Konflik Timur Tengah Berkepanjangan Ancam Harga Minyak Mentah, Pemerintah Diminta Siapkan Skenario

Ilustrasi - Puluhan mobil truk bermuatan tandan buah segar kelapa sawit antre di salah satu pabrik kelapa sawit di Kabupaten Mukomuko, Jumat (27/5/2022) ANTARA/Ferri.
Merahputih.com - Ketua Komisi XI DPR RI, Muhammad Misbakhun, menyoroti potensi gejolak harga minyak global akibat eskalasi konflik antara Iran, Israel, dan Amerika Serikat.
Ia menegaskan perlunya langkah antisipasi pemerintah agar Harga Minyak Mentah Indonesia (ICP) tidak melampaui asumsi APBN 2025 sebesar $82 per barel. Hal ini krusial untuk menjaga stabilitas subsidi energi dan fiskal nasional.
Misbakhun menjelaskan bahwa asumsi ICP dalam APBN 2025 adalah 82 dolar per barel. Saat ini, harga minyak masih berada di kisaran 75-79 dolar per barel, yang berarti dalam kondisi aman.
"Artinya, dari sisi harga, kita masih sangat aman. Namun jika konflik terus berlanjut dan harga melampaui batas asumsi, maka kita harus bersiap dengan skenario pengurangan subsidi BBM dan skema kompensasi bagi masyarakat miskin,” ujar Misbakhun dalam keterangannya, Senin (30/6).
Baca juga:
Ia menambahkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama tahun ini mencapai 4,87%, sedikit di bawah target APBN 2025 sebesar 5,2%. Penurunan ini terjadi bahkan sebelum konflik Iran-Israel memanas, sebagian dipengaruhi oleh ketidakpastian global seperti dampak kebijakan dagang Amerika Serikat ("Trump 2.0"). Misbakhun, politisi Partai Golkar, menegaskan pentingnya antisipasi dini terhadap risiko fiskal dan inflasi.
Hingga saat ini, pendapatan negara dari sektor perpajakan maupun non-pajak masih stabil, dan pemerintah belum perlu melakukan pembiayaan baru selama harga ICP terkendali.
Namun, lonjakan harga minyak global dapat secara signifikan meningkatkan inflasi dan tekanan fiskal. Misbakhun menjelaskan, jika ICP melampaui 82 dolar dan mencapai 90 atau 100 dolar, skenario risiko harus dijalankan, termasuk kemungkinan kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar 10%, yang akan berdampak pada inflasi dan beban subsidi.
Berdasarkan simulasi dengan analis ekonomi, termasuk dari Bank Mandiri, pemerintah dinilai masih memiliki ruang fiskal yang cukup untuk merespons fluktuasi harga minyak. Bahkan jika ICP naik hingga $100 per barel, inflasi diprediksi tetap dalam batas aman, sekitar 2,70% (naik 0,32 basis poin).
Baca juga:
Misbakhun menekankan bahwa ini adalah dasar penting bagi pemerintah untuk menjaga keseimbangan fiskal dan sosial. Jika subsidi BBM dikurangi, kompensasi bagi kelompok rentan dan masyarakat miskin mutlak disiapkan untuk menjaga daya beli.
"Jika subsidi BBM dikurangi, maka kompensasi bagi kelompok rentan dan masyarakat di garis kemiskinan mutlak disiapkan agar daya beli tidak tergerus,” tegasnya.
Lulusan Universitas Trisakti ini menegaskan pentingnya sinergi antarlembaga dalam menyusun strategi fiskal yang adaptif dan bertanggung jawab di tengah ketidakpastian geopolitik global. Ia juga menekankan bahwa skenario yang telah disiapkan perlu dikomunikasikan dengan baik kepada publik dan pasar demi menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
Banggar DPR Soroti 4 Isu Krusial Satu Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran

DPR Dukung Instruksi Presiden soal Pupuk Berkualitas dan Terjangkau

Jangan Cuma Tulis 'Renyah dan Gurih', Literasi Jadi Kunci UMKM Kaya Mendadak

Putusan MK 'Paksa' Revisi UU ASN, DPR Tegaskan Perlunya Pembentukan Lembaga Independen Baru untuk Awasi Sistem Merit

Israel Langgar Gencatan Senjata, DPR Minta Pemerintah Indonesia Lantang Bersuara

DPR Sebut Swasembada Pangan Cuma Omong Kosong Tanpa Hal Ini

PSSI Pecat Patrick Kluivert, DPR Minta Cari Pelatih yang Punya Visi Jangka Panjang

Nyawa Angga Melayang Buntut Bullying Ganas di Grobogan, Polisi Diminta Profesional dan Transparan

Komisi III DPR Mau Rombak KUHAP, Intip Jurus Damai Berbasis Nilai Lokal Ala Aceh

Jejak Kesejahteraan ASN, DPR 'Ngebet' Hapuskan Beda Gaji PNS-PPPK
