Nikmati Proses, Kunci Hadapi Quarter Life Crisis
Adriana Dewi Riani dalam sesi webinar. (Foto: screenshot)
DI umur 20 sampai 30-an, kamu mungkin lagi merasakan yang namanya jenuh karena pekerjaan, pasangan hidup, finansial, overthinking, sampai memikirkan masa depan. Hampir semua orang pasti pernah mengalami fase quarter life crisis, terlebih mereka yang harus hidup mandiri dan tinggal jauh dari orang tua.
Di usia tersebut banyak perubahan terjadi akibat peralihan dari masa remaja menuju kehidupan dewasa yang sesungguhnya. Kamu tidak bisa lagi bergantung pada orang tua maupun teman-teman terdekat karena semua keputusan dalam hidup yang diambil harus berdasarkan diri sendiri.
Psikolog Klinis Dewasa Adriana Dewi Riani, M.Psi mengatakan, ada beberapa tanda yang bisa seseorang mengalami fase quarter life crisis, yakni kehilangan arah dalam aspek hidup, mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan, kurang motivasi, merasa bingung, dan merasa takut tertinggal dari orang lain.
Baca juga:
Cara Menghindari Jerat Quarter Life Crisis
“Sebenarnya masa kini adalah sesuatu yang bisa kita kendalikan. Kita tidak tahu kan bagaimana besok itu seperti apa. Jadi tergantung sama diri sendiri, kita mau fokusnya kemana nih? Jadi fokus sama apa yang bisa kendalikan, yakni mindset kita sendiri,” kata Adriana dalam webinar Quarter Life Crisis Sebuah Fase Dalam Kehidupan Gen Z, Sabtu (15/1).
Alumni Universitas Katolik Atma Jaya ini juga menekankan bahwa kunci menghadapi quarter life crisis adalah menikmati proses. Setiap orang tentu punya trek atau jalannya masing-masing, jadi tetap fokus ke diri sendiri, bukan perjalanan orang lain.
Baca juga:
Nikmati proses dalam setiap rintangan. (Foto: Unsplash/Eli DeFaria)
Salah satu faktor yang membuat krisis seseorang bertambah adalah media sosial. Ketika melihat status, foto, video, atau story orang lain, sering kali kita merasa hidup mereka satu langkah lebih maju dibandingkan kita. Alhasil, muncul rasa iri dan insecure yang akhirnya berdampak pada psikis seseorang.
“Apa yang ditampilkan di media sosial itu pasti yang sifatnya bagus dan positif. Demi kesehatan mental, enggak masalah kalau kamu ingin unfollow, mute, atau bahkan block orang lain. Jangan takut dibilang seperti anak kecil. Media sosial juga punya kamu, dan kamu sendiri yang tahu apa yang kamu lakukan,” kata Adriana.
“Ketika kita sedang jenuh, ingat kenapa kita dulu ingin memulainya. Cari juga motivasi biar bikin lebih semangat, misalnya nonton film,” tutupnya. (and)
Baca juga:
Bagikan
Andreas Pranatalta
Berita Terkait
2 Juta Anak Alami Gangguan Kesehatan Mental, Kemenkes Buka Layanan healing 119.id Cegah Potensi Bunuh Diri
Hasil Cek Kesehatan Gratis: 2 Juta Anak Indonesia Alami Gangguan Kesehatan Mental
Ibu Negara Prancis Brigitte Macron Disebut Kena Gangguan Kecemasan karena Dituduh sebagai Laki-Laki
Self-Care Menjadi Ruang Ekspresi dan Refleksi bagi Perempuan, Penting untuk Jaga Kesehatan Mental
The Everyday Escape, 15 Menit Bergerak untuk Tingkatkan Suasana Hati
Smart Posyandu Difokuskan untuk Kesehatan Jiwa Ibu setelah Melahirkan
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Menyembuhkan Luka Batin lewat Kuas dan Warna: Pelarian Artscape Hadirkan Ruang Aman untuk Gen Z Hadapi Stres
Mengenal Burnout yang Diduga Pemicu Diplomat Arya Daru Pangayunan Mengakhiri Hidupnya, ini Cara Mengatasinya
Bukan Sekadar Mood Swing Biasa! Ini Beda Bipolar dan Depresi yang Wajib Diketahui