LaNyalla Uraikan Penyebab APBN Semakin Tak Berdaya Biayai Negara


Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. (Foto: DPD)
MerahPutih.com - Ketua DPD RI, LaNyalla Mattalitti, menilai APBN semakin tidak berdaya menanggung tugas membiayai negara. Perubahan Pasal 33 UUD 1945 akibat perubahan konstitusi pada 1999 hingga 2002 disebut sebagai penyebab.
Hal tersebut disampaikan LaNyalla saat mengisi Kuliah Umum bertema Mengembalikan Kedaulatan dan Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat, di Universitas Muhammadiyah Parepare, Sabtu (24/9).
Baca Juga:
Rayakan Idul Adha, LaNyalla Berharap Masyarakat Lebih Peduli Terhadap Ketimpangan
"Dalam UUD 1945 naskah asli, negara sangat berdaulat atas bumi air dan cabang-cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak. Tetapi sejak perubahan Konstitusi, negara dilucuti. Lahirlah puluhan Undang-Undang Privatisasi. Sehingga perekonomian dibiarkan tersusun oleh mekanisme pasar,” ujarnya.
Akibatnya, teks di dalam naskah pembukaan Konstitusi, bahwa Pemerintah Negara Indonesia berkewajiban melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan seterusnya, semakin berat dilakukan negara.
Menurut LaNyalla, akibatnya kewajiban itu dianggap sebagai subsidi. Sehingga sewaktu-waktu dapat dicabut. Hal tersebut adalah penyesatan. Karena itu tanggung jawab negara yang harus dicapai. Bukan subsidi yang bersifat pilihan.
"Dan ini akan terus terjadi. Bukan hanya menyangkut Subsidi BBM. Tetapi akan merambah ke Subsidi Listrik. Karena banyaknya ijin yang diberikan kepada swasta untuk membangun Pembangkit Listrik Swasta atau Independent Power Producer atau IPP, yang harus dan wajib dibeli oleh PLN, maka PLN mengalami over supplay listrik," katanya.
LaNyalla menilai hal ini juga yang membuat kompor gas LPG 3 kilogram akan diganti dengan program kompor listrik. Agar rakyat lebih banyak mengkonsumsi listrik yang over supplay dari pembangkit listrik milik Swasta Nasional atau Asing tersebut.
"Rakyat dipaksa untuk menolong PLN yang tekor neraca akibat dipaksa membeli listrik dari pembangkit-pembangkit milik Oligarki," katanya.
Senator asal Jawa Timur ini ragu negara dapat memajukan kesejahteraan umum dan melindungi segenap tumpah darah warga, jika hidup warganya semakin susah. Bahkan, sering terdengar orang bunuh diri karena terjerat pinjaman online dan rentenir.
LaNyalla mengatakan hal ini adalah dampak nyata dari perubahan Konstitusi tahun 1999 hingga 2002.
"Perubahan itu membuat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli yang terdiri dari 3 ayat berikut penjelasannya, telah diubah menjadi 5 ayat dan menghapus total penjelasannya," katanya.
Dampaknya, terjadi perubahan mazhab perekonomian Indonesia dari mazhab pemerataan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat, menjadi mazhab pertumbuhan ekonomi yang ekuivalen dengan pendapatan pajak dari rakyat.
Baca Juga:
Respons Putusan MK, LaNyalla Tegaskan Negara tidak Boleh Dikuasai Oligarki
"Perubahan ini sangat berdampak signifikan. Karena neraca APBN Indonesia menjadikan Pendapatan Negara dari Pajak sebagai sumber pendapatan utama negara. Sementara Penerimaan Negara Bukan Pajak, yang berasal dari pengelolaan atau penguasaan negara atas Sumber Daya Alam, justru menjadi sumber pendapatan sampingan," katanya.
LaNyalla menilai negara hanya berfungsi sebagai pemberi Ijin Usaha Pertambangan. Pemberi Ijin Konsesi Lahan Hutan. Dan pemberi Ijin Investasi Asing yang membawa semua tenaga kerja dari negara asal investor.
"Perubahan konstitusi itu melahirkan puluhan Undang-Undang yang mendukung kebijakan dengan menyerahkan perekonomian kepada mekanisme pasar dan privatisasi," ujarnya.
Inilah penyebab APBN Indonesia selalu minus. Sehingga harus ditutup dengan utang luar negeri yang bunganya sangat tinggi. Sehingga, tahun ini kita harus membayar bunga utang saja sebesar Rp 400 triliun.
"Dan Presiden sudah menyampaikan dalam nota Rancangan APBN tahun 2023 nanti, pemerintah akan menambah utang lagi sekitar Rp 700 triliun," katanya.
Untuk itu, LaNyalla menawarkan gagasan untuk kembali ke UUD 1945 naskah asli, untuk kemudian disempurnakan dengan cara yang benar.
Ia berharap akademisi dan mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Parepare dapat menyumbangkan gagasan dan pemikiran, untuk penyempurnaan naskah asli Undang-Undang Dasar 1945.
"Agar kita tidak mengulangi praktik penyimpangan yang terjadi di masa lalu. Penyempurnaan dengan Teknik Adendum, sehingga tidak mengganti Sistem Demokrasi Pancasila, yang merupakan warisan luhur para pendiri bangsa, menjadi sistem yang lain. Apalagi copy paste dengan sistem demokrasi Liberal barat," katanya. (Pon)
Baca Juga:
MK Tolak Gugatan Yusril soal PT 20 Persen, La Nyalla Cs Terjegal Legal Standing
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Legislator Minta Anggaran Kesehatan RAPBN 2026 Wajib Berorientasi pada Kebutuhan Rakyat

Prabowo: Efisiensi Anggaran Jangan Diartikan Potong Transfer Daerah

DPR-Pemerintah Sepakati Asumsi RAPBN 2026, Suku Bunga dan Rupiah Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi?

Prabowo Pasang Target Ambisius 5,4 Persen, Puan Maharani Buka-bukaan Soal Langkah DPR Bahas APBN 2026

Belanja Negara Tahun 2026 Tembus Rp 3.700 Triliun! Prabowo Pastikan Efisiensi Anggaran Tetap Berlangsung

Lirik Lagu "Imagine" John Lennon yang Dinyanyikan Ketua DPR RI, Tekankan Makna Pentingnya Kedamaian

Banggar DPR Ketok Palu Target APBN 2026, Kedaulatan Pangan dan Energi Jadi Prioritas

DPR dan Pemerintah Sahkan Postur RAPBN dan RKP 2026, Pertumbuhan Ekonomi Dipatok Paling Tinggi 5,8 Persen

Raker Menkeu, Kepala Bappenas, Gubernur BI dengan Banggar DPR Bahas Pendahuluan RAPBN Tahun Anggaran 2026

Menteri PU Ajukan Tambahan Anggaran Rp 68,8 T, Alokasinya ke 14 Sektor
