Kata Sejarawan Peter Carey tentang Korupsi
Sejarawan Peter Carey (kanan) dalam diskusi bertajuk 'Membaca Sejarah, Merayakan Antikorupsi' di kawasan Menteng, Jakarta, Jumat (8/12). (MP/Ponco Sulaksono)
MerahPutih.com - Pada zaman Diponegoro, masalah korupsi menjadi suatu pemicu utama Perang Jawa, meskipun sama sekali tidak dibahas di buku pelajaran sejarah sekolah Indonesia saat ini.
Hal tersebut, disampaikan penulis buku Korupsi dalam Silang Sejarah Peter Carey dalam diskusi bertajuk 'Membaca Sejarah, Merayakan Antikorupsi' di kawasan Menteng, Jakarta, Jumat (8/12).
Carey menuturkan, isu korupsi dan cara menanganinya tidak banyak mengalami perubahan selama hampir 200 tahun sejak Diponegoro menampar Patih Yogya Danurejo IV di hadapan sentana (keluarga Sultan) di Keraton Yogya, pada sekitar 1817.
"Cara mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menghadapi pejabat korup di Pemerintah Provinsi DKI dan menghardik para pengkritik di DPRD tidak jauh berbeda dengan Diponegoro," kata Carey.
Menurut dia, arus uang yang melimpah dengan datangnya para penyewa tanah dari Eropa setelah Agustus 1816 di Pulau Jawa, waktu Hindia Timur dikembalikan Inggris kepada Belanda, membuka jalan bagi para pejabat pribumi korup seperti Danurejo IV di Yogya untuk memperkaya diri.
Carey menjelaskan, situasi Pulau Jawa setelah Agustus 1816 mirip dengan keadaan Indonesia setelah 'kejutan harga minyak' Desember 1973, yakni saat terjadi kenaikan harga minyak tiga kali lipat oleh OPEC, yang membuka lebar bagi terciptanya budaya korupsi di Indonesia pada era Orde Baru Soeharto.
"Selama 32 tahun rezim itu, penyelewengan kontrak dan praktik mark-up mencapi tingkat gila-gilaan," tegas pria berkebangsaan Inggris ini.
Sesudah awal 1970-an, Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) menjadi semacam 'penyakit kelembagaan' yang menyangkut segala macam aspek kehidupan sosial di Indonesia.
"Ini adalah sebuah penyakit kronis yang berdampak fatal di bidang ketatanegaraan, hukum, birokrasi, pendidikan, dan kemasyarakatan," katanya.
Menurut Carey, kalangan yang punya kepentingan mencakup sebuah aliansi yang ganjil antara berbagai unsur-unsur kapitalisme semu yakni oknum-oknum kapitalis yang hanya bisa muncul dan tumbuh karena fasilitas istimewa, koneksi serta kolusi dengan rezim Soeharto.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa Indonesia belum mengalami perubahan paradigma yang signifikan dari zaman feodal Jawa hingga zaman reformasi kini.
"Cara melakukan korupsi pun punya kemiripan, hanya saja namanya berubah. Jika dulu dilakukan oleh Raden Adipati Danurejo IV dengan pradata (penghakiman sipil Yogya), kini dilakukan oleh Akil Mochtar dengan Mahkamah Konstitusi-nya," kata Carey. (Pon)
Bagikan
Berita Terkait
Wakilnya Masuk RS Setelah Jadi Tersangka, Walkot Farhan Mau Besuk Tunggu Izin Kejari
KPK: Bupati Lampung Tengah Gunakan Uang Korupsi untuk Operasional dan Bayar Utang Kampanye
KPK Tetapkan Bupati Lampung Tengah dan Anggota DPRD Riki Hendra Saputra sebagai Tersangka Kasus Korupsi
Wakil Wali Kota Bandung Jadi Tersangka Kasus Korupsi, KDM: Ikuti Prosedur Hukum!
Terjaring OTT, Bupati Lampung Tengah Diperiksa Intensif di Gedung KPK
Nama 5 Hakim yang Akan Sidangkan Kasus Dugaan Korupsi Nadiem Makarim
Wakil Wali Kota Bandung Erwin dan Anggota DPRD Awang Resmi Jadi Tersangka Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa
KPK Temukan Koneksi Len Industri ke Skandal SPBU Pertamina
Tim Penyidik Pulang dari Arab Saudi, KPK Segera Tentukan Tersangka Utama Kasus Korupsi Dana Haji
Diperiksa KPK, Ridwan Kamil Ngaku tak Pernah Tahu dan Bantah Terima Hasil Korupsi BJB