Pemerintah Tolak Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping Impor Benang Filamen Sintetis Asal China
Aktivitas bongkar muat kontainer berlangsung di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (16/9/2022). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
MerahPutih.com - Pemerintah memutuskan untuk tidak memproses lebih lanjut rekomendasi Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) mengenai pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) atas impor benang filamen sintetis tertentu asal China.
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso (Busan) mengungkapkan, keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional secara menyeluruh, serta masukan dari para pemangku kepentingan terkait.
"Kapasitas produksi nasional belum mampu memenuhi kebutuhan industri pengguna dalam negeri. Sebagian besar produsen benang filamen sintetis tertentu memproduksi untuk dipakai sendiri," ucap Busan pada Kamis, (19/6).
Sebelumnya, penyelidikan atas dugaan praktik dumping produk tersebut dilakukan oleh KADI sejak 12 September 2023, atas permohonan Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) yang mewakili PT Asia Pacific Fibers. dan PT Indorama Synthetics.
Produk yang diselidiki mencakup benang filamen sintetis tertentu dengan klasifikasi HS 5402.33.10; 5402.33.90; 5402.46.10; dan 5402.46.90 dalam Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) 2022. Produk ini terdiri atas dua jenis yakni partially oriented yarn (POY) dan drawn textured yarn (DTY).
Baca juga:
Busan melanjutkan, pertimbangan lainnya, sektor hulu industri TPT saat ini telah dikenakan trade remedies, seperti Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 46 Tahun 2023.
Selain itu, BMAD untuk produk polyester staple fiber dari India, China, dan Taiwan berdasarkan PMK No. 176 Tahun 2022. Jika BMAD atas benang filamen sintetis tertentu tetap diberlakukan, maka akan meningkatkan biaya produksi dan menurunkan daya saing sektor hilir.
"Sektor industri TPT baik hulu maupun hilir sedang menghadapi tekanan akibat dinamika geoekonomi-politik global, pengenaan tarif resiprokal dari Amerika Serikat, dan penutupan beberapa industri," tambah Mendag Busan.
Busan juga menyoroti kontribusi industri TPT terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang mengalami penurunan sebesar 1,1 persen pada 2024 dari 1,3 persen pada 2019, terutama akibat dampak pandemi COVID-19.
Keputusan ini juga merupakan hasil dari koordinasi lintas kementerian. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Menteri Perindustrian yang memberikan masukan agar pengenaan BMAD ditinjau kembali.
Baca juga:
Selain itu, Komite Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan perwakilan industri terdampak turut menyampaikan pandangan yang menjadi pertimbangan keputusan ini.
"Pemerintah berkomitmen menjaga keseimbangan antara perlindungan industri dalam negeri dan kebutuhan akan bahan baku yang kompetitif bagi sektor hilir, demi menjaga kelangsungan dan daya saing industri nasional secara menyeluruh," tegas Busan. (Asp)
Bagikan
Asropih
Berita Terkait
Presiden Perintahkan Menteri UMKM Siapkan Produk Substitusi Bagi Pelaku Usaha Thrifting
Bareskrim Polri Bersiap Tindak Importir Baju Bekas
Kemenag Tetapkan Harga Referensi CPO dan Biji Kakao Periode November 2025
Dukung Penuh Menkeu Purbaya Larang Impor Pakaian Bekas, DPR: Jadi Angin Segar bagi Industri Tekstil Nasional
Bukukan Transaksi Rp 161 M, Pangan Nusa Expo 2025 Cetak Rekor Tertinggi dalam 19 Tahun
Australia Cabut Bea Masuk Anti-Dumping Kaca Apung Bening Indonesia, Ekspor Melejit
Kakao Jawara Ekspor Nonmigas Indonesia, Melonjak Sampai 86,5%
KPPI Hentikan Penyelidikan Perpanjangan Safeguard Impor Pakaian dan Aksesori
Indonesia Ekspor Produk Olahan Susu ke Malaysia dan Filipina, Nilainya Capai Rp 1,7 M
Raker Mendag dengan Komisi VI DPR Bahas Tata Niaga Komoditas Gula Nasional