Kinerja DPR 2021 Versi Formappi: Tumpul, Tak Kritis dan Hanya Jadi 'Stempel'
Ilustrasi - DPR (ANTARA FOTO/Ismar Patrizki)
MerahPutih.com - Sepanjang 2021, pelaksanaan fungsi-fungsi pokok DPR dinilai tak cukup memuaskan. Hal itu disampaikan Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) dalam Refleksi Akhir Tahun 2021 yang dirilis pada Rabu (29/12).
Proses penyusunan, pembahasan hingga pengesahan kebijakan di parlemen memang sangat efektif. Hal itu ditandai dengan belum adanya kebijakan negara yang diputuskan DPR berlangsung alot, penuh perdebatan sengit hingga deadlock.
Baca Juga
RUU PKS Jadi TPKS, Ketua Panja: Jangan Saling Tuding Tidak Pancasilais
Bahkan proses pembahasan sejumlah kebijakan seperti RUU, RAPBN maupun pertanggungjawaban APBN tidak berlangsung lama dan menegangkan. Hampir semua bisa dibahas secara singkat dan tanpa perdebatan hingga waktu pengesahan.
Peneliti Formappi, Lucius Karus mengatakan, kinerja DPR yang efisien dalam menghasilkan kebijakan bukan karena kebijakan itu sudah dibahas dengan matang serta mempertimbangkan kepentingan publik.
"Proses yang cepat itu lebih cenderung karena pemerintah “mengendalikan” DPR. Kendali pemerintah itu dilakukan melalui parpol-parpol koalisi yang selanjutnya menjadi acuan fraksi-fraksi di parlemen," kata Lucius dalam keterangannya, Rabu (29/12).
Menurut Lucius, ketika DPR cenderung menjadi sekadar “stempel” pemerintah, maka kualitas kebijakan seperti RUU yang dihasilkan menjadi terabaikan.
"Gampangnya kebijakan dibahas dan diputuskan DPR lebih memperlihatkan wajah DPR yang tak berdaya, tumpul, tak punya sikap kritis dan tegas serta “manut” pada pemerintah," tegas dia.
Baca Juga
Masinton Bantah Ketua Fraksi PDIP Tegur Krisdayanti Terkait Gaji Anggota DPR
Kemunculan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, kata dia, mengkonfirmasi kelemahan DPR dalam menghasilkan UU yang berkualitas.
"Walaupun UU Cipta Kerja merupakan hasil kerja DPR tahun 2020 lalu, tetapi kemunculan putusan MK pada tahun 2021 ini menjadi catatan penting untuk menilai kualitas kinerja legislasi DPR," ujarnya.
Lucius menilai, pola kerja DPR dalam pembahasan hampir semua RUU selama tahun 2021 juga hampir sama dengan proses pembahasan UU Cipta Kerja.
"Kecenderungan untuk membahas terburu-buru sembari menghindari partisipasi publik demi memuluskan pengaturan yang memihak kepada kelompok elite," imbunya.
Baca Juga:
Kementerian PUPR Tunggu UU IKN Bangun Jalan Tol di Ibu Kota Baru
Menurutnya, capaian 8 RUU Prioritas dari 37 RUU yang direncanakan dalam Daftar Prioritas 2021 tak hanya memperlihatkan minimnya hasil kerja DPR tetapi juga membuktikan ketidakpedulian DPR pada RUU-RUU yang mendesak untuk publik.
"Seperti RUU Perlindungan Data Pribadi, RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, RUU Penanggulangan Bencana, dan lain-lain," tutup dia. (Pon)
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
DPR Desak BMKG Lakukan Pembenahan Total untuk Kirim Peringatan Dini Sampai ke Pelosok
Beri Efek Jera, DPR Minta Menhut Ungkap 12 Perusahaan Penyebab Banjir Bandang Sumatra
6 RUU Dicabut, ini Daftar 64 RUU yang Masuk Prolegnas Prioritas 2026
DPR Minta Riset Kebencanaan Harus 'Membumi', Kesiapsiagaan Bencana Melalui Pendidikan dan Riset
DPR Setujui Prolegnas Prioritas 2026: 6 RUU Jadi Fokus Legislasi
Bahlil Dorong Pilkada Dipilih DPRD Agar UU Tak Diobrak-Abrik
DPR Sentil Kemenhut Soal Loyonya Penegakan Hukum Kehutanan, Taubat Ekologi Bisa Jadi Solusi
Pemerintah Didesak Bentuk BRR Ad Hoc untuk Pemulihan Cepat Pasca Bencana Sumatera
Ketua DPR Puan Maharani Sampaikan Refleksi Akhir Tahun 2025
DPR Serukan 'Taubat Ekologi' ke Menhut Raja Juli Sebagai Refleksi Kerusakan Lingkungan