Hakim MK Menilai Pengalihan Citra Presiden ke Paslon Tertentu Bisa Pengaruhi Hasil Pemilu


Sidang pembacaan putusan MK atas perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden 2024 di gedung MK, Jakarta, Senin (22/4). (Foto: MerahPutih.com/Ponco)
MerahPutih.com - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arsul Sani menyatakan bahwa Pemilihan umum Presiden Indonesia (Pilpres) yang disebut-sebut merupakan cara demokratis memilih pemimpin, pada praktiknya bukan kontestasi seimbang, khusunya bagi peserta pilpres yang tidak terafiliasi dengan petahana.
Hal ini disampaikan oleh Arsul saat membacakan putusan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden 2024 di gedung MK, Jakarta, Senin (22/4).
“Kompetisi dalam pemilu bersifat asimetris atau tidak berimbang terutama ketika salah satu kontestan adalah petahana atau siapapun yang sebelumnya pernah menduduki jabatan publik,” kata Arsul.
Baca juga:
MK Sebut Bansos Jokowi Tak Terbukti Untungkan Suara Prabowo-Gibran
Menurut Arsul, saat Presiden petahana yang memiliki basis pendukung besar tidak mencalonkan diri pada pemilu untuk kepemimpinan periode selanjutnya, maka dia akan mengalihkan citra diri kepada pasangan calon tertentu.
Dia menyebut pengalihan citra Presiden petahanan menjadi hal krusial. Sebab, hal tersebut dapat mengubah peta dan pola kontestasi bahkan mempengaruhi hasil pemilu.
“Sementara kontestan non-petahana harus memulai dari titik nol untuk memperkenalkan diri kepada masyarakat agar dipersepsikan oleh masyarakat sebagai calon yang layak untuk dipilih dalam pemungutan suara,” tutur Arsul.
Arsul menyebut pengalihan citra diri Presiden petahanan realisasinya persis dengan cara kerja juru kampanye untuk memenangkan pasangan calon tertentu.
Baca juga:
Arsul Sani Ikut Tangani Sengketa Pilpres 2024
Sehingga, lanjut dia, masyarakat pemegang hak suara yang notabene pendukung sang juru kampanye akan memberikan suaranya kepada kandidat yang didukung atau memiliki kedekatan dengan juru kampanye tersebut.
“Seorang juru kampanye yang melalui tindakannya berusaha melekatkan citra diri sang juru kampanye kepada kandidat atau kontestan yang didukungnya sehingga masyarakat penyuka atau penggemar juru kampanye memberikan suaranya kepada kandidat yang didukung juru kampanye,” ungkap Arsul.
Arsul menyebut masyarakat menggunakan rekam jejak Presiden petahanan sebagai bahan pertimbangan memilih calon tertentu pada hari pencoblosan.
“Sesungguhnya track record jabatan seorang petahana merupakan salah satu wujud modal sosial bagi yang bersangkutan untuk memenangkan kontestasi berikutnya,” tutup Arsul. (Pon)
Baca juga:
MK Mentahkan Bukti Anies-Cak Imin Soal Cawe-cawe Jokowi di Pemilu 2024
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Iwakum Ajukan Judicial Review, Ketua AJI: Penting Ingatkan Negara soal Kewajiban Lindungi Jurnalis

Sri Mulyani Buka Suara usai Rumahnya Dijarah, Minta Masyarakat Ajukan Judicial Review ke MK

Mensesneg Tegaskan Pemerintah Hormati Putusan MK Larang Wamen Rangkap Jabatan di BUMN

Prabowo Perintahkan Anak Buahnya Pelajari Putusan MK yang Larang Wakil Menteri Rangkap Jabatan

MK Putuskan Wakil Menteri Tidak Boleh Rangkap Jabatan

Iwakum Hadiri Sidang Perdana Uji Materi UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 di Mahkamah Konstitusi

Iwakum Minta MK Pertegas Pasal Perlindungan Wartawan di UU Pers

Aksi Teatrikal Iwakum depan Gedung MK: Minta Perlindungan Wartawan Dipertegas

Rapat Paripurna DPR Setujui Inosentius Samsul Jadi Hakim MK Gantikan Arief Hidayat

Paripurna DPR Setujui Inosentius Samsul Jadi Hakim MK, Disebut Orang Kredibel
