Hari Ini HUT ke-53 Kopri, Sejarah Panjang Menjaga Netralitas PNS dari Tangan Parpol


Tema HUT ke-53 Kopri. Foto: Website/Korpsijatim
MerahPutih.com - Tanggal 29 November menjadi peringatan berdirinya Korpri. Tahun ini peringatan HUT ke-53 Korpri mengusung tema "Korpri untuk Indonesia".
Tema tersebut digarap sebagai komitmen dedikasi pegawai negeri untuk melayani masyarakat. Sehingga keberadaan mereka di tengah masyarakat benar-benar terasa manfaatnya.
Peringatan Hari Korpri sendiri diatur dalam Keppres Nomor 82 tahun 1971 pada 29 November 1971. Di mana tujuan Korpri dibentuk karena pegawai negeri sipil (PNS) Indonesia ikut memelihara, serta memantapkan stabilitas politik dan sosial yang dinamis dalam negara
Sejarah Hari Korpri sendiri sangat panjang. Dilansir dari korpri.go.id, disebutkan pada masa Demokrasi Liberal (1950-1959), situasi sosial politik tanah air sedang tidak kondusif.
Baca juga:
Jokowi Umumkan Penghapusan Eselon 3 dan 4 di Naskah Pidato HUT Kopri
Terjadi banyak tekanan sangat agresif hingga intervensi dalam birokrasi pemerintahan. Ditandai dengan politisi merekrut Pegawai dalam segala tingkatan menjadi anggota partai.
Alasan parpol merekrut pegawai sebab alat strategis karena pengaruhnya dalam masyarakat. Kesempatan ini dimanfaatkan dengan banyaknya pegawai yang masuk parpol untuk mencapai karier birokrasi. Agresivitas parpol ini terutama dilakukan parpol yang berkuasa dengan cara-cara kasar tanpa mengindahkan norma.
Pada masa itu tidak ada tranparansi penilaian kerja atas PNS. Pasalnya, semua sistem termasuk pengangkatan PNS dalam suatu jabatan didasari oleh kartu keanggotaan partai, artinya PNS yang bukan dari partai berkuasa tidak akan aman pada posisi jabatannya. Hal tersebut terjadi karena pengangkatan bukan berdasarkan kecakapan dan daftar urut kepangkatan.

Campur tangan parpol dalam menentukan kepangkatan PNS membuat ketidakstabilan dalam internal kepegawaian. Sehingga dalam lingkup PNS akan disi dengan orang-orang yang sehaluan saja.
Tidak adanya tranparansi dan integritas inilah yang memicu pegawai berada dalam suasana ketidakpastian. Iklim kerja PNS dipenuhi curiga, kerjasama dan koordinasi dalam satu unit tugas menjadi sulit berjalan. Singkatnya, masih adanya campur tangan parpol menyebabkan adanya kepatuhan yang terbagi. Yakni kepada atasan parpol dan atasan kantor.
Pegawai jadi lebih mengutamakan kepentingan parpol ketimbang kepentingan pemerintahan. Sehingga risiko kebocoran rahasia negara kerap terjadi. Pelaku pembocoran adalah Pegawai dari partai oposisi yang mendapat tugas khusus dari partainya untuk melaporkan rencana dan kegiatan pemerintah.
Kondisi PNS yang carut marut tersebut menjadi perhatian. Akhirnya dirilislah UU Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok pemerintahan Daerah. Peraturan ini mengatur penetapan jenis kepegawaian tidak lagi satu (Pegawai Negeri Sipil) yaitu Pegawai Pusat dan Pegawai Daerah.
Baca juga:
DPR Soroti Netralitas ASN dan Pj Kepala Daerah dalam Pilkada 2024
Namun, cara ini tak efektif. Pasalnya masih terjadi pengangkatan Pegawai Daerah terjadi tanpa memperhatikan syarat-syarat teknis kepegawaian. Akibatnya terjadilah kesenjangan dan perbedaan kualitas antara Pegawai Pusat dan Pegawai Daerah.
Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965) ditandai dengan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959. Mulai pemerintah tegas memisahkan intervensi parpol terhadap PNS. Intervensi itu tegas diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 2 tahun 1959.
PP tersebut berbunyi menetapkan PNS golongan F tidak boleh menjadi anggota parpol. Peraturan Presiden Nomor 2/1959 bertujuan baik karena dalam rangka usaha memulihkan keutuhan dan kekompakan segenap PNS sebagai Aparatur Negara. Namun nyatanya, beberapa PNS masih kerap terlibat dalam aktivitas parpol secara sembunyi-sembunyi.
Baca juga:
Profil Rini Widyantini, Menteri PANRB Perempuan Pertama dari PNS Karier
Di bawah pemerintahan Bung Karno dengan gagasan ideologi Nasakom. Memaksa orang memilih apakah ia masuk golongan Nas (Nasionalis), A (Agama) atau Kom (Komunis). Lembaga-lembaga negara cenderung di Nasakomkan. Ujung-ujungnya Parpol menjadi biduk di balik PNS.
Dalam kondisi demikian, Partai Komunis Indonesia (PKI) berada dalam posisi yang menguntungka karena kedekatan mereka dengan Bung Karno. Terlebih lagi pada penghunjung 1960, partai Masyumi dan PSI yang pernah berkuasa, dibubarkan Bung Karno karena dituduh terlibat dalam pemberontakan.
PKI menguasai birokrasi. Kantor Urusan Pegawai yang mengendalikan dan menguasai bidang kepegawaian, berhasil mereka perlemah kewenangannya. Kader PKI menyusup ke semua organisasi-organisasi serikat pegawai atau pekerja yang ada pada masing-masing departemen dan lembaga pemerintahan.
Baca juga:
Bawaslu Beberkan 5 Kategori Terbanyak Pelanggaran Netralitas ASN saat Pemilu
Berupaya melepas cengkraman pengaruh parpol terhadap PNS dikeluarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1961. Dalam UU tersebut, termaktub pasal 10 ayat 3 berbunyi "Bagi suatu golongan pegawai dan/atau sesuatu jabatan, yang karena sifat dan tugasnya memerlukan, dapat diadakan larangan masuk suatu organisasi politik".
Pada masa Orde Baru, PNS dibuat penilaiannya berdasarkam sistem karier dan sistem prestasi kerja. Selain itu keutuhan dan kekompakan PNS diciptakan dan dikembangkan agar PNS dapat menjadi aparatur yang mampu menyelenggarakan administrasi pemerintahan.
Setelah melalui proses panjang, keluarlah Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1970. Peraturan Pemerintah ini antara lain menegaskan bahwa "Penataan PNS tidak boleh berdasarkan perbedaan keturunan, kelamin, agama, partai politik, organisasi massa, golongan dan daerah".
Langkah itu dilakukan bertujuan agar PNS tidak melakukan kegiatan-kegiatan politik. Bahkan, juga terdapat suatu ketentuan bahwa PNS tidak boleh menjadi anggota organisasi politik tertentu. Tujuan utama kebijakan ini adalah menghindarkan PNS menjadi korban permainan politik atau korban dari luar kehendaknya sendiri. (Tka)
Bagikan
Tika Ayu
Berita Terkait
Buntut Kasus Prostitusi di Gunung Kemukus, Polisi Bekuk Pensiunan PNS Sragen

Tambahan Usia Pensiun ASN Indonesia Bakal Jadi Beban Negara dan Produktivitas Kerja Dipertanyakan

Usulan Kenaikan Usia Pensiun ASN Belum Mendesak, Komisi II DPR Fokus Percepatan Birokrasi dan Efisiensi Anggaran

Mulai Besok ASN Wajib Naik Transportasi Umum, Lapor Lewat Swafoto

ASN DKI Jakarta Wajib Naik Transportasi Umum Setiap Rabu, Kondisi Tertentu Dikecualikan

Mosi Integral Natsir Jadi Pertimbangan Jadikan 3 April Hari Negara Kesatuan Republik Indonesia

Jadwal Libur Nasional dan Cuti Bersama April 2025: Long Weekend yang Ditunggu

Menteri PANRB Instruksikan PPK Pantau ASN, Jangan Coba-Coba Bolos Setelah Libur Panjang!

PPPK Pemkot Solo Protes soal TPP yang Diterima Tak 100 Persen

DPR Dukung Pemerintah Cari Lulusan Baru Untuk Pemenuhan dan Penempatan ASN Tahun 2025
