Rencana Utang Kereta Cepat 'Numpang' APBN Bikin BUMN Sehat Jadi 'Sakit', DPR Minta Jangan Korbankan Duit Rakyat Buat Whoosh
Penumpang kereta cepat Whoosh tembus 25 ribu orang saat libur Tahun Baru Islam 2025. (Foto: PT KCIC)
Merahputih.com - Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati menanggapi polemik mengenai kemungkinan pembebanan utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Anis sepakat dengan sikap Menteri Keuangan Purbaya yang secara tegas menolak utang proyek ini ditanggung oleh APBN.
“Tidak tepat jika APBN yang harus menanggung, kondisi itu justru memperberat kondisi keuangan negara yang sudah dalam keadaan terbatas. Permasalahan proyek infrastruktur KCJB muncul sejak awal, seperti tidak masuknya proyek ini dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional 2030, bahkan Menhub (Ignatius Jonan) saat itu tidak menyetujui proyek Whoosh dengan alasan bakalan tidak bisa dibayar,” ujar Anis, Kamis (16/10).
Baca juga:
Utang KCIC Bikin BUMN Pusing Tujuh Keliling, DPR Ingatkan Jangan Sampai Negara Ikutan Rugi
PT PSBI, entitas anak usaha KAI dan pemegang saham mayoritas di PT KCIC, mencatat kerugian signifikan, yaitu Rp4,195 triliun pada tahun 2024 dan kerugian berkelanjutan sebesar Rp1,625 triliun pada semester I-2025.
Anis menyoroti bahwa menurut data BPS, Kereta Cepat hanya ramai pada saat liburan, padahal biaya investasi sangat tinggi dan harus menanggung biaya operasional yang besar.
Politisi Fraksi PKS ini menegaskan bahwa kondisi ini harus menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah saat ini. Setiap kebijakan yang menyangkut kepentingan publik harus ditimbang secara mendalam manfaat dan mudaratnya.
Perusahaan BUMN yang awalnya sehat kini terbebani kewajiban membayar utang Rp2 triliun per tahun akibat proyek kereta cepat, yang notabene merupakan penugasan dari presiden terdahulu, meskipun para pembantunya sudah memberikan peringatan di awal.
Baca juga:
Menkeu Purbaya Yakin Danantara Bisa Bayar Utang Kereta Cepat Whoosh, Pakai Dividen BUMN
Oleh karena itu, doktor ekonomi lulusan Universitas Airlangga ini menekankan bahwa penggunaan APBN harus dibatasi hanya untuk hal-hal yang esensial.
“Terutama dengan aturan baru dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN, dimana dividen BUMN itu disetorkan kepada Danantara dan tidak masuk APBN, maka Danantara harus kelola dan mencarikan solusi yang tidak membebani APBN lagi,” pungkasnya.
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
Barang Tertinggal atau Hilang di Kereta? Jangan Panik, Ikuti Langkah-Langkah Ini
[HOAKS atau FAKTA]: Menkeu Purbaya Minta Prabowo Setop Penerimaan CPNS 2026, Anggarannya Dialihkan untuk Lunasi Bayar Utang Kereta Cepat
ID Food Berencana Gadaikan Aset, DPR: Jaminan Pinjaman harus Opsi Terakhir, bukan Pilihan Utama
DPR Sentil Kemenkeu Buntut Defisit APBN Bengkak Jadi Rp 479,7 Triliun
Jelang Angkutan Nataru 2026, Semua Awak Kereta Cepat Jakarta-Bandung Wajib Tes Urine oleh BNN
Kemendiktisaintek Perjuangkan Insentif Riset Langsung Dari APBN Pada Peneliti
Pendapatan Pertamina Tembus Rp 1.127 Triliun, Laba Bersih Rp 54 Triliun
Garuda Tunda Pengadaan Pesawat Baru, Prioritasnya Perbaikan Armada
BUMN Banyak Masalah, Danantara Siapkan Solusi Ini
Dapat Suntikan Modal 23,67 Triliun, Garuda Indonesia Janji Perkokoh Operasional