Gemar Tarik Pelatuk Senjata Api dalam Tangani Kasus, KontraS Sebut Polri Semena-Mena


Deputi Koordinator KontraS Putri Kanesia soroti kegemaran polisi main tembak dalam penanganan kasus (MP/Gomes R)
MerahPutih.Com - Deputi Koordinator KontraS Putri Kanesia menyebutkan penggunaan senjata api masih menjadi sorotan dalam tiap peristiwa pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat kepolisian.
Bahkan, Kontras menemukan dalam setahun terakhir ini, penggunaan senjata api oleh anggota kepolisian lanjut Putri yang menyebabkan terjadinya 423 peristiwa penembakan yang mengakibatkan 435 jiwa luka - luka dan 229 tewas.
Sehingga, dari angka itu, patut menjadi perhatian bagi kepolisian untuk mengevaluasi penggunaan senjata, apakah penggunaannya sudah berkesesuaian dengan Peraturan Kapolri (PerKap) No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan PerKap No. 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, termasuk meninjau sudah sejauhmana penerapan penulisan form penggunaan senjata api.
"Berdasarkan temuan kami, penggunaan senjata api kerap digunakan dalam kasus-kasus kriminal, seperti pencurian, perampokan, begal/jambret, pembunuhan serta kasus lainnya seperti narkoba dan warga sipil," kata kata Deputi Koordinator KontraS Putri Kanesia di Kantor KontraS, Jakarta Pusat, Senin, (1/7).

Bahkan, dari pengaduan dan pendampingan KontraS, lanjut Putri, penggunaan senjata api menjadi instrumen dominan dari tindakan kepolisian dalam menangani sebuah kasus. Hal tersebut dilihat dari beberapa kasus yang kami terima, di antaranya penembakan terhadap Apria (Sumatera Selatan), Ridwan (Sigi), Indra (Sorong), dan Mince dan Nelma (Halmahera Selatan) menjadi korban penembakan dan penyiksaan.
"Penggunaan senjata api oleh pihak kepolisian menggunakan pola yang seragam, seperti, korban diduga melawan aparat, korban hendak kabur dari kejaran polisi," tambahnya.
Sementara, dari anggota kepolisian yang melakukan tindakan sewenang-wenang sebut Putri, tidak mendapatkan hukuman atau sanksi yang bisa membuatnya jera.
Bahkan, dalam beberapa kasus, anggota kepolisian berupaya menutup kasusnya dengan meminta maaf dan memberikan surat pernyataan kepada korban yang telah ditembaknya.
"Akuntabilitas penggunaan kekuatan dan senjata api menjadi persoalan penting bahwa kepolisian tidak bisa semena-mena dalam menarik pelatuk ataupun melakukan tindakan yang mengakibatkan kematian seseorang," ujar Putri Kanesia.
Sejalan dengan isi dari Perkap nomor 1 tahun 2009, Standar dan Praktik Hak Asasi Manusia untuk Polisi, juga menuliskan tentang hal - hal yang perlu anggota polisi perhatikan dalam penggunaan senjata api, pertama, semua insiden penggunaan kekuatan atau senjata api harus dilaporkan dan ditinjau oleh pejabat tinggi.
Kedua, pejabat tinggi harus bertanggung jawab atas tindakan polisi di bawah komandonya jika pejabat tinggi tahu atau seharusnya tahu tentang pelanggaran tetapi gagal untuk mengambil tindakan nyata.
"Ketiga, Pejabat yang melakukan pelanggaran aturan ini tidak akan dimaafkan dengan alasan bahwa mereka mengikuti perintah atasan," tuturnya.
Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa terus menerus terjadinya peristiwa penggunaan kekuatan yang berlebihan seperti penyalahgunaan senjata oleh anggota Polri menunjukkan bahwa institusi Polri belum efektif melakukan upaya pencegahan dan evaluasi atas implementasi aturan internal yang mengatur tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian yang tertuang dalam Peraturan Kapolri (Perkap) No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian.

"Besarnya jumlah korban tewas dalam operasi Polri di atas menunjukkan masih banyak anggota Polri yang tidak menerapkan prinsip nesesitas dan proporsionalitas sebagaimana dimandatkan dalam Pasal 3 Perkap No. 1 Tahun 2009 tersebut maupun Pasal 48 Perkap No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia yang mengatur akuntabilitas dan prosedur penggunaan senjata api oleh anggota Polri,"
Putri menjelaskan, terlebih, tidak adanya proses penyelidikan yang dilakukan pasca peristiwa penembakan yang dilakukan oleh anggota Polisi membuat istitusi ini semakin menggerus akuntabilitas Kepolisian. Bahkan, ada 10 Panduan yang dirancang, untuk menjadi referensi yang mudah diakses dan portabel untuk petugas polisi.
BACA JUGA: Ulang Tahun ke-73, KontraS: Kinerja Polri Masih Jauh dari Kata Memuaskan
Agus Rahardjo Ungkap KPK Sudah Tetapkan Tersangka Baru Kasus e-KTP
Kendati demikian, 10 Panduan itu juga, beber Putri, diorganisasikan ke dalam topik-topik utama terkait hak asasi manusia yang menjadi perhatian polisi, seperti investigasi, penangkapan, penahanan, dan penggunaan kekuatan.
Sehingga, setiap topik, ada bagian yang merangkum standar HAM internasional yang relevan, diikuti oleh bagian “praktik” yang berisi rekomendasi untuk menerapkan standar-standar tersebut. Sumber-sumber untuk standar dan praktik HAM tercantum di bagian akhir panduan ini.
"Mereka termasuk perjanjian hak asasi manusia utama PBB dan banyak deklarasi khusus dan badan-badan prinsip penegakan hukum yang telah diadopsi oleh Polri," tutupnya.(Gms)
Bagikan
Berita Terkait
IPW Apresiasi Langkah Tegas TNI-Polri, Sebut Aspirasi Harus Dilakukan dengan Cara Damai

Beda Saat Tahun 1998, Pam Swakarsa Versi Terkini Dinilai Tidak Akan Mengandung Unsur Politis yang Merugikan Publik

Kapolri Izinkan Aparat TNI/Polri Bubarkan Pendemo jika Terjadi Kekacauan yang Ganggu Perekonomian Nasional

YLBHI Sebut Tindakan Aparat dalam Penanganan Demo Mengarah Teror terhadap Rakyat

Pengamat Tuntut Cara Polri Tangani Demo Harus Diubah, Jangan Sampai Makan Korban Jiwa Lagi

Prabowo Ungkap Kondisi Korban Aksi Ricuh di RS Polri, Ada yang Terbakar Leher, Paha, hingga Alat Vital

Minta Semua Polisi yang Terluka Akibat Rusuh Demo Dapat Kenaikan Pangkat Luar Biasa, Prabowo: Mereka Membela Negara dan Rakyat

3.195 Orang Ditangkap dalam Kericuhan Demonstrasi di Sejumlah Daerah, 1.240 di Antaranya di Wilayah Polda Metro Jaya

Polri Lakukan Patroli Besar-Besaran di Jabodetabek, Redam dan Tindak Pelaku Kerusuhan

Tragedi Affan Kurniawan Dinilai Bisa Jadi Alarm untuk Mengevaluasi Manajemen Anggaran Polri yang Amburadul
