Indeks Keselamatan Jurnalis di Indonesia Agak Terlindungi


Ilustrasi wartawan. Foto: Kemenkominfo
MerahPutih.com - Yayasan Tifa sebagai bagian dari Konsorsium Jurnalisme Aman berkolaborasi dengan lembaga survei Populix merilis Indeks Keselamatan Jurnalis 2023.
Survei ini, dengan cara pengambilan data kualitatif di wilayah Jawa menggunakan jaringan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) atau asosiasi jurnalis lainnya, sedangkan di luar Jawa, data diusahakan diambil agar setiap wilayah ada representasinya. Selain itu memakai metode kuantitatif.
Baca juga:
Galeri Foto Jurnalistik Antara Dibuka kembali, Gelar Pameran Foto ‘Pers, Demokrasi, & Pembangunan’
Di mana, pengambilan data dilakukan mulai 1 Januari 2024 hingga 13 Februari 2024. Hasilnya, adalah hanya mencapai angka sebesar 59,8 dari 100 atau termasuk kategori agak terlindungi.
"Dibandingkan dengan nilai yang lain, Indeks Kemerdekaan Pers dari Dewan Pers itu ada di 71,6, cukup bebas, dan untuk World Press Freedom Index dari RSF (Reporters Without Borders) itu ada di nilai 54,8," kata Social Research Manager Populix Nazmi Tamara di kawasan Menteng, Jakarta, Kamis (28/3).
Ia mengatakan, angka Indeks Keselamatan Jurnalis masih berada di tengah-tengah bila dibandingkan dengan indeks terkait jurnalis lainnya di Indonesia maupun dunia. Sementara itu, pihaknya membuat tiga pilar utama dalam menyusun indeks tersebut; yakni individu, stakeholder media, serta peran negara dan regulasi.
"Tidak lupa, kami juga coba membuat indeks ini lebih komprehensif, yaitu dengan satu faktor koreksi, yaitu data peristiwa kekerasan yang memang terjadi dan didata oleh teman-teman dari AJI (Aliansi Jurnalis Independen)," ujarnya.
Ia menjelaskan pihaknya menggunakan metode campuran dalam menyusun indeks tersebut, yakni kuantitatif dan kualitatif. Pada metode kuantitatif, kami melakukan survei pada 536 responden dari jurnalis aktif dan juga data kuantitatif lain dari data sekunder yang dikumpulkan oleh AJI untuk bahan faktor koreksi tadi.
Untuk metode kualitatif, dengan melakukan "focus group discussion" (FGD) dan juga wawancara mendalam kepada beberapa stakeholder. Artinya dalam penyusunan indeks ini tidak hanya melihat dari sisi metodologi ilmiah saja.
"Tetapi juga kami melihat dari berbagai stakeholder berbagai sisi untuk bisa mendapatkan sebuah indeks, sebuah hitungan, sebuah angka yang lebih komprehensif dan menggambarkan bagaimana keselamatan jurnalis itu sendiri," ujarnya.
Namun, dalam survei ini, tidak mengatur "margin of error" (toleransi kesalahan), dan terdapat beberapa pertanyaan yang dapat dijawab lebih dari sekali atau multiple answered. (*)
Baca juga:
Galeri Foto Jurnalistik Antara Dibuka kembali, Gelar Pameran Foto ‘Pers, Demokrasi, & Pembangunan’
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Aksi Teatrikal Iwakum depan Gedung MK: Minta Perlindungan Wartawan Dipertegas

Pasal 8 UU Pers Dianggap Biang Kerok Kriminalisasi Wartawan! Iwakum Ajukan Judicial Review Tepat di HUT ke-80 RI

Intai Korban Keluar Hotel, Dugaan Premanisme Bermodus Ngaku Wartawan Ditangkap Polda Jateng

DPR Minta Kapolri Tindak Tegas Polisi yang Banting Wartawan saat Liput Demo

Dewan Pers Sarankan Pemerintah Pakai Mekanisme Standar Subsidi untuk Rumah Wartawan

Syarat Jurnalis Akses Rumah Bersubsidi, Batas Maksimal Penghasilan Rp 13 Juta

Teror Kepala Babi ke Wartawan Tempo, Kepala Kantor Kepresidenan Hasan Nasbi: Dimasak Saja

Cica Wartawan Bocor Alus Tempo dapat Teror Kepala Babi

Dewan Pers Resmi Bubarkan BPPA yang Bertugas Sejak Agustus 2024 Silam

Sertijab Mei, Ini 9 Nama Anggota Dewan Pers Terpilih Periode 2025-2028
