Konflik dan Gugatan di Pilkada Serentak Saat Pandemi COVID-19

Alwan Ridha RamdaniAlwan Ridha Ramdani - Senin, 26 Oktober 2020
Konflik dan Gugatan di Pilkada Serentak Saat Pandemi COVID-19

Ilustrasi Pilkada (Foto: Antara).

Ukuran:
14
Audio:

MerahPutih.com - Konflik dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 di tengah pandemi COVID-19 sangat berpotensi terjadi. Sehingga, pelaksanaannya harus diawasi secara ketat. Bahkan, ada beberapa hal yang harus serius diperhatikan berkaitan penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 yang tidak bisa dianggap remeh.

"Pelaksanaan pilkada di tengah pandemi Covid-19 emang dilematis, karena di satu sisi kesehatan rakyat menjadi prioritas utama, namun di sisi lain pilkada harus tetap dilaksanakan sebagai sarana sirkulasi elit politik di tingkat lokal dan juga untuk menghindari kekosongan hukum dan kevakuman kekuasaan di daerah yang dapat berujung pada persoalan ketatanegaraan yang pelik menjadi sebuah keniscayaan politik," ujar Direktur Eksekutif Indonesian Democratic (IDE) Center C David Kaligis.

Ia memaparkan, beberapa hal yang harus diperhatikan dalam Pilkada Serentak. Pertama, kata David, rezim hukum pemilu dalam pelaksanaan pilkada tidak akan berjalan efektif kendati penyelarasan regulasi dengan aturan teknis yang mengatur protokol kesehatan dibuat untuk memastikan pilkada berjalan sesuai dengan protokol kesehatan.

Baca Juga:

Debat Pilwakot Solo, Gibran Libatkan Akademisi dan Bagyo Belajar dari Mantan Birokrat



"Hal ini dapat berujung pada konflik di tengah masyarakat di ujung tahapan pilkada dan derasnya arus gugatan," katanya.

Kedua, kata David, potensi terjadinya "electoral frauds", yakni penyimpangan-penyimpangan pada proses pelaksanaan Pilkada 2020 di tengah pandemi COVID 19 hampir dipastikan terjadi baik secara kasuistik maupun sporadik, bahkan dapat berkembang menjadi massif.

Dia mencontohkan, dalam pemungutan suara nanti 9 Desember 2020, masyarakat yang akan hadir ke TPS-TPS tempat mereka memilih harus mematuhi protokol kesehatan, seperti "sosial distancing" atau menjaga jarak.

"Maka otomatis akan terjadi antrian panjang yang akan mengakibatkan mundurnya waktu dalam proses pemungutan suara di TPS-TPS yang bisa berdampak pada pelanggaran teknis soal rentang waktu sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dan tenaga penyelenggara di tingkat bawah pun akan semakin terkuras dengan mundurnya waktu di TPS-TPS," jelasnya.

Ilustrasi TPS
Ilustrasi TPS



Kondisi itu, dapat menyebabkan penyelenggara di tingkat bawah kelelahan dan melakukan kelalaian atau lebih jauh lagi tragedi penyelenggara yang tewas akibat kelelahan di Pemilu 2019 terulang kembali.

Ketiga, ruang gerak yang terbatas bagi penyelenggara khususnya pengawas pemilu dalam proses pengawasan Pilkada dan lengahnya perhatian masyarakat karena COVID-19 dapat menjadi peluang oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk menghalalkan segala cara, seperti pengerahan aparatur negara, penggunaan fasilitas negara, politik uang (money politics), dan yang paling parah serta sudah terdeteksi adalah penggelembungan suara di proses rekapitulasi suara.

"Ketidakpuasan atas kekalahan karena cacatnya penyelenggaraan pilkada dan tumpulnya penegakkan hukum karena kecurangan-kecurangan yang 'terang' di saat masa COVID-19 dapat mengakibatkan pengerahan atau mobilisasi massa untuk menuntut keadilan elektoral. Apalagi sambil menunggangi isu politik nasional yang sedang hangat," jelasnya.

Keempat, tambah dia, sebagai elemen dasar dari instrumen pemilu, persoalan hak pilih masyarakat di Pilkada saat pandemi Covid 2019 ini harus dijadikan perhatian bersama, baik penyelenggara pemilu, aparat penegak hukum, organisasi kemasyarakatan atau elemen-elemen sipil maupun masyarakat pemilih sendiri.

"Di saat normal saja surat undangan pemilih, yakni form C6 banyak yang tidak sampai ke tangan pemilih atau ditimbun oleh oknum-oknum tertentu, apalagi di tengah Pandemi," ujar David.

Begitupun persoalan Daftar Pemilih Tetap (DPT), khususnya di hari pemungutan suara. Permasalahan administratif yang dapat berkembang ke arah tindak pidana pemilu, jika tidak ditangani atau dicegah sedini mungkin akan terakumulasi menjadi 'amarah publik' yang bergejolak keras.

Baca Juga:

Debat Terbuka Gibran Vs Bagyo, KPU Angkat Tema Kebijakan Strategis Penanganan COVID-19

#Pilkada Serentak #Pilkada 2020 #UU Pilkada
Bagikan

Berita Terkait

Indonesia
KPU Tunggu Aturan Baru dari DPR dan Pemerintah Terkait Putusan MK tentang Jadwal Pemilu dan Pilkada
Jadi kita tunggu saja seperti apa berkaitan dengan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut
Angga Yudha Pratama - Senin, 25 Agustus 2025
KPU Tunggu Aturan Baru dari DPR dan Pemerintah Terkait Putusan MK tentang Jadwal Pemilu dan Pilkada
Indonesia
Banyak Kepala Daerah Terjerat Korupsi, Komisi II DPR: Pilkada Harus Lewat DPRD
Pilkada melalui DPRD juga bisa menghentikan kegaduhan hukum.
Ananda Dimas Prasetya - Kamis, 07 Agustus 2025
Banyak Kepala Daerah Terjerat Korupsi, Komisi II DPR: Pilkada Harus Lewat DPRD
Indonesia
Partai Buruh Dukung Pemisahan Pemilu dan Pilkada, Putusan MK Mengikat
Keputusan Mahkamah Konstitusi adalah mengikat dan bersifat final sehingga tidak boleh ada yang melawan atau tidak melaksanakan putusan tersebut.
Alwan Ridha Ramdani - Kamis, 31 Juli 2025
Partai Buruh Dukung Pemisahan Pemilu dan Pilkada, Putusan MK Mengikat
Indonesia
Partai Tengah Lagi Bikin Strategi Simulasi Pemilu dan Pilkada
Setelah melakukan simulasi, menurut dia, berbagai partai politik tersebut akan memutuskan sikap untuk sistem penyelenggaraan pemilu atau pilkada ke depannya.
Alwan Ridha Ramdani - Selasa, 29 Juli 2025
Partai Tengah Lagi Bikin Strategi Simulasi Pemilu dan Pilkada
Indonesia
Cak Imin Usul Pilkada Dipilih DPRD, Komisi II DPR: Sesuai Koridor Konstitusi
Komisi II sebut usulan Cak Imin sah untuk dikaji dan bisa dimasukkan dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) dalam proses revisi Undang-Undang Pemilu.
Ananda Dimas Prasetya - Kamis, 24 Juli 2025
Cak Imin Usul Pilkada Dipilih DPRD, Komisi II DPR: Sesuai Koridor Konstitusi
Indonesia
Pisahkan Pemilu Nasional dan Lokal Mulai 2029, MK: Agar Fokus dan Tak Tambah Beban Kerja
Putusan ini diucapkan dalam Sidang Pengucapan Putusan yang digelar pada Kamis (26/6) di Ruang Sidang Pleno MK.
Ananda Dimas Prasetya - Kamis, 26 Juni 2025
Pisahkan Pemilu Nasional dan Lokal Mulai 2029, MK: Agar Fokus dan Tak Tambah Beban Kerja
Indonesia
24 Daerah Laksanakan Pemungutan Suara Ulang Pada Agustus 2025
PSU dan Pilkada ulang untuk memilih Wali Kota dan Wakil Wali Kota Pangkalpinang dan Bupati dan Wakil Bupati Bangka, Provinsi Bangka Belitung.
Alwan Ridha Ramdani - Jumat, 20 Juni 2025
 24 Daerah Laksanakan Pemungutan Suara Ulang Pada Agustus 2025
Indonesia
KPU Minta Jeda Waktu Pilkada Jangan Sampai Bikin Panitia Pemilu 'Enggak Bisa Napas'
Idealnya, ada jeda waktu antara satu setengah hingga dua tahun
Angga Yudha Pratama - Rabu, 14 Mei 2025
KPU Minta Jeda Waktu Pilkada Jangan Sampai Bikin Panitia Pemilu 'Enggak Bisa Napas'
Indonesia
Cabup Pilkada Boven Digul Nomor Urut 3 Diganti, Coblos Ulang 6 Agustus Anggaran Rp 21,2 M
Ada pergantian calon bupati (Cabup) nomor urut 3 Petrus Ricolombus Omba sesuai dengan amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK)
Wisnu Cipto - Jumat, 09 Mei 2025
Cabup Pilkada Boven Digul Nomor Urut 3 Diganti, Coblos Ulang 6 Agustus Anggaran Rp 21,2 M
Indonesia
MK Tidak Terima Gugatan Sengketa Hasil Rekapitulasi Ulang Pilkada Kabupaten Puncak Jaya 2024
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, Mahkamah menyatakan bahwa dalil-dalil yang diajukan oleh Miren Kogoya dan Mendi Wonerengga tidak beralasan menurut hukum.
Alwan Ridha Ramdani - Senin, 05 Mei 2025
MK Tidak Terima Gugatan Sengketa Hasil Rekapitulasi Ulang Pilkada Kabupaten Puncak Jaya 2024
Bagikan