Investasi Minim, Krisis Energi Hantui Dunia


Kapal tanker minyak mentah merapat di terminal PDVSA Kilang Minyak Isla di Willemstad di Pulau Curacao, 22 Februari 2019. ANTARA/REUTERS/Henry Romero/pri.
MerahPutih.com - Minimnya investasi di bidang energi, membuat dunia bakal menghadapi krisis energi akibat pasokan minyak yang tersendat. Saat ini sebagian besar perusahaan takut berinvestasi di sektor ini karena menghadapi tekanan energi hijau.
Kepala Saudi Aramco Amin Nasser, menegaskan, pihaknya tetap berpegang teguh pada target peningkatan kapasitas menjadi 13 juta barel per hari dari 12 juta barel saat ini pada 2027, meskipun ada seruan untuk melakukannya lebih cepat.
Baca Juga:
Pemerintah Dukung Penuh Energi Hidrogen untuk Kendaraan di Indonesia
"Dunia berjalan dengan kapasitas cadangan kurang dari 2,0 persen. Sebelum COVID, industri penerbangan mengonsumsi 2,5 juta barel per hari lebih banyak dari hari ini. Jika industri penerbangan menambah kecepatan, akan menghadapi masalah besar," kata Nasser di sela-sela Forum Ekonomi Dunia di Davos.
Ia menegaskan, yang terjadi di Rusia-Ukraina menutupi apa yang akan terjadi. Tetapi kenyataanya, dunia tengah mengalami krisis energi karena kurangnya investasi.
"Dan itu mulai menggigit setelah pandemi," katanya dikutip Antara.
Nasser mengatakan, pembatasan COVID di Tiongkokn tidak akan bertahan lama dan oleh karena itu permintaan minyak global akan melanjutkan pertumbuhannya.
Arab Saudi saat ini memproduksi 10,5 juta barel per hari, atau setiap sepersepuluh barel di dunia, dan kemungkinan akan meningkatkan produksi menjadi 11 juta barel per hari akhir tahun ini.
Negara tersebut telah menghadapi seruan dari Barat untuk meningkatkan produksi lebih cepat dan memperluas kapasitas lebih cepat untuk membantu memerangi krisis energi.
Nasser mengatakan dialog antara industri minyak dan pembuat kebijakan mengenai transisi dari bahan bakar fosil ke energi yang tidak menghasilkan emisi karbon telah bermasalah.
"Saya tidak berpikir ada banyak dialog konstruktif yang terjadi. Di area tertentu kami tidak dibawa forum diskusi. Kami tidak diundang ke COP di Glasgow," katanya merujuk pada konferensi iklim PBB tahun lalu di Glasgow, Skotlandia.
Tercatat, harga minyak pada perdagangan Senin atau Selasa pagi WIB, untuk minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Juli menguat satu sen atau 0,01 persen, menjadi USD 110,29 per barel.
Sedangkan minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juli terangkat 87 sen atau 0,7 persen, ditutup di USD 113,42 per barel. (*)
Baca Juga:
Kejar Untung Dari Transisi Energi Terbarukan dan Jual Kredit Karbon
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Baru 12 Persen, Legislator Dorong Realisasi Pembangkit EBT 35 Persen Tahun Ini

Banyak ‘Rojali’ di Mal, Kelas Menengah Pilih Barang Lebih Murah di E-Commerce demi Bisa Investasi

Penyebab Harga Minyak Mentah Indonesia Meroket di Bulan Juni 2025

Konflik Timur Tengah Berkepanjangan Ancam Harga Minyak Mentah, Pemerintah Diminta Siapkan Skenario

Listrik Tenaga Surya Jadi Kunci Swasembada Energi Indonesia, Prabowo: Hitungan Saya Tidak Lama Lagi

Guru Besar UI: Perang Iran - Israel Bisa Picu Krisis Ekonomi di Indonesia

Perang Iran-Israel Berlanjut, Pakar Sarankan Pemerintah Realokasi Anggaran Tutupi Subsidi BBM

Selat Hormuz Ditutup Iran, Rakyat Kecil di Indonesia Makin Menjerit Karena Harga Minyak berpotensi Melonjak

Suasana di Timur Tengah Makin Intens, Komisi XI DPR: Pemerintah Harus Miliki Skenario Krisis Hadapi Gejolak Global

Imbas Konflik AS-Israel Lawan Iran, APBN Indonesia Terancam Makin ‘Menjerit’
