Kaleidoskop 2020

Intoleransi Yang Mengancam Kehidupan Warga

Zulfikar SyZulfikar Sy - Senin, 28 Desember 2020
Intoleransi Yang Mengancam Kehidupan Warga

Ilustrasi. (Foto: MP/Rizki Fitrianto)

Ukuran:
14
Font:
Audio:

AKSI intoleransi rupanya masih terjadi selama tahun 2020. Paling mencolok dan terus berulang dari tahun ke tahun adalah gangguan terhadap kebebasan beragama.

SETARA Institute mencatat, paling tidak, terdapat beberapa peristiwa menonjol yang menyita perhatian publik. Terutama selama bulan September lalu.

1) Pada 1 September 2020, terjadi pelarangan pembangunan fasilitas rumah dinas pendeta di Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD), Kecamatan Napagaluh, Kabupaten Aceh Singkil

2) Tanggal 13 September 2020, terjadi gangguan sekelompok orang intoleran atas ibadah terhadap jemaat HKBP KSB di Kabupaten Bekasi

3) Pada 20 September 2020, terjadi penolakan ibadah dilakukan oleh sekelompok warga Graha Prima, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor, terhadap jemaat dari Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI)

4) Pada 21 September 2020, terjadi pelarangan ibadah bagi umat Kristen di Desa Ngastemi, Kecamatan Bangsal, Kabupaten Mojokerto.

Potret tersebut memperkuat fenomena umum terjadinya peningkatan tindakan intoleransi dan pelanggaran dalam kemerdekaan beragama atau berkeyakinan (KBB) di Indonesia.

Baca Juga:

Menag Gus Yaqut Punya Tugas Berat Meredam Intoleransi

Sejak tahun politik nasional 2019, ada kecenderungan peningkatan ekspresi intoleransi dan diskriminasi terhadap kelompok-kelompok agama minoritas.

Dalam catatan SETARA Institute sejak 2007, salah satu persoalan terbesar intoleransi dan pelanggaran KBB di Indonesia terletak pada level negara.

SETARA menilai, pemerintah selama ini lebih sering absen ketika kelompok minoritas diintimidasi, direstriksi, didiskriminasi, bahkan dipersekusi.

Kalau pun hadir, aparat pemerintah termasuk aparat keamanan, cenderung berpihak pada kepentingan pelaku intoleransi dan pelanggaran yang mengatasnamakan mayoritas.

Minoritas kerap kali dikorbankan dan dipaksa mengalah atas nama harmoni dan kerukunan.

Masyarakat kampung Sido Rejo di kaki gunung Merapi dan Merbabu melakukan tradisi Nyadran. Tradisi tersebut merupakan bentuk hubungan manusia dengan leluhur selain itu sebagai wujud silaturahmi antar warga kampung. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
Ilustrasi - Suasana malam di kampung Sido Rejo, kaki Gunung Merapi dan Merbabu. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha

Kasus Intoleransi terhadap Kebebasan HAM di Indonesia Dinilai Buruk Selama 2020

Amnesty International Indonesia menilai tahun ini Indonesia mengalami pelemahan perlindungan HAM.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid membeberkan hasil pemantauan yang dilakukan lembaganya selama tahun 2020.

Amnesty International Indonesia menemukan ada aksi intoleransi yang berlebihan. Terutama dalam merespons pandemi COVID-19, pemaksaan agenda sektor ekonomi, dan serangkaian kebijakan publik lain yang berdampak negatif terhadap HAM.

Usman mencatat, sedikitnya ada tujuh hal yang menyebabkan situasi HAM di Indonesia semakin buruk.

Pertama, terabaikannya hak-hak tenaga kesehatan dan pembungkaman kritik.

Dalam menangani pandemi COVID-19, pemerintah lebih mengutamakan pendekatan keamanan, dan kurang memerhatikan suara ilmuwan dan penelitian ilmiah. Akibatnya, penanganan pandemi menjadi bermasalah.

Tenaga kesehatan menghadapi banyak tantangan mulai dari kekurangan alat pelindung diri (APD), kekerasan dan stigma, termasuk pengurangan upah dan pemberhentian.

Amnesty International Indonesia mencatat per 7 Desember 2020, ada 339 tenaga kesehatan meninggal akibat COVID-19.

Intimidasi dan kriminalisasi juga menimpa orang yang mengkritik penanganan pandemi COVID-19.

Usman mengatakan, selama 2020, sedikitnya ada 49 kasus dengan 57 orang dijadikan tersangka karena dituduh menyebarkan berita bohong dan menghina pejabat pemerintah terkait COVID-19.

Misalnya, kasus epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono yang akun media sosialnya diretas Agustus 2020. Pandu dikenal sebagai orang yang kerap mengkritisi pemerintah dalam menangani COVID-19.

Kedua, ancaman terhadap kebebasan berekspresi dan ruang kewargaan.

Usman mengatakan, ancaman terhadap kebebasan berekspresi tidak hanya terjadi terkait pandemi COVID-19, tapi juga terkait kebijakan pemerintah yang mengatasnamakan pembangunan ekonomi.

Paling menonjol yakni kebijakan pemerintah memaksakan pemberlakuan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Tahun ini, banyak aktivis, jurnalis, akademisi, mahasiswa dan masyarakat yang mengalami pembungkaman, intimidasi, dan kriminalisasi saat menggunakan haknya untuk mengungkapkan pendapat secara damai.

Amnesty International Indonesia mencatat ada 101 kasus pelanggaran hak atas kebebasan berekspresi dengan menggunakan UU ITE.

Ini jumlah terbanyak dalam 6 tahun terakhir di mana tahun 2014 hanya ada sebanyak 5 kasus, 2015 ada 6 kasus, 2016 ada 31 kasus, 2017 ada 71 kasus, 2018 ada 94 kasus, dan 2019 ada sebanyak 78 kasus.

Jumlah kasus itu termasuk serangan digital, ancaman dari kriminalisasi, termasuk dialami jurnalis.

Sementara itu, AJI mencatat ada 56 kasus kekerasan terhadap jurnalis yang mendokumentasikan penolakan RUU Cipta Kerja tanggal 7 dan 21 Oktober 2020.

Amnesty International Indonesia juga mencatat sampai 30 November 2020 ada 60 kasus serangan dan intimidasi digital dialami organisasi, aktivis, jurnalis, dan akademisi.

Ketiga, kekerasan yang dilakukan aparat keamanan.

Usman mengatakan, tahun 2020 banyak kekerasan yang dilakukan aparat keamanan, terutama saat demonstrasi penolakan RUU Cipta Kerja.

Seorang paramedis di Bandung mengalami pemukulan oleh aparat berpakaian preman ketika menolong peserta demonstrasi yang terluka pada 7 Oktober 2020.

Amnesty International Indonesia mendokumentasikan sedikitnya 402 korban kekerasan polisi di 15 provinsi selama aksi demonstrasi tersebut. Kemudian 6.658 orang ditangkap di 21 provinsi termasuk penangkapan terhadap jurnalis.

Amnesty International Indonesia menghitung ada 83 kasus penangkapan sewenang-wenang dan penyiksaan yang dilakukan oleh polisi sepanjang 2020.

Salah satunya dialami ketua adat masyarakat Kinipan, Effendi Buhing, di Lamandau, Kalimantan Tengah pada Agustus 2020 lalu.

Aparat keamanan juga terindikasi kuat menggunakan kekuatan secara eksesif, termasuk kekerasan, dan senjata api, pada kasus kematian 6 orang anggota Front Pembela Islam (FPI).

Baca Juga:

BPIP Sebut Gerakan Intoleran di Indonesia Makin Meningkat

Keempat, krisis HAM dan kemanusiaan di Papua.

Usman menghitung di Papua dan Maluku ada 38 tahanan hati nurani berada di balik jeruji besi, termasuk karena protes anti-rasis yang mereka sampaikan secara damai.

Di Papua Barat, aparat keamanan melakukan pelanggaran HAM terhadap masyarakat adat dan warga lainnya.

Misalnya 17 November 2020, ada 55 orang termasuk 2 anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) ditangkap anggota Polres Merauke. Mereka dituduh melanggar pasal 107 KUHP tentang makar.

Padahal, mereka hanya menyelenggarakan rapat dengar pendapat terkait implementasi otonomi khusus di Papua.

“Aparat keamanan yang melakukan pelanggaran HAM terhadap masyarakat adat dan warga sebagian besar berujung tanpa penghukuman,” kata Usman.

Amnesty International Indonesia pun mendapat laporan kekerasan dan pembunuhan di Hitadipa dan wilayah lain di Papua.

Menurut Usman, aparat keamanan masih terlibat dalam penyiksaan dan pembunuhan seorang pendeta, menculik pemuda, dan membakar kantor pemerintah.

Tercatat di Papua, ada 20 kasus pembunuhan di luar hukum sejak Februari 2020 sampai November 2020 dengan total korban sebanyak 29 orang.

Kelima, menyempitnya kebebasan berpikir, berkeyakinan, beragama, dan berkepercayaan.

Usman menilai negara terlihat lemah ketika terjadi serangan atas kemerdekaan berkeyakinan, beragama, dan berkepercayaan selama 2020.

Misalnya, penolakan terhadap pendirian tempat ibadah, penyegelan, intimidasi dan pembubaran jemaat, perusakan rumah ibadah, dan pembunuhan warga minoritas.

Misalnya, Juli 2020, Pemerintah Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, meminta penghentian pendirian makam milik tokoh adat Sunda Wiwitan.

Keputusan ini dilakukan akibat ada penolakan gabungan ormas kelompok mayoritas.

November 2020, kelompok bersenjata membunuh 4 warga dan membakar 7 rumah termasuk satu rumah yang dijadikan tempat ibadah warga Kristen di Dusun Lewonu, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.

Amnesty International Indonesia mencatat,pelanggaran kebebasan beragama di Indonesia masih tinggi yakni tahun 2017 ada 33 kasus, 2018 ada 34 kasus, 2019 ada 40 kasus, dan 2020 ada sebanyak 40 kasus.

Kemudian tercatat ada 19 kasus pelanggaran atas hak kebebasan berpikir dengan tuduhan penistaan atau penodaan agama.

Massa Barisan Solidaritas Masyarakat Solo untuk Indonesia Damai menggelar demo, Minggu (30/8). (MP/Ismail)
Ilustrasi - Demonstrasi tolak intoleransi. (Foto: MP/Ismail)

Keenam, kriminalisasi dan diskriminasi terhadap kelompok minoritas gender.

Selama tahun 2020, Usman menghitung banyak kasus kriminalisasi terhadap kelompok LGBTI, termasuk pemecatan dan pemidanaan terhadap 14 anggota TNI karena dianggap memiliki orientasi seksual yang menyimpang.

Salah satunya Praka P, didakwa melanggar pasal 103 ayat (1) KUHP Militer, yaitu tidak menaati perintah dinas, yakni Surat Telegram Panglima TNI Nomor ST/1648/2019 tanggal 22 Oktober 2019 tentang larangan terhadap Prajurit TNI dan PNS serta keluarganya untuk tidak melakukan hubungan sesama jenis.

Ketujuh, tahun 2020 sebagai tahun degenerasi.

Amnesty International Indonesia mencatat Juli 2020 Komnas Perempuan merilis ada peningkatan 75 persen kasus kekerasan seksual terhadap perempuan selama pandemi.

Pada bulan yang sama, DPR menghapus RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dari prolegnas prioritas.

Justru beberapa anggota DPR mendukung RUU Ketahanan Keluarga yang tujuannya mendomestikkan perempuan dengan mendefinisikan peran istri untuk “mengurus hal-hal terkait rumah tangga” dan “memperlakukan suami dan anak dengan baik”.

Kelompok media feminis dan individu mengalami serangan, doxing, dan dilecehkan oleh orang tak dikenal yang mengirimkan gambar porno dan pernyataan merendahkan.

Usman mengatakan, perempuan pembela HAM Veronica Koman dikriminalisasi, paspornya dicabut dan dimasukan daftar hitam pada Agustus 2020.

Veronica juga diminta mengembalikan uang beasiswa untuk studi gelar masternya oleh LPDP.

Baca Juga:

Kepala BNPT Ungkap Modus Paham Radikalisme dan Intoleran Dibawa dari Luar Negeri

Pemahaman Pancasila Jadi Kunci Menekan Intoleransi

Staf Khusus Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo mengakui, kasus intoleransi setiap waktu terjadi penambahan.

"Intoleransi terus meningkat setiap waktunya. Persoalan kita paling sulit pendirian rumah ibadah, pemakaman, dan hak-hak kaum minoritas," tegas Benny.

Terkait pendirian rumah ibadah, Benny menjelaskan, sebuah kebutuhan yang nyata tetapi pembangunannya kadang tidak mudah. Masalah ini harus segera diselesaikan.

"Pendirian rumah ibadah adalah kebutuhan nyata, tetapi adanya syarat yang kadang menyulitkan dalam persetujuannya, bahkan sampai ada demo yang menentang pembangunannya," tuturnya.

Dalam hal ini, Pancasila jangan sekadar slogan, tapi jadi perilaku semua warga negara dan harus ditanamkan sejak usia dini.

"Penanaman nilai Pancasila sejak dini ini harus masuk dalam kurikulum pendidikan. Pendidikan Pancasila dan moral lebih mengajari rasa hormat dan toleransi serta saling menghargai," jelas Benny yang juga rohaniwan Katolik ini.

Benny menegaskan bahwa negara harus hadir dan tidak boleh kompromi terhadap kaum intoleran.

"Kebijakan paling terakhir adalah negara harus hadir dan tidak boleh kompromi kepada kaum intoleran. Karena kalau tidak, maka kehidupan bernegara akan terpecah belah," tegasnya.

Sementara itu, budayawan sekaligus tokoh kemanusiaan Franz Magnis Suseno menjelaskan tentang hakikat toleransi.

Menurutnya, toleransi bukan hanya membiarkan, tetapi adanya sikap hormat.

"Toleransi lebih dari sekadar membiarkan. Akan tetapi adanya akar dari sikap hormat terhadap jati diri, budaya, dan agama lain," ujarnya.

Romo Magniz menambahkan bahwa kita semua sama, memiliki Indonesia, baik mayoritas maupun minoritas. (Knu)

Baca Juga:

Penyebaran Paham Intoleran Menjamur di Media Sosial

#Analisis Isu #Kasus Intoleransi #Toleransi #Toleransi Umat Beragama
Bagikan

Berita Terkait

Indonesia
Menag Janji Laporan Kasus Intoleransi Segera Ditangani Kurang dari 24 Jam
Target Kemenag bukan hanya mengeliminasi, tetapi juga meniadakan potensi terjadinya konflik intoleransi
Wisnu Cipto - Rabu, 13 Agustus 2025
Menag Janji Laporan Kasus Intoleransi Segera Ditangani Kurang dari 24 Jam
Tradisi
Tradisi Yaa Qowiyyu Klaten, Ribuan Warga Berebut Gunungan Apem
Tradisi sebaran apem Yaa Qowiyyu merupakan peninggalan leluhur yang perlu dilestarikan.
Ananda Dimas Prasetya - Sabtu, 09 Agustus 2025
Tradisi Yaa Qowiyyu Klaten, Ribuan Warga Berebut Gunungan Apem
Indonesia
Natalius Pigai Siapkan UU Baru Pasca Insiden Perusakan Rumah Ibadah Kristen di Padang
Pigai menekankan bahwa pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum
Angga Yudha Pratama - Selasa, 29 Juli 2025
Natalius Pigai Siapkan UU Baru Pasca Insiden Perusakan Rumah Ibadah Kristen di Padang
Indonesia
Pembubaran Rumah Doa di Padang, SETARA Desak Pemerintah Prabowo Berhenti Bersikap Diam
Penegakan hukum dijalankan dengan tegas terhadap para pelaku intoleransi.
Wisnu Cipto - Senin, 28 Juli 2025
Pembubaran Rumah Doa di Padang, SETARA Desak Pemerintah Prabowo Berhenti Bersikap Diam
Indonesia
Polri Harus Menjadi Sahabat Umat Beragama, Tanda Negara Hadir Melalui Sentuhan Kemanusiaan
Polri bukan hanya menjadi penjaga keamanan, namun juga sahabat umat dalam keseharian.
Ananda Dimas Prasetya - Senin, 14 Juli 2025
Polri Harus Menjadi Sahabat Umat Beragama, Tanda Negara Hadir Melalui Sentuhan Kemanusiaan
Indonesia
PSI Kecam Aksi Pembubaran Retreat Pelajar Kristen, Pelaku Harus Dihukum untuk Beri Efek Jera
Para pelaku yang terbukti melakukan pengusiran dan perusakan harus dihukum agar memberikan efek jera.
Dwi Astarini - Selasa, 01 Juli 2025
PSI Kecam Aksi Pembubaran Retreat Pelajar Kristen, Pelaku Harus Dihukum untuk Beri Efek Jera
Indonesia
Wujud Toleransi, Gereja Santa Theresia Sumbangkan Sapi Kurban ke Umat Islam Tanah Abang
Rumah Singgah Hurin in Study Center biasanya menjadi tempat anak-anak Tanah Abang dan sekitarnya untuk belajar mengaji
Wisnu Cipto - Jumat, 06 Juni 2025
Wujud Toleransi, Gereja Santa Theresia Sumbangkan Sapi Kurban ke Umat Islam Tanah Abang
Indonesia
Terlempar dari Daftar 10 Besar Kota Toleransi, Walkot Solo: Kami Sedang Menyusun Perda
Pemkot Solo akan membuat program supaya Solo masuk lima besar kota paling toleransi di Indonesia.
Ananda Dimas Prasetya - Jumat, 30 Mei 2025
Terlempar dari Daftar 10 Besar Kota Toleransi, Walkot Solo: Kami Sedang Menyusun Perda
Indonesia
Menteri Agama RI Diminta Datang ke New York, Sebut Pemerintah AS Ingin Tiru soal Nilai Toleransi di Indonesia
Menag Nasaruddin Umar beberkan agenda di New York, AS.
Ananda Dimas Prasetya - Rabu, 14 Mei 2025
Menteri Agama RI Diminta Datang ke New York, Sebut Pemerintah AS Ingin Tiru soal Nilai Toleransi di Indonesia
Indonesia
Kirab Waisak Solo Cermin Toleransi Umat Beragama Kota Bengawan
Kirab bertajuk "Kebijaksanaan Dasar Keluhuran Bangsa” itu menjadi cermin simbol kerukunan dan toleransi umat beragama di Kota Bengawan.
Wisnu Cipto - Senin, 12 Mei 2025
Kirab Waisak Solo Cermin Toleransi Umat Beragama Kota Bengawan
Bagikan