Ombudsman Soroti Minimnya Partisipasi Pekerja soal Aturan JHT


Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan. Foto: ANTARA
MerahPutih.com - Ombudsman RI buka suara terkait polemik Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 yang mengatur pencairan 100 persen Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan saat usia 56 tahun.
Anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng mendukung agar Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziah merevisi beleid tersebut. Sebab, penyusunan aturan tersebut dinilai kurang melibatkan pekerja atau buruh selaku stakeholder.
Baca Juga
Aturan JHT Tak Dicabut, Kelompok Buruh Ancam Demo Besar-besaran
“Partipasi para pihak itu berintikan tiga hak prosedural berikut. Satu, diundang dan didengar (right to be heard), kedua hak untuk dipertimbangkan pendapatnya (right to be considered), dan untuk memperoleh jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained). Dari komunikasi dengan pekerja/buruh dan serikat organisasi mereka, partisipasi yang ada tidak bermakna (meaningful participation), masih sebatas formalitas dan terbatas cakupannya,” kata Robert dalam keterangannya, Selasa (22/2).
Robert mengakui, landasan filosofis dan yuridis Permenaker 2/2022 relatif kuat serta ideal. Namun, menurutnya, aturan tersebut kurang memfasilitasi nasib pekerja yang dihantui dengan situasi pasca PHK.
"Jelas, pekerja mengalami tekanan PHK, kenaikan UMP yang tertahan tahun ini, serta inflasi yang menggerus daya beli pekerja di tengah minimnya tabungan nyata yang ada," ujarnya.
Robert memandang, keputusan pemerintah dengan menghadirkan alternatif program melalui Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) tidak sepenuhnya tepat.
Baca Juga
Pasalnya, kata dia, JKP terbatas hanya mencakup pekerja formal yang terkena PHK dengan masa iuran tertentu. Sementara, program tersebut belum sepenuhnya menyentuh sektor pekerja informal, pekerja yang kontraknya habis, hingga pekerja yang mengundurkan diri.
"Bagaimana dengan pekerja informal, bagaimana dengan pekerja yang habis masa kontrak, mengundurkan diri dan sebagainya, ini tidak bisa mengakses manfaat JKP. Belum lagi kalau kita bicara soal prosedur administrasi klaim manfaatnya paling lambat tiga bulan sesudah PHK, kalau tidak akan hangus," imbuhnya.
Di sisi lain, Robert juga menyarankan agar masa transisi Permenaker 2/2022 diperpanjang dari semula tiga bulan menjadi satu atau dua tahun.
Rentang penundaan itu, dinilai dia, perlu dilakukan karena pekerja tidak bisa seketika menerima manfaat JKP apabila belum memenuhi syarat masa iuran paling sedikit 12 bulan dalam 24 bulan dan telah membayar iuran paling singkat enam bulan berturut-turut sebelum PHK.
“Jadi revisi atas kebijakan baru soal JHT itu bukan menyangkut filosofinya sebagai instrumen perlindungan jangka panjang, tabungan hari tua, tapi hanya terkait masa transisi pemberlakuan dari tiga bulan (Mei 2022, sesuai Pasal 15 Permenaker Nomor 2 tahun 2022) menjadi setahun. Kita tetap mesti konsisten menata sistem SJSN secara menyeluruh, strategi transisi atas JHT ini merupakan pilihan tindakan taktis sementara,” pungkasnya. (Pon)
Baca Juga
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Wamenaker Immanuel Ebenezer Ditangkap KPK, Diduga Lakukan Pemerasan

Tom Lembong Adukan Auditor BPKP ke Ombudsman, Ingin Evaluasi Hasil Audit Kerugian di Kasus Impor Gula

DPR Desak Mendes Batalkan Pemecatan Ribuan Pendamping Desa Patuhi Putusan Ombudsman

Menteri Ketenagakerjaan Yassierli Resmi Hapus Batas Usia dan Diskriminasi Proses Rekrutmen Tenaga Kerja

Ombudsman Sebut Badai Anggaran Hantam Program Makan Bergizi Gratis

Raker Menteri Ketenagakerjaan Yassierli dengan Komisi IX DPR Bahas Permasalahan PHK Sektor Industri

Ombudsman Minta Pemerintah Beri Kepastian Pengangkatan CASN 2024 Secara Hukum

Pencairan Dana JHT 8.371 Karyawan PT Sritex yang Kena PHK, BPJS Ketenagakerjaan Gelontorkan Rp 125 Miliar

Buruh Korban PHK Sritex Mulai Urus Berkas Pencairan JHT, Sehari Dijatah 1.000 Orang

Menaker Sebut Eks Pekerja PT Sritex Akan Dipekerjakan dalam 2 Pekan
