Golkar Usulkan Penghapusan Pasal Terkait Pers dan Media di RUU Ciptaker

Ilustrasi (Pixabay)
Merahputih.com - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Fraksi Partai Golkar Firman Soebagyo mengusulkan penghapusan pasal-pasal terkait dengan pers dan media di dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja karena berpotensi menimbulkan multitafsir dan ketidakpastian.
"Golkar menilai daripada menimbulkan multitafsir dan ketidakpastian, kami usulkan terkait dengan media dan pers untuk didrop dari RUU Cipta Kerja," ujar Firman dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja RUU Ciptaker secara virtual dan fisik, Selasa (9/6).
Berdasarkan keterangan yang disampaikan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) dalam RDPU tersebut, sangat berisiko kalau RUU Ciptaker mengatur media dan pers.
Baca Juga:
Ketua MPR Kecam Buzzer yang Dianggap Sebagai Musuh Utama Pers Indonesia
Media dan pers sudah bagus diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers sehingga lebih baik diperkuat dalam UU yang ada dan tidak perlu dimasukkan dalam RUU Ciptaker.
"Kami usulkan agar diperkuat saja di UU yang ada dan kita butuh media nasional yang kuat sehingga harus perkuat pers dalam negeri," ujarnya.
Anggota Baleg DPR RI Fraksi Partai NasDem Taufik Basari menyebutkan beberapa pasal dalam RUU Ciptaker terkait dengan pers menimbulkan pertanyaan, khususnya relevansi mengatur pers dalam RUU tersebut.
Dalam Rapat Kerja Baleg dengan pemerintah, dia akan menanyakan kenapa dalam RUU Ciptaker dimasukan soal pers apakah ada masalah dalam implementasi UU Pers sehingga perlu diubah.
"Apakah perubahan hanya di UU sektoral? Lalu kenapa masuk dalam RUU Ciptaker? Saya tanyakan pemerintah apa yang menjadi dasar pemikiran mengapa isu pers masuk dalam RUU Ciptaker," katanya.

Kalau argumen pemerintah tidak kuat, menurut dia, tidak ada masalahnya untuk mengeluarkan poin tentang pers dari RUU Ciptaker agar rancangan tersebut fokus mengatur kemudahan usaha dan perizinan.
Sebelumnya, sebagaimana dikutip Antara, ada dua pasal yang menjadi sorotan kalangan organisasi pers yang akan diubah, seperti modal asing di perusahaan pers, ketentuan penambahan pidana denda, dan perubahan pidana denda menjadi sanksi administratif dalam Pasal 11 dan Pasal 18 UU Pers.
Dalam RUU Ciptaker, poin terkait dengan pers ada di Pasal 87 yang menyebutkan ketentuan Pasal 11 (UU Pers) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: "Pemerintah pusat mengembangkan usaha pers melalui penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal."
Ketentuan Pasal 18 (UU Pers) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut, Pasal 18:
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 Ayat (2) dan Ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Baca Juga:
Dewan Pers: Kualitas Produk Jurnalistik Tergantung Kesejahteraan Para Jurnalis
(2) Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 Ayat (1) dan Ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
(3) Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 Ayat (2) dan Pasal 12 dikenai sanksi administratif.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, besaran denda, tata cara, dan mekanisme pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah. (*)
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
Aksi Teatrikal Iwakum depan Gedung MK: Minta Perlindungan Wartawan Dipertegas

Pasal 8 UU Pers Dianggap Biang Kerok Kriminalisasi Wartawan! Iwakum Ajukan Judicial Review Tepat di HUT ke-80 RI

Dewan Pers Mau Berantas Media Pakai Nama Mirip Lembaga Negara

Iwakum Gelar Syukuran HUT ke-3, Beri Bantuan untuk Jurnalis yang Terkena PHK

Kontroversi Penghapusan Artikel Media Detik, Imparsial: Ini Ancaman Kebebasan Berekspresi

Kolaborasi Lintas Kementerian Upayakan Solusi Atasi PHK Jurnalis

Ketua Dewan Pers Baru Ajak Media Jangan Jadi Budak Trafik Algoritma

Gelombang PHK di Sejumlah Media, DPD sebut Tanda Demokrasi Indonesia Dalam Bahaya

Geledah Kasus Korupsi, Kejagung Temukan Invois Ratusan Juta Pesanan Berita kepada Direktur Pemberitaan Jak TV

Teror ke Jurnalis Jangan Dibiarkan, Harus Diusut Tuntas
