Muncul Desakan UU Cipta Kerja Dibatalkan, Hakim MK Beri Penjelasan

Suasana sidang putusan gugatan UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja yang diajukan kelompok buruh di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (25/11/2021). ANTARA FOTO/Rivan A Lingga
MerahPutih.com - Desakan agar Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan UU Cipta Kerja terus bergulir. Salah satunya dari Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari.
Feri menilai, jika UU Cipta Kerja dianggap menyalahi ketentuan konstitusi dan UU 12 tahun 2011, mengapa MK tidak membatalkan dari sekarang agar pembuat UU memperbaiki. Kekosongan hukum tidak mungkin terjadi karena MK dapat memberlakukan peraturan yang lama.
Majelis hakim Mahkamah Konstitusi tidak serta merta bisa membatalkan UU Cipta Kerja. Majelis memiliki berbagai pertimbangan untuk tidak membatalkan UU Cipta Kerja secara mendadak meskipun telah dinyatakan cacat formil.
Baca Juga:
UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat, Aturan Upah Minimum Tetap Berlaku
“Mahkamah Konstitusi punya pertimbangan sendiri. Jangan mendadaklah. Harus ada peralihan, harus ada transisi, dan sebagainya. Kalau ada orang berdebat, ya silahkan,” kata Hakim konstitusi MK, Saldi Isra.
Hal itu dikatakan Saldi ketika menjadi pemberi materi dalam kuliah umum bertajuk “Peran dan Tantangan Mahkamah Konstitusi dalam Mewujudkan Hukum dan Politik Demokratis” yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi, Jumat (3/12).
Ia menilai, membatalkan UU Cipta Kerja secara mendadak, dalam hal ini setelah menemukan adanya cacat dalam proses pembentukan, dapat memberi implikasi yang begitu besar bagi tatanan hukum di Indonesia. UU Cipta Kerja telah memiliki berbagai peraturan turunan yang berlaku dan menjadi acuan bagi nyaris seluruh elemen masyarakat.
Baca Juga:
Jokowi Ajukan Revisi UU Cipta Kerja di Prolegnas Prioritas 2022
Berdasarkan konstitusi, proses pembentukan UU Cipta Kerja tidak berdasarkan pada UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, tidak memenuhi azas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, tidak melibatkan partisipasi publik yang luas, serta norma yang telah ditetapkan bersama oleh DPR dan Pemerintah mengalami perubahan dan pergantian ketika melalui tahap perundangan.
“Satu saja terbukti, itu cacat formil. Ini sudah empat. Agak berat nich kerja pemerintah dan DPR untuk merevisi undang-undang ini, karena dia harus mengoreksi empat yang dinyatakan keliru oleh Mahkamah Konstitusi,” ucapnya.
Oleh karena itu, majelis hakim memberikan waktu selama dua tahun untuk memperbaiki UUg Cipta Kerja. Perbaikan tersebut tidak hanya dengan melakukan revisi terhadap UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, tetapi juga dengan melibatkan partisipasi publik yang lebih tinggi dalam pembentukan UU Cipta Kerja.
“Nanti khan UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan akan diperbaiki, bisa juga di dalam undang-undang itu dijelaskan bagaimana partisipasi publik itu dilaksanakan,” ujar dia.
Baca Juga:
UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat, Jokowi: Seluruh Materi dan Substansi Tetap Berlaku
Ia juga menjelaskan bahwa, di dalam putusan Mahkamah Konstitusi, terdapat signal implisit untuk para pembentuk undang-undang, yakni DPR dan pemerintah, agar kembali melihat substansi dari undang-undang tersebut.
“Kami (majelis hakim) berharap, pembentuk undang-undang, yaitu pemerintah dan DPR, bisa tenang-tenang membaca putusan Mahkamah Konstitusi. Makanya diberi waktu yang cukup,” kata dia. (Pon)
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Imunitas Jaksa Dibatasi oleh Putusan MK, Kejagung Janji Lebih Berintegritas

Putusan MK 'Paksa' Revisi UU ASN, DPR Tegaskan Perlunya Pembentukan Lembaga Independen Baru untuk Awasi Sistem Merit

Istana Pelajari Putusan Mahkamah Konstitusi Soal Pembentukan Lembaga Pengawas ASN, Diklaim Sejalan Dengan Pemerintah

Komisi Kejaksaan Hormati Putusan MK soal Pembatasan Imunitas Jaksa

MK Batasi Imunitas Kejaksaan: Pemeriksaan Hingga OTT Jaksa Tidak Perlu Izin Jaksa Agung

MK Wajibkan Pemerintah Bentuk Lembaga Independen Awasi ASN, Tenggat Waktunya 2 Tahun

Pemerintah Salahkan Undang-Undang Cipta Kerja Bikin Mudahnya Alih Fungsi Lahan di Bali

Rumus Kenaikan UMP 2026 Ditargetkan Kelar November, Pemerintah Bakal Merujuk Putusan MK 168

Hakim MK tak Setuju Pemerintah Sebut JR UU Pers Beri Kekebalan Hukum Absolut bagi Wartawan

Sidang Uji Materiil UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers di Mahkamah Konstitusi
