (12/11/2019). (ANTARA/Arindra Meodia)
MerahPutih.com - Pengamat politik Ray Rangkuti menilai, penerbitan surat keputusan bersama (SKB) 11 menteri soal radiakalisme tak mendesak. Sudah ada larangan di undang-undang terkait ujaran kebencian kepada bangsa dan negara.
"Ini menurut saya tidak perlu-perlu amat. Pertama kan yang diatur sebenarnya sudah diatur. Jangankan kepada bangsa dan negara, ujaran kebencian kepada siapa pun oleh siapa pun itu tidak boleh," ujar Ray dalam sebuah diskusi di kawasan Jakarta Pusat, Sabtu (30/11).
Baca Juga:
SKB 11 Instansi soal Larangan Radikalisme ASN Dianggap Kesewenangan Negara
Menurutnya, penerbitan SKB 11 menteri bakal tumpang tindih dengan aturan yang berlaku di dalam Undang-Undang ASN. Seharusnya, kata dia, sudah menjadi penilaian dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) pada ASN yang melanggar.
"Justru menurut saya KASN ini harusnya ada di luar SKB itu. Sebetulnya ini justru agak melenceng dengan UU ASN kita. Sebab penilaiannya kan ada KASN," ucap dia.

Ia kemudian mencontohkan ASN tidak melakukan pelayanan dengan baik, harusnya bisa dilaporkan ke KASN, sebab bukan tindak pidana. Kemudian terkait ujian kebencian dan tidak netral, harusnya KASN yang bisa menangani laporan adanya kode etik yang dilakukan ASN.
"Penilaiannya ini tinggal adukan ke KASN. Kalau terkait ujaran kebencian, pandangan, sikap yang dianggap tidak netral, bagaimana mengatasi ini ya lagi-lagi adukan ke KASN," kata dia.
Ray mengatakan, model ASN saat ini sangat berbeda dengan zaman Orde Baru. Karena itu, jika ada ASN yang melanggar UU, Pancasila, UUD 1945 seharusnya dilaporkan ke polisi, bukan menerbitkan SKB 11 Menteri
"Buat apa ke SKB? Kalau melanggar etik bawa ke KASN. Yang saya khawatirkan itu malah diutamakan soal ujaran kebencian kepada pemerintah saja. Dikasuskan, dipanggil polisi bolak-balik, kasusnya sih mungkin dibiarkan saja, tapi dipanggil polisi saja sudah mengerikan," katanya.
Sementara, Komisioner Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Arie Budhiman melihat keberadaan SKB 11 menteri merupakan hasil pemikiran bersama.
"Terkait (kekhawatiran) SOP ini, kita lihat bagaimana tokoh-tokoh memberikan saran-saran yang konstruktif," tutur Arie.
Menurut Arie, ada empat perspektif dari lahirnya SKB 11 menteri ini. Pertama adalah tentang platform ASN yakni prinsip dasar ASN. Hal itu diatur sesuai undang-undang terkait nilai dasar, kode etik, dan perilaku.
"Yang teratas itu memegang teguh ideologi Pancasila. Jadi ini final. Sehingga ASN harus loyal, punya komitmen tinggi memegang kode etik ini," jelas dia.
Baca Juga:
Aksi Intoleransi Semakin Marak, PSI Dorong Penghapusan SKB Tiga Menteri
Yang kedua adalah perspektif cara pandang preventif atau pencegahan. Latar belakang pencegahan itu haruslah bukan hal yang menjadikan reaksi berlebihan, melainkan sebagai bentuk kepedulian.

"Mari kita lihat eskalasi pertumbuhan radikalisme. Setara Institute sudah melakukan riset, ada hasilnya, meski kadarnya tadi dibilang debateble. Kalau kita lihat, setiap hari kita diserbu tsunami informasi radikalisme, di genggaman setiap ASN itu selalu ada. Mungkin bahkan ratusan ribu pesan-pesan. Kita menghadapi multiadsense, secara preventif memang harus dicegah," kata Arie.
Ketiga, lanjutnya, KASN sesuai fungsinya berusaha melindungi 4,2 juta ASN di seluruh Indonesia. Dengan rentang skala yang luas itu, maka diperlukan instrumen pembantu perlindungan ASN dari paham radikalisme.
Kemudian yang keempat, KASN sebagai penjaga netralitas pemerintah dalam menghadapi problem yang berkaitan dengan ASN.
"Jadi SMB ini cara pandang rumah tangga kami itu menjadi instrumen preventif mitigasi ideologi radikal dan juga merupakan respons pemerintah yang ingin menjaga ASN ini. Maka kita sampaikan tadi, ASN harus profesional. Lakukan pelayanan publik yang tidak hanya baik, tapi harus berintegritas," ujar Arie. (Knu)
Baca Juga:
Lagi, Pembubaran Diskusi Warga Ahmadiyah, Setara Institute Minta Pemerintah Cabut SKB
Bagikan
Berita Terkait
Isi Konten Radikal Remaja Anggota ISIS di Gowa Terungkap, Aktif Sebarkan Propaganda

Menteri Agama sebut Paham Radikal Susah Menyebar di Indonesia karena Pengaruh Budaya Maritim dan Heterogen

Operasi Madago Raya Sulteng Temukan 4 Bom Rakitan dan Ratusan Amunisi

Penyebaran Radikal di Depan Mata, Semua Orang Bisa Direkrut ke Jaringan Teror

Muhammadiyah Sebut Kontrol Tempat Ibadah oleh Pemerintah Picu Dampak Negatif

Mafindo Imbau Masyarakat Hindari Radikalisasi di Medsos

ASN DKI Diharapkan Terhindar dari Paham Radikalisme Jelang Pemilu 2024

BNPT Sebut Ada Potensi Munculnya Kelompok Radikal di Pemilu 2024

Perempuan Mencoba Terobos Istana Bukti Radikalisme Masih Ada
