Ulang Tahun ke-73, KontraS: Kinerja Polri Masih Jauh dari Kata Memuaskan


Yati Andriyani dari KontraS memberikan catatan kritis pada HUT Bhayangkara ke-73 (Foto: antaranews)
MerahPutih.Com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengkritik kepolisian yang hari ini merayakan ulang tahunnya yang ke-73. Pasalnya, kinerja Polri masih jauh dari kata memuaskan.
Koordinator KontraS Yati Andriyani mengatakan hingga HUT ke-73, tercatat sudah 643 kasus kekerasan yang dilakukan petugas kepolisian. Dari 643 itu, polisi melakukan kekerasan dari tingkat Polsek hingga Polda dengan beragam tindakan seperti penyiksaan, penganiayaan, penangkapan sewenang-wenang yang membuat korban luka hingga tewas.
"Polri dihadapkan pada situasi paradox of institusional position. Aparat polisi bisa memberikan ruang yang besar untuk menjaga keamanan, namun sifat dari keistimewaan ini kerap membuat unsur kewenangan dan kekuasaan diterjemahkan sepihak dan disalahgunakan, sehingga menghasilkan pelanggaran HAM," tutur Yati dalam keterangan persnya di Jakarta, Senin (1/7).
Ia juga menyayangkan mekanisme pengawasan eksternal yang tidak maksimal. Misalnya, peran Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) yang minim dalam mendorong reformasi kepolisian.

"Kompolnas juga tak cukup aktif merespons peristiwa-peristiwa penting yang sebenarnya dapat menjadi titik tolak untuk mendorong reformasi Polri," tegasnya lagi.
Yati mengatakan, kewenangan diskresi sering digunakan polisi untuk menindak pelaku pelanggaran hukum berdasarkan penilaian pribadi yang berujung pada kekerasan.
"Berkenaan dengan kesewenangan tersebut, praktik yang terjadi di lapangan tidak terukur dan sewenang-wenang, bahkan menimbulkan korban jiwa," kata Yati.
Salah satu penyebabnya adalah mekanisme evaluasi internal yang tidak berjalan maksimal, tepatnya pada bagian Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) dan Propam (Profesi dan pengamanan).
"Kinerja pengawas kepolisian di tingkat kepolisian di tingkat internal seperti Irwasum maupun Propam dalam menindak anggota yang melakukan tidaklah cukup dalam melakukan pengawasan dan penindakan," kata Yati.
Peristiwa paling banyak tersebar di daerah Jawa Timur (44 peristiwa), Sumatra Utara (42 peristiwa), Sumatra Selatan (38 peristiwa), Sulawesi Selatan (38 peristiwa), Jawa Barat (34 peristiwa) dan Papua (29 peristiwa).
BACA JUGA: Periode Kedua Pemerintahannya, Jokowi Dituntut Lebih Perhatikan Kaum Minoritas
Lampui Target, Jakarta Fair 2019 Raih 6,8 Juta Pengunjung
Menurut Yati, kekerasan yang terjadi berupa penembakan, penyiksaan, penangkapan sewenang-wenang, penganiayaan dan pembubaran paksa. Parahnya lagi, kata dia, peristiwa itu terjadi paling banyak di Polda tingkat A yang sudah diawasi oleh Inspektur Jenderal Polisi. "Hal ini menjadi ironi, sebab daerah dominan terjadinya pelaku kekerasan di tingkat A.
Polres terjadi di daerah-daerah dengan Polda Tipe-A yang memiliki jumlah personel lebih banyak dan pengawasan yang ekstra, baik terhadap warga yang melakukan pelanggaran maupun anggota kepolisian," tutup Yati.(Knu)
Bagikan
Berita Terkait
Polda Metro Sebar Kontak Telepon ‘Posko Orang Hilang’, Terima Laporan Anggota Keluarga atau Kerabat yang tak Ada Kabar

27 Perwira Tinggi Polri Naik Pangkat, Karyoto hingga Suyudi Jadi Komjen

Komisi Khusus Bakal Dibentuk, Presiden Prabowo Segera Reformasi Total Institusi Kepolisian

Prabowo Dikabarkan Segera Bentuk Komisi Reformasi Polri dan Tim Investigasi Prahara Agustus

Kompolnas Harap Sidang Bripka R Ungkap Kronologis Rantis Brimob Lindas Ojol Affan Secara Terang

Kompolnas Imbau Warga Rekam Brimob Tabrak Ojol Serahkan Video ke Polisi, Untuk Bukti Pemidanaan

IPW Apresiasi Langkah Tegas TNI-Polri, Sebut Aspirasi Harus Dilakukan dengan Cara Damai

Beda Saat Tahun 1998, Pam Swakarsa Versi Terkini Dinilai Tidak Akan Mengandung Unsur Politis yang Merugikan Publik

Kapolri Izinkan Aparat TNI/Polri Bubarkan Pendemo jika Terjadi Kekacauan yang Ganggu Perekonomian Nasional

YLBHI Sebut Tindakan Aparat dalam Penanganan Demo Mengarah Teror terhadap Rakyat
