Pelibatan Militer di Sejumlah Kegiatan Sipil Bisa Berdampak Buruk Bagi Publik


Direktur Imparsial Al Araf. (Foto: imparsial.org)
MerahPutih.Com - Direktur Imparsial, Al Araf mengatakan, pelibatan militer di berbagai instansi dan lembaga pemerintahan sangat terkadang menyalahi aturan sebagaimana diatur dalam UU TNI.
Menurut Al Araf, pelibatan militer dalam operasi militer selain perang (OMSP) banyak yang tidak melalui keputusan politik negara.
Baca Juga:
SETARA Institute: Pelibatan TNI Berantas Terorisme Tidak Tepat
"Tetapi melalui MoU dan aturan parsial lainnya," ujarnya kepada wartawan yang dikutip di Jakarta, Selasa (24/12).
Ia menyebut, pelibatan perbantuan militer yang salah yaitu dalam kerangka menjaga keamanan pilkada atau pemilu.
Hal itu justru berpotensi menarik militer untuk terlibat dalam kegiatan politik praktis itu sendiri.

Al Araf menambahkan, di masa Orde Baru, militer memiliki fungsi penting dalam menjaga dan mempertahankan keamanan negara dari berbagai potensi pemberontakan yang terjadi di dalam negeri.
Namun, peran militer bergeser signifikan ketika Orde Baru, dimana pada saat itu dwi fungsi militer terjadi dan ABRI ditarik ke ranah politik.
Di masa awal reformasi, peran militer mulai dikurangi cukup signifikan. Militer hanya dilibatkan pada sejumlah konflik yang terjadi di beberapa wilayah untuk menjaga keamanan. Meski demikian, peran sipil cukup dominan.
Di sisi lain, otoritas sipil juga terkesan membiarkan praktik tugas perbantuan dalam kerangka OMSP yang menyalahi aturan seperti kasus MOU TNI dan kasus lainnya. Disinilah pengawasan parlemen dan pemerintah kian lemah.
Menurut Al Araf, perbantuan militer yang parsial menimbulkan ketidaktaatan dalam penggunaan dan pengalokasian anggaran. Pemerintah sipil di daerah malah terkadang menarik militer untuk menjaga keamanan yang tidak sesuai UU.
"Juga termasuk perbantuan militer dalam kerangka menjaga Pilkada atau pemilu terkadang dapat menarik militer untuk terlibat dalam kegiatan politik praktis.
Karena itulah, saat ini memang sangat diperlukan peraturan yang ideal dalam tugas perbantuan militer.
Baca Juga:
Pelibatan TNI dalam RUU Anti-Terorisme Dinilai Langkah Mundur Reformasi
Salah satu penekanannya adalah harus dilakukan dalam situasi darurat, permintaan institusi sipil, keputusan otoritas sipil, dan adanya landasan legal.
"Secara terperinci kita membutuhkan regulasi yang baik terkait perbantuan militer," pungkasnya.(Knu)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
TNI Diminta Jalin Komunikasi dengan Ferry Irwandi, Yusril: Pidana Adalah Jalan Terakhir

Mengenal Sosok Sjafrie Sjamsoeddin, Menko Polkam Baru Pengganti Budi Gunawan yang Pernah jadi ‘Tameng Hidup’ Presiden Kedua RI Soeharto

Beda Saat Tahun 1998, Pam Swakarsa Versi Terkini Dinilai Tidak Akan Mengandung Unsur Politis yang Merugikan Publik

DPR RI Minta Keseriusan Pemerintah dalam Pembinaan Prajurit, TB Hasanuddin Ingatkan Kualitas Prajurit TNI Menentukan Kekuatan Pertahanan

Panglima TNI Tunjuk Letjen Saleh Mustaf Jadi Wakil KSAD dan Ganti 3 Panglima Daerah

Perwira Muda Lulusan Akmil Diduga Otak Penganiayaan Prada Lucky hingga Tewas, DPR: Panglima TNI Harus Beri Petunjuk Hubungan Sehat Senior-Junior

Dicetuskan Dudung, Proyek Rumah Prajurit TNI AD Mangkrak, Komisi I DPR Akan Panggil Panglima TNI atau KSAD

Menko Polkam Budi Gunawan Awasi Pengusutan Kematian Prada Lucky, Janji Transparan

Indentitas Tersangka Perwira yang Izinkan 'Pembinaan' ke Prada Lucky Masih Dirahasiakan

Enam Kodam Baru TNI AD Siap Beroperasi dengan Kekuatan Penuh, Markasnya Hampir Rampung Akhir 2025
