Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan RJ Lino


Sidang pembacaan putusan gugatan praperadilan RJ Lindo di Ruang Sidang Utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (25/5/2021). ANTARA/Laily Rahmawaty
MerahPutih.com - Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menolak permohonan praperadilan yang diajukan mantan Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II Persero, Richard Joost (RJ) Lino.
Hakim Morgan menyatakan penyidikan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap RJ Lino, hingga penetapan tersangka dan penahanan sah secara hukum.
Baca Juga
"Menimbang dalam hal itu maka permohonan praperadilan pemohon haruslah ditolak. Menimbang bahwa permohonan praperadilan ditolak maka pemohon dibebankan biaya perkara," kata Hakim Morgan Simanjuntak, di PN Jaksel, Selasa (25/5).
Hakim berpendapat berdasarkan fakta persidangan KPK dalam memlroses perkara yang sudah berjalan 2 tahun lamanya telah melakukan langkah-langkah penyidikan dan penuntutan, memeriksa saksi-saksi, ahli, termasuk RJ Lino, dan BPK, serta menganalisa alat bukti tiga unit "Quay Container Crane" (QCC).
Dalam perkara itu, KPK berkeyakinan bahwa pemohon (RJ Lino) telah melakukan tindak pidana korupsi.

Terkait Pasal 40 ayat (1) jo Pasal 70C UU KPK yang menyebutkan syarat waktu penghitungan 2 tahun merupakan bentuk akumulasi sejak proses penyidikan (SPDP), hakim meminta KPK untuk sesegera mungkin melimpahkan perkara untuk disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
"Sementara termohon KPK sendiri menyatakan dan berkesimpulan bahwa pemohon telah diduga melakukan tindak pidana korupsi sehingga pengadilan berpendapat kewajiban termohon KPK sesegera mungkin melimpahkan perkara ini untuk disidangkan di pengadilan tindak pidana korupsi," tutur Hakim.
RJ Lino adalah tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit "Quay Container Crane" (QCC) di PT Pelindo II Tahun 2010. Dalam persidangan, RJ Lino diwakili tim pengacaranya yang dipimpin Agus Dwiwarsono. Sedangkan KPK diwakili Tim Biro Hukum KPK.
Atas putusan tersebut, Agus mengatakan menghormati putusan hakim sekaligus kecewa karena dalam pertimbangan hukumnya tidak mempertimbangkan Pasal 5 yang mana KPK dalam menjalankan tugasnya harus berpedoman pada asas kepastian hukum dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
"Juga tidak disinggung tentang putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70 tahun 2019 yang menyangkut kaitannya dengan nalar yang wajar bahwa 2 tahun itu adalah waktu yang cukup bagi KPK melakukan proses penyidikan, penuntutan hingga dilimpahkan ke pengadilan," ujar Agus.
Agus menyebutkan, fakta hukum yang terbukti di persidangan sampai dengan hari ini pembacaan putusan adalah lebih 5 tahun atau lewat dari 2 tahun sebagaimana disebutkan Pasal 40 ayat (1) jo Pasal 70C UU KPK.
"Jadi hal yang aneh tetapi tetap kami hormati ini sebagai sebuah keputusan," kata Agus. (Pon)
Baca Juga
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra tak lagi Bisa Berkelit, Mahkamah Agung Thailand Perintahkan Jalani Satu Tahun Hukuman di Penjara

Nadiem Makarim Jadi Tersangka Kasus Korupsi Laptop, Kejari Periksa Sekolah di Solo

KPK Tahan 3 Orang dari 4 Tersangka Korupsi Proyek Katalis Pertamina Rp 176,4 M

Khalid Basalamah Penuhi Panggilan KPK, Jadi Saksi Kasus Korupsi Kuota Haji Kementerian Agama

Nadiem Makarim jadi Tersangka, Bukti Gurita Korupsi sudah ‘Mencengkeram’ Sistem Pendidikan di Indonesia

Awal Kasus Korupsi Pengadaan Laptop Terbongkar, Dari ‘Kesepakatan’ Nadiem dengan Google

Bantah Lakukan Korupsi, Nadiem: Integritas Nomor 1, Tuhan Pasti Melindungi Saya

Nadiem Tersangka Pengadaan Laptop, Kejagung Bongkar Kejanggalan Proyek Digelar Tertutup meski Gunakan Anggaran Negara

Jadi Tersangka Kasus Korupsi, Nadiem Makarim Langsung Dipenjara di Rutan Salemba

KPK Periksa Eks Direktur Keuangan Telkom terkait Kasus Digitalisasi SPBU Pertamina
