MK Hapus Pasal-Pasal Sebar Hoaks yang Dipakai Luhut Pidanakan Haris Azhar Cs


Haris Azhar dan Fatia Maulidayanti beserta kuasa hukum merayakan putusan bebas di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (8/1/2023) ANTARA/Lifia Mawaddah Putri
MerahPutih.com - Mahkamah Konstitusi (MK) RI mengabulkan sebagian gugatan uji materi dengan pemohon Haris Azhar dan Fatiah Maulidiyanty, serta menghapus Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana perihal penyebaran berita bohong atau hoaks.
Pasal-pasal yang dihapus itu sebelumnya sempat digunakan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan untuk menjerat keduanya, tetapi akhirnya diputus bebas oleh pengadilan. Dalam kasus pencemaran nama menko Luhut itu, Haris dan Fatiah didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 Jo Pasal 45 ayat 3 UU ITE dan Pasal 14 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Baca juga:
Haris Azhar-Fatia Menang Lawan Luhut, Hakim Minta Nama Baik Keduanya Dipulihkan
"Dalam pokok permohonan, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (Berita Negara RI II Nomor 9) bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ucap Ketua MK Suhartoyo, saat membacakan amar putusan saat sidang pleno di Jakarta, Kamis (22/3).
MK berpendapat unsur "berita atau pemberitahuan bohong" dan "kabar yang tidak pasti, atau kabar yang berkelebihan" pada Pasal 14 dan Pasal 15 UU No. 1/1946 mengandung sifat ambiguitas, sehingga sulit menentukan ukuran atau parameter kebenaran suatu hal yang disampaikan masyarakat.
Menurut MK, ukuran atau parameter yang tidak jelas dalam mengeluarkan pendapat atau pemikiran, justru dapat membatasi hak setiap orang untuk berpikir, sekaligus dapat mengancam kebebasan masyarakat untuk berpendapat.
"Oleh karena itu, negara tidak boleh mengurangi kebebasan berpendapat dengan ketentuan atau syarat yang bersifat absolut bahwa yang disampaikan tersebut adalah sesuatu yang benar atau tidak bohong," kata hakim konstitusi Arsul Sani membacakan pertimbangan.
Di samping itu, MK juga menyatakan unsur "berita atau pemberitahuan bohong" dan "kabar yang tidak pasti, atau kabar yang berkelebihan" dalam Pasal 14 dan Pasal 15 UU No. 1/1946 merupakan norma yang mengandung pembatasan untuk mengeluarkan pendapat secara merdeka di ruang publik.
Baca juga:
Haris Azhar dan Fatia Dibebaskan, Amnesty : Ini Awal Baik Bagi Pembela HAM
Norma tersebut berpotensi dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk memidana pelaku yang menyebarkan berita bohong, tanpa sungguh-sungguh mengidentifikasi perbuatan pelaku. Oleh karena itu, MK berpendapat norma pada Pasal 14 dan 15 UU No. 1/1946 dapat memicu terjadinya pasal karet yang dapat menciptakan ketidakpastian hukum.
Selain itu, ketidakjelasan ukuran atau parameter yang menjadi batas bahaya juga terdapat pada unsur "onar atau keonaran" dalam pasal digugat. Menurut MK, penggunaan kata keonaran dalam Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1/1946 berpotensi menimbulkan multitafsir.
Jika dikaitkan dengan hak kebebasan berpendapat, norma tersebut bisa mengancam hak masyarakat meskipun sesungguhnya bertujuan memberikan masukan atau kritik kepada penguasa. "Yang dapat atau mungkin terjadi adalah justru penilaian yang bersifat subjektif dan berpotensi menciptakan kesewenang-wenangan," kata Arsul Sani, dilansir dari Antara.
Sejatinya, Haris dan Fatiah bersama Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) juga mengajukan dua permohonan lain, yakni menghapus Pasal 310 ayat (1) KUHP serta Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Baca juga:
Luhut Ungkap Pernah Bantu Haris Azhar Lanjutkan Kuliah ke Harvard
Terhadap permohonan Pasal 310 ayat (1) KUHP, MK memutuskan pasal tersebut inkonstitusional. MK mengubah bunyi pasal itu menjadi "barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal dengan cara lisan, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah".
Sementara itu, terkait dengan permohonan Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (3) UU ITE, MK menyatakan bahwa tidak dapat menerima karena Presiden telah mengesahkan dan mengundangkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE sehingga sebagian materi norma telah berubah, termasuk pada pasal yang digugat pemohon.
Dengan demikian, permohonan itu tidak dapat diterima MK. "Pokok permohonan para Pemohon sepanjang pengujian Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (3) UU No. 19/2016 adalah kehilangan objek," tutur Suhartoyo membacakan konklusi. (*)
Baca juga:
Bagikan
Wisnu Cipto
Berita Terkait
MK Hapus Pasal-Pasal Sebar Hoaks yang Dipakai Luhut Pidanakan Haris Azhar Cs

Haris Azhar dan Fatia Dibebaskan, Amnesty : Ini Awal Baik Bagi Pembela HAM

Haris Azhar Dituntut 4 Tahun Penjara dalam Kasus Pencemaran Nama Baik Luhut

Rocky Gerung Dicecar 70 Pertanyaan soal Dugaan Penghinaan Terhadap Jokowi

Luhut Ungkap Pernah Bantu Haris Azhar Lanjutkan Kuliah ke Harvard

Luhut Jadi Saksi, Sidang Haris Azhar dan Fatia Digabungkan

Luhut Dikabarkan Datangi Sidang Lanjutan Haris Azhar

Jaksa Beberkan Luhut Tak Terima Disebut Lord

Luhut Absen dalam Sidang Perdana Haris Azhar dan Fatia KontraS

Pengadilan Susun Dakwaan untuk Haris Azhar dan Fatia KontraS
