Peneliti Paparkan Kesalahan Fundamental Dalam Revisi UU KPK


Peneliti hukum dari The Indonesian Institute Muhammad Aulia Y Guzasiah (Foto: theindonesianinstitute.com)
MerahPutih.Com - Salah satu hal penting dalam revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yakni menempatkan KPK sebagai bagian dari lembaga eksekutif.
Menurut peneliti hukum dari The Indonesian Institute Muhammad Aulia Y Guzasiah hal itu menyalahi aturan.
Baca Juga:
KPK Kirim Surat ke Presiden Jokowi Terkait Revisi UU KPK Besok Pagi
"Adanya poin kesepakatan untuk mendudukkan KPK pada cabang eksekutif, ini secara hukum ketatanegaraan tentunya ngawur," ujar Aulia di Jakarta, Kamis (5/9).

Terlepas dari putusan MK sebelumnya, dia meyakini kesepakatan DPR menjadikan KPK sebagai bagian dalam cabang eksekutif itu tidak muncul dari kajian akademik yang mendalam.
"Sebab entah sudah berapa banyak lembar ilmiah yang dikeluarkan oleh sarjana hukum tata negara bahwa kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) itu merupakan lembaga negara independen yang kedudukannya tidak dapat digolongkan begitu ke dalam trias politika klasik," katanya.
Pemerhati masalah hukum publik ini pun mempertanyakan alasan DPR mengetuk dan menyetujui secara bulat untuk segera merevisi UU KPK dan menjadikannya RUU inisiatif yang pembahasannya dikebut sebelum menjelang masa jabatan DPR periode 2014-2019 habis pada 30 September mendatang.
Hal ini menimbulkan dugaan dan prasangka adanya permufakatan jahat yang akan dilakukan secara tersistematis.
“Pasalnya di antara segala problematika masyarakat yang ada, seperti darurat penipuan dan penyalahgunaan data pribadi serta kian bertambahnya korban-korban pelecehan dan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak, mengapa harus UU KPK yang mendapatkan suara bulat untuk segera dikebut pembahasan serta pengesahannya menjelang akhir September ini," ujar dia.
Kesepakatan atas revisi ini, lanjut Aulia, tidak dapat dilepaskan dari dugaan potensi penyalahgunaan hak angket demi menghambat agenda pemberantasan korupsi.
Baca Juga:
Agus Rahardjo Beberkan 9 Poin Draf Revisi UU KPK yang Berisiko Lumpuhkan KPK
Menurut Aulia sebagaimana dilansir Antara, presiden sudah tidak lagi memiliki waktu dan alasan untuk terus berpangku tangan melihat pemangkasan serta eksistensi KPK.
“Saya kira, saat ini diam tidak lagi bermakna emas. Presiden sudah harus bertindak dan bersuara, juga sembari segera meninjau kembali nama-nama capim yang segera diserahkan ke DPR. Langkah ini perlu ditempuh dan harus, jika masih menginginkan selamatnya masa depan Indonesia dan agenda pemberantasan korupsi," pungkas Muhammad Aulia Y Guzasiah.(*)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
Sekolah Rakyat Diharap Jadi Solusi Utama Pemerintah untuk Memutus Rantai Kemiskinan dan Mengurangi Angka Putus Sekolah

Pekerja Migran Perlu Regulasi dan Pembekalan Pengetahuan Sebelum Dikirim ke Luar Negeri

Fraksi Gerindra Bantah Rahayu Saraswati Mundur dari DPR untuk Jadi Menpora

Puan Maharani Mendorong Pemerintah untuk Fokus pada Pemulihan Ekonomi Masyarakat Kecil di Bali

Fraksi Partai Gerindra DPR RI Nonaktifkan Rahayu Saraswati Buntut Ucapan Sakiti Banyak Pihak

Tak Dihilangkan, Gaji dan Tunjangan Guru Justru Diperluas dalam Draf RUU Sisdiknas untuk Kualitas Pendidikan

Kemenhub Diharap Bisa Maksimalkan Anggaran untuk Prioritaskan Aspek Keselamatan Hingga Sektor Pelayaran

Polemik RUU PPRT, DPR Soroti Ketidakjelasan Strategi Pemerintah dalam Menyiapkan Standar Kompetensi dan Pendidikan Bagi PRT

Pemerintah Diminta Jelaskan Strategi di Balik Rencana Penghapusan Utang UMKM dan Defisit RAPBN 2026

Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa Diminta Lakukan Lima Langkah Strategis untuk Jawab Tuntutan Demonstran dan Keresahan Publik
