Lelah dengan Pandemi COVID-19 akan Memunculkan Pandemic Fatigue


Pandemic fatigue terjadi karena masyarakat jenuh. (Foto: Pixabay/geralt)
ISTILAH pandemic fatigue mulai muncul dikala sebagian masyarakat mulai jenuh untuk mengikuti protokol kesehatan di tengah pandemi COVID-19. Menurut sosiolog Universitas Indonesia (UI) Daisy Indira Yasmine, S.Sos, M.Soc, Sci pandemic fatigue terjadi karena kelelahan psikis.
Dilansir dari Antara, Senin (22/3) selama setahun masyarakat Indonesia telah berusaha beradaptasi dengan kondisi yang tercipta. Mulai dari cara bersosialisasi hingga menjaga kebersihan dan kesehatan. Namun, tak jelasnya kapan pandemi berakhir membuat sebagian masyarakat kelelahan.
Baca juga:
"Pandemic fatigue pun tidak muncul secara terus-menerus, melainkan datang dan pergi sesuai dengan pengalaman yang dirasakan seseorang dalam pandemi COVID-19," kata Daisy dalam 'Refleksi Setahun Pandemi: Masyarakat Semakin Abai atau Peduli'.

Daisy juga mengatakan jika pandemic fatigue bisa dialami oleh siapa saja. Salah satu ciri orang terkena pandemic fatigue ialah merasa sangat bosan dan cenderung pasrah dengan keadaan. Orang tersebut tak peduli lagi akan terkena COVID-19 atau tidak.
"Ada juga efek dari pandemic fatigue ini yang justru jadi stres karena tekanannya terlalu kuat untuk melakukan perubahan, terus tidak bisa menjalani hidup kemudian tidak jelas kapan akan berakhir, ini malah akan mengganggu kesehatan mentalnya akhirnya," tutur Daisy.
Baca juga:
Jangan Hanya Andalkan Vaksinasi, Perkuat Juga Daya Tahan Tubuh
Di Indonesia sendiri, banyak masyarakat yang sudah mengalami pandemic fatigue. Hal ini ditandai dengan naik turunnya kasus postifir COVID-19.

Oleh karena itu, menurut Daisy, perlu adanya regulasi yang berfokus pada manusia dan masyarakat, melakukan penelitian dan pengumpulan data agar bisa menentukan kebijakan yang tepat sasaran. Kemudian, melibatkan anggota masyarakat dan komunitas sebagai bagian dari resolusi bukan objek kebijakan.
Edukasi tentang penyebaran dan penularan COVID-19 juga sangat diperlukan. Terakhir pembuat kebijakan juga harus memahami kesulitan hidup dan dampak yang dialami anggota masyarakat, atau membuat regulasi khusus bagi mereka yang sangat terdampak. (Yni)
Baca juga:
Bagikan
Berita Terkait
Strategi Sehat Kontrol Kolesterol, Kunci Sederhana Hidup Berkualitas

Peredaran Rokok Ilegal Dinilai Mengganggu, Rugikan Negara hingga Merusak Kesehatan

Pramono Tegaskan tak Ada Peningkatan Penyakit Campak

Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian

DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong

Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat

Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular

Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran

Prabowo Janji Bikin 500 Rumah Sakit, 66 Terbangun di Pulau Tertinggal, Terdepan dan Terluar
