Jangan Anggap Sepele, Kenali Gejala Distimia


Distimia bisa dialami oleh siapapun. (Unsplash/Melanie)
KETIKA liburan banyak orang yang memanfaatkannya dengan menghabiskan waktu bersama keluarga dan teman. Juga berbagi aspirasi untuk tahun yang akan datang bersama mereka. Namun untuk sebagian orang, liburan terasa lebih melankolis.
Bagi sebagian orang tersebut, tantangan hidup yang dapat dikelola bisa menjadi ketidakpastian yang sangat kuat tentang menghadapi tantangan di masa depan. Dibebani oleh perasaan tersebut mulai dari bangun tidurmenjadi hal yang sulit dijalani. Terasa seperti penambahan beban yang tiga kali lebih sulit dari seharusnya.
Baca juga:
Depresi dan Kesedihan, Serupa Namun Tak Sama

Perasaan tersebut bisa dikatakan sebagai Distimia atau yang disebut juga gangguan depresi persisten. Itu adalah bentuk depresi kronis jangka panjang. Orang yang mengalaminya mungkin akan kehilagan minat untuk menjalani aktivitasnya sehari-hari.
Biasanya orang yang mengalami distimia akan sulit merasa senang. Bahkan pada saat-saat bahagia sekalipun. Pengidap ini digambarkan memiliki kepribadian yang suram. Terus-menerus mengeluh dan tidak mampu bersenang-senang.
Meskipun distimia biasanya tidak separah depresi berat. Tetapi perasaan depresi yang dialami oleh pengidap distimia dapat berlangsung selama bertahun-tahun. Secara signifikan menyebabkan masalah dalam hubungan pengidap, sekolah, pekerjaan dan kegiatan sehari-hari.
“Distimia adalah penyakit yang menyerang jutaan orang. Terutama pria, biasanya pada saat mendekati liburan. Tetapi karena tidak diketahui, ini bahkan lebih berbahaya daripada efek mematikan jiwa dari depresi arus utama yang dapat dengan mudah diketahui dan diidentifikasi,” ungkap Psikolog Klinis Berlisensi yang bekerja di bidang depresi, Dr. Bethany Cook seperti dikutip dari Askmen.com.
Penyebab distimia masih belum diketahui secara pasti. Namun, sama halnya seperti depresi berat, distimia mungkin juga disebabkan oleh lebih dari satu penyebab, seperti:
1. Perbedaan Biologis. Orang dengan gangguan depresi persisten mungkin mengalami perubahan fisik pada otak mereka.
2. Kimia Otak. Neurotransmitter adalah bahan kimia otak yang muncul secara alami yang kemungkinan berperan dalam depresi. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa perubahan fungsi dan efek dari ini, serta interaksi mereka dengan neurocircuits yang terlibat dalam menjaga stabilitas hati berperan penting dalam terjadinya depresi dan perawatannya.
3. Sifat Bawaan. Distimia nampaknya lebih sering terjadi pada orang yang kerabat dekatnya juga memiliki kondisi tersebut. Namun, para peneliti masih berusaha menemukan gen yang mungkin terlibat dalam menyebabkan depresi.
4. Peristiwa Kehidupan. Seperti depresi berat, peristiwa berat seperti kehilangan orang yang dicintai, masalah keuangan atau tingkat stres yang tinggi dapat memicu gangguan depresi persisten atau distimia pada beberapa orang.
Baca juga: Depresi dan Kecemasan, Tidaklah Sama

Adapun beberapa gejala dari distimia yang intensistasnya bisa berubah seiring waktu. Namun, biasanya gejala dapat bertahan selama lebih dari dua bulan sekaligus. Antara lain:
- Tidak berminat untuk melakukan aktivitas sehari-hari
- Merasa sedih, hampa, terpuruk, putus asa, cepat lelah dan tidak berenergi
- Mengalami kesulitan berkonsentrasi dan membuat keputusan
- Mudah marah dan bisa marah secara berlebihan
- Menghindari kegiatan sekolah hingga produktivitas menurun
- Merasa bersalah dan khawatir tentang masa lalu
- Nafsu makan menurun atau sebaliknya
- Mengalami masalah tidur
Bila kamu mengalami gejala-gejala distimia seperti di atas, sebaiknya jangan dibiarkan saja. Segera cari bantuan dari tenaga profesional untuk mengatasi gejala-gejala tersebut. Sehingga kamu dapat beraktivitas dengan normal kembali.
Karena sifatnya kronis, mengatasi gejala distimia dapat menjadi tantangan tersendiri. Namun, dengan melakukan kombinasi terapi bicara (psikoterapi) dan obat-obatan, distimia dapat diobati. (far)
Baca juga:
Jauh Persamaan Antara Stres, Depresi, dan Gangguan Kecemasan
Bagikan
Berita Terkait
DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong

Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat

Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular

Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran

Prabowo Janji Bikin 500 Rumah Sakit, 66 Terbangun di Pulau Tertinggal, Terdepan dan Terluar

Prabowo Resmikan Layanan Terpadu dan Institut Neurosains Nasional di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional

Viral Anak Meninggal Dunia dengan Cacing di Otak, Kenali Tanda-Tanda Awal Kecacingan yang Sering Dikira Batuk Biasa

Periksakan ke Dokter jika Vertigo Sering Kambuh Disertai Gejala Lain, Bisa Jadi Penanda Stroke

Iuran BPJS Kesehatan Bakal Naik, Alasanya Tambah Jumlah Peserta Penerima Bantuan Iuran
