Hakordia 2021 di Mata ICW: Pemberantasan Korupsi Mendekati Titik Nadir

Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) di gedung KPK, Jakarta, Rabu (16/12). (Foto: MP/Ponco Sulaksono)
MerahPutih.com - Momentum Hari Antikorupsi Dunia (Hakordia) yang jatuh pada Kamis (9/12) patut dirayakan dengan kesedihan. Masyarakat perlu menyadari bahwa menyandarkan harapan tinggi pada negara untuk memberantas korupsi akan jatuh pada mimpi belaka.
Hal itu disampaikan oleh Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo. Menurutnya, momentum Hakordia ini dapat menjadi titik balik perlawanan masyarakat terhadap korupsi.
"Karena korupsi selalu mengorbankan kita sebagai warga masyarakat. Mari perkuat suara kita, mari kita perkuat peran kita untuk melawan korupsi," kata Adnan dalam keterangan tertulis, Kamis (9/12).
Baca Juga:
Korupsi Bansos COVID-19, KPK Dalami Barang Bukti Duit Rp14,5 Miliar
Adnan menilai, pemberantasan korupsi kian mendekati titik nadir. Fenomena state capture, dimana cabang-cabang kekuasaan negara semakin terintegrasi dengan kekuatan oligarki untuk menguasai sumber daya publik dengan cara-cara korup terjadi di berbagai bidang.
"Demikian halnya, penanganan pandemi COVID-19 justru dimanfaatkan sejumlah elit politik dengan pelaku bisnis untuk meraup keuntungan di tengah kemerosotan ekonomi dan peningkatan masalah sosial," ujarnya.
Janji yang disampaikan oleh pemerintah untuk memperkuat pemberantasan korupsi juga dinilai tidak terwujud. Sebaliknya, masyarakat terus menjadi korban atas kejahatan korupsi.
"Sejumlah survei terbaru yang telah dirilis berbagai lembaga telah menggambarkan situasi pemberantasan korupsi di Indonesia yang semakin mengkhawatirkan," ungkapnya.
Misalnya, Indeks Perilaku Antikorupsi 2021 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Temuannya menunjukkan adanya peningkatan praktik suap-menyuap yang dilakukan masyarakat saat mengakses pelayanan publik.
Hal itu pun diperkuat oleh survei Litbang Kompas yang dirilis beberapa waktu lalu. Setidaknya hampir setengah dari total responden mengatakan perilaku korupsi semakin parah di tengah masyarakat.
"Sedangkan dari sisi negara, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia juga anjlok, baik skor maupun peringkatnya dalam kurun waktu lima tahun terakhir," ujarnya.
Baca Juga:
Bahkan, lembaga survei Indikator Politik memberikan peringatan serius atas fenomena menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Temuan-temuan di atas, menurut Adnan, bukan hal mengejutkan lagi. Sebab, satu tahun terakhir masyarakat dapat secara jelas melihat agenda pemberantasan korupsi semakin dikesampingkan oleh negara.
"Bagaimana tidak, dari aspek penegakan hukum saja, kebijakan atau keputusan yang diambil justru semakin tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi yang sungguh-sungguh," tegas dia.
Misalnya, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak pengujian materi UU KPK, penghapusan syarat memperketat remisi bagi koruptor oleh Mahkamah Agung (MA), hingga vonis ringan atas kasus korupsi yang melibatkan pejabat politik.
Baca Juga:
Jokowi Singgung Listrik KPK Padam di Peringatan Hari Antikorupsi
Menurutnya, agenda penguatan KPK sebagaimana disampaikan oleh Presiden Jokowi jauh panggang dari api. Kebijakan politik revisi UU KPK, terpilihnya komisioner KPK bermasalah, pemecatan puluhan pegawai lembaga antirasuah secara ugal-ugalan melalui Tes Wawasan Kebangsaan mencerminkan bukti pelemahan anti-korupsi, alih-alih penguatan.
"Celakanya, Presiden tidak mengambil tindakan berarti, meskipun rekomendasi lembaga negara seperti Ombudsman dan Komnas HAM yang menemukan praktik pelanggaran serius atas TWK KPK. Bisa dikatakan, Presiden gagal menjadi panglima besar dalam agenda pemberantasan korupsi," tegas dia.
Adnan menyebut, meredupnya kebijakan politik untuk memperkuat agenda pemberantasan korupsi dapat dipotret dari politik legislasi nasional. Sejumlah regulasi penting seperti Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset, RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal, dan Revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak pernah dimasukkan dalam program legislasi nasional prioritas.
"Merosotnya upaya pemberantasan korupsi berimbas pada semakin buruknya pengelolaan etika pejabat publik. Praktik rangkap jabatan publik, menyatunya kepentingan politik dan bisnis, seperti konflik kepentingan pejabat dalam bisnis PCR dan obat-obatan dalam penanganan pandemi COVID-19 menjadi bukti konkret melemahnya tata kelola pemerintahan," tutup dia. (Pon)
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
ICW Kritik Pembebasan Bersyarat Setya Novanto, Sebut Kemunduran dalam Pemberantasan Korupsi

Dugaan Korupsi Haji 2025, ICW Seret 3 Nama Pejabat Kemenag ke KPK

ICW Laporkan Dugaan Korupsi Haji 2025 ke KPK, Libatkan 2 PT beralamat Sama

ICW Beberkan Kejanggalan Proyek Chromebook Rp 9,9 Triliun Era Nadiem

ICW Ungkap Polri Gunakan Uang Publik Rp 3,8 Triliun untuk 'Hajar' Rakyat

ICW Desak BGN Evaluasi MBG: Ada Kecacatan pada Program Unggulan Prabowo

Peneliti ICW Didoxing Imbas Terkorup OCCRP, Jokowi Dukung Proses Hukum

Beri Pandangan Jokowi Masuk Daftar Tokoh Terkorup, Peneliti ICW Kena Doxing

Ketimbang Maafkan Koruptor, Prabowo Disarankan Golkan RUU Perampasan Aset

ICW Minta Kejagung Jelaskan Unsur Korupsi dalam Kasus yang Menjerat Tom Lembong
