Impor Beras Dinilai Rawan Terjadi Pelanggaran dan Maladministrasi


Ilustrasi (Foto: Pixabay/lightluna94)
MerahPutih.com - Ombudsman RI menduga adanya indikasi cacat administrasi atau maladministrasi dalam rencana pemerintah mengimpor 1 juta ton beras.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika curiga rencana impor diputuskan tanpa memperhatikan early warning system atau sistem peringatan dini. Pasalnya, dari kajian Ombudsman tidak ditemukan indikator yang mengharuskan dilakukannya impor beras.
Baca Juga
Beras Vietnam Menumpuk di Gudang, Bulog Tak Bisa Tampung Beras Impor Lagi
Termasuk, jika dilihat dari indikator pasokan, seperti kurangnya stok beras di Perum Bulog, penggilingan, atau di pelaku usaha. Indikator sama juga tercermin dari harga.
"Ombudsman mencermati adanya potensi maladministrasi terkait mekanisme keputusan impor beras," katanya kepada wartawan, Rabu (24/3).
Ia merinci untuk stok, merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras tahun pada Januari-April 2021 bisa tembus 14,54 juta ton.
Itu jelas naik dibandingkan dengan Januari-April 2019 dan Januari-April 2020, yang produksinya hanya 13,63 juta ton dan 11,46 juta ton.
Artinya, tahun ini BPS meramal ada kenaikan jumlah panen sekitar 3 juta ton dari tahun lalu.
Ia juga menyebut Perum Bulog tidak sedang kesulitan beras. Jumlah stok beras per 14 Maret 2021, mencapai 883.585 ton. Beras terdiri dari CBP (Cadangan Beras Pemerintah) 859.877 ton dan komersial sebanyak 23.708 ton.
Dengan menyerap beras panen raya Maret-April pihaknya memperkirakan stok CBP Bulog pada akhir April di atas 1 juta ton beras. Artinya, itu telah memenuhi cadangan beras CBP per tahun.

Dengan kata lain, tidak diperlukan lagi impor beras. Selain itu katanya, terdapat 106.642 ton beras turun mutu di gudang Bulog sisa dari 2018-2019 yang belum dikeluarkan.
Karena itu, ia mengaku heran bila pemerintah masih ngotot ingin melakukan impor beras. Keputusan itu, menurut dia, akan berdampak besar kepada petani RI.
"Harga gabah tahun ini turun padahal Januari dan Februari belum ada isu impor. Sebelum impor harga sudah turun apalagi ada impor," tambahnya.
Atas fakta-fakta itu, ia meminta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto untuk menyelenggarakan rapat koordinasi terbatas untuk menunda keputusan impor.
"Bukan pelaksanaan impor hingga menunggu perkembangan panen dan stok Perum Bulog paling tidak sampai awal Mei," jelasnya.
Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi siap mundur apabila kebijakan impor beras 1 juta ton di 2021 terbukti salah. Keputusan untuk melakukan impor 1 juta ton beras guna memenuhi cadangan stok beras Bulog.
Langkah ini sudah diputuskan sejak Desember 2020 atau jauh sebelum dirinya menjabat Menteri Perdagangan.
"23 Desember 2020, sudah ada notulen rapat di tingkat kabinet. Jadi, artinya ini di tingkat lebih atas dari ratas menko memutuskan bahwa Bulog untuk 2021 itu mesti mempunyai cadangan atau iron stock (beras)," bebernya.
Salah satunya, kata Lutfi, cadangan Bulog tahun ini diperoleh dari pengadaan 500 ribu ton beras impor.
"Jadi waktu saya datang, saya hanya menghitung jumlahnya," tuturnya.
Berdasarkan penghitungannya, stok beras cadangan Bulog saat ini hanya tersedia sebanyak 800 ribu ton.
Di mana di dalamnya ada 270.000-300.000 ton dari stok tersebut merupakan beras hasil impor tahun 2018 silam.
Namun, sebanyak 300 ribu beras sisa impor tersebut berpotensi mengalami penurunan mutu.
"Artinya, Bulog hari ini bisa cadangannya di bawah 500 ribu ton," ucapnya.
Sementara itu, penyerapan gabah oleh Bulog dirasa masih belum optimal, karena baru setara beras mencapai 85.000 ton mendekati musim panen ini.
Padahal, target penyerapan gabah mendekati 500.000 ton per Senin (22/3).
"Jadi, penyerapan tidak jalan dengan baik. Ini menyebabkan stok Bulog pada saat yang paling rendah dalam sejarah," bebernya.
Adapun, rendahnya penyerapan gabah sendiri lebih dikarenakan aturan teknis yang mesti dipatuhi Bulog dalam membeli gabah petani.
Menyusul dalam Permendag Nomor 24 Tahun 2020, gabah harus dengan kadar air maksimal 25 persen dan seharga Rp 4.200 per kilogram.
"Sedangkan, permasalahannya hari ini curah hujan yang tinggi menyebabkan gabah petani tidak bisa dijual ke Bulog karena basah," katanya.
Oleh karena itu, impor dinilai menjadi solusi yang bisa diterapkan saat ini untuk menambal cadangan beras yang defisit saat ini. Kendati, kebijakan ini disadari tidak bisa menyenangkan semua pihak.
"Jadi, ini tanggung jawab saya. Sudah tidak usah melebar diskusinya. Saya janji tidak ada impor ketika panen raya. Selesai," tandasnya. (Knu)
Baca Juga
Soal Wacana Impor Beras, La Nyalla Soroti Tata Kelola Hasil Komoditas Pertanian
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Tom Lembong Adukan Auditor BPKP ke Ombudsman, Ingin Evaluasi Hasil Audit Kerugian di Kasus Impor Gula

DPR Desak Mendes Batalkan Pemecatan Ribuan Pendamping Desa Patuhi Putusan Ombudsman

Surplus Beras 4 Juta Ton Bikin Dunia Melongo, Titiek Soeharto Ungkap Peluang Ekspor Menggiurkan!

Stok Beras Nasional Capai 3,8 Juta Ton, Indonesia Menuju Swasembada Pangan

Ombudsman Sebut Badai Anggaran Hantam Program Makan Bergizi Gratis

Surplus Beras Diragukan, DPR Minta Kejelasan Pemerintah Sebelum Ekspor Dilakukan

DPR Minta Pemerintah Perhatikan Hak Warga Negara, Pengalaman Krisis Pangan, Kesejahteraan Petani dalam Kebijakan Ekspor Beras

Ombudsman Minta Pemerintah Beri Kepastian Pengangkatan CASN 2024 Secara Hukum

Anggaran Dipangkas Rp 91,6 M, Ketua Ombudsman Keluhkan Tak Bisa Capai Target Kerja 2025

Ombudsman Mulai Telisik Dugaan Maladministrasi Tata Kelola Pariwisata Berkelanjutan
