Gaji Guru Honorer Sebulan Hanya Bisa Beli Sebungkus Mi Instan


Demo ribuan guru honorer dari pelbagai daerah di Indonesia di Jakarta, Selasa (15/9) (Foto: MP/Rizki Fitranto)
MerahPutih Peristiwa - Aksi guru honorer hari Selasa (15/9) depan Gedung DPR, Senayan Jakarta menggemakan kembali suara tuntutan perbaikan kesejahteraan nasib mereka. Nasib miris yang tercecer dari ujung barat sampai ujung timur Indonesia. Nasib yang teronggok diantara himpitan mimpi jadi pegawai negeri sipil (PNS) dan rumitnya peraturan. Litani pedih sang guru honorer terkuak di Senayan, di tempat dimana semestinya suara mereka tak jadi mantra yang mengendap di ruang hampa.
Suara pertama datang dari Heriyanto. Guru honorer berusia 44 tahun ini sudah 13 tahun mengajar di SDN 1 Swatu, Grobogan, Jawa Tengah. Honor yang diterima Heriyanto sebesar Rp300 ribu per bulan. Jumlah ini baru dinaikan belakangan setelah sekitar 10 tahun mengabdi. Dengan honor Rp300 ribu per bulan, Heriyanto harus membiayai dua orang anak dan istri serta dirinya sendiri. Artinya Rp300 ribu Heriyanto harus menghidupkan empat orang. Dalam hitungan pahitnya, anggaran keluarga Heriyanto satu hari hanya mendapat jatah Rp10.000 dengan pembagian satu anggota keluarga dapat bagian Rp2.500 per hari. Anggaran ini hanya bisa untuk sekali makan selama satu hari, dengan catatan satu anggota keluarga cuma mampu beli sebungkus mi instan.
Lantas bagaimana Heriyanto mencukupi kebutuhan hidup keluarganya? Lelaki berperawakan kurus tinggi itu terpaksa mengambil kerja sampingan di luar jam sekolah. Heriyanto bekerja sebagai buruh serabutan. Menariknya, penghasilan dari buruh serabutan di luar dugaan lebih besar dari gaji alias honornya. Acap kali terbersit di benak Heriyanto beralih profesi jadi buruh serabutan, namun suara hati dan semangat mendidik anak-anak memanggilnya kembali ke ruangan kelas.
Suara lain muncul dari Siska (27). Guru honorer di pedalaman Flores, Nusa Tenggara Timur. Nasib Siska tak jauh berbeda dengan Heriyanto. Lima tahun mengabdi sebagai guru honorer di SMPN, Siska hanya mendapat honor Rp500 ribu per bulan. Jarak dari rumah ke sekolah tempat Siska mengajar sekitar 7 kilometer. Lantaran tak ada ongkos, Siska terpaksa jalan kaki pulang pergi demi mencerdaskan para anak didiknya.
Untuk menutupi defisit biaya hidupnya, dengan modal honor seadanya Siska membuka usaha jual-beli pulsa. Sebagai guru perempuan, Siska tak persoalkan kecilnya gaji yang diterima. Menurutnya menjadi guru adalah panggilan hidup.
"Kalau guru itu pekerjaan, pasti saya akan hitung untung dan ruginya. Tapi ini panggilan hidup, sejak kecil saya sudah ingin jadi guru. Sebagai manusia, tak bisa dipungkiri jumlah honor yang saya terima jauh dari cukup, mau bagaimana lagi? ujar Siska miris.
Belakangan Siska mulai gundah. Seiring naiknya harga kebutuhan pokok karena turunnya nilai mata uang Rupiah, praktis biaya hidup Siska meningkat. Pihak sekolah baru berjanji akan menaikan honorarium Siska dan teman-teman sejawatnya. Entah kenapa, sekolah bersama komite sekolah membatalkan rencana tersebut, Siska kembali gigit jari.
Menilik kondisi miris Heriyanto dan Siska, wajar saja dalam aksinya depan Gedung DPR, para guru honorer sampai menitikkan airmata ketika menyanyikan lagu "Hymne Guru". Lagu pemuliaan terhadap jasa para guru namun bernada kontradiktif tragis. Engkau bagai pelita dalam kegelapan, Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan, Engkau patriot pahlawan bangsa, tanpa tanda jasa. Pelita butuh minyak agar tetap bernyala, embun butuh daun untuk bisa menetes dan pahlawan pada ghalibnya selalu mendapat tanda jasa dan penghargaan. Kalaupun rasa terima kasih kepada guru diwujudkan dalam prasasti, tentu Heriyanto dan Siska bersama kawan-kawan seperjuangan bisa menggugat bahwa untuk membuat prasasti saja butuh biaya. Tak ada yang gratis di dunia ini. Suara para guru honorer menggugat rezim Jokowi yang dinilai sudah buta dan tuli dengan nasib mereka, makin lama kian kencang merasuki relung-relung kalbu siapa saja yang pernah digugu dan tiru dari kaumnya.
Baca Juga:
Guru Honorer dan Resonansi Wasiat Terakhir Soedjatmoko
Puluhan Ribu Guru Honorer Kepung Gedung DPR
Wakasek SMPN 124 Jakarta: Tanpa Guru Honorer, Siswa Bisa Apa?
20 Tahun Mengabdi, Guru Honorer di Makassar Hanya Digaji Rp 200 ribu Perbulan
Bagikan
Berita Terkait
Rincian Gaji dan Tunjangan DPR Setelah 17+8 Tuntutan Rakyat Diakomodir Pimpinan DPR

6 Poin Tuntutan 17+8 Yang Dikabulkan DPR, Semua Fraksi Diklaim Setuju

Aksi Piknik Nasional untuk Tagih 17+8 Tuntutan Rakyat Indonesia Berbenah di Gedung DPR

Pimpinan DPR Tanggapi Tuntutan Rakyat 17+8 Indonesia Berbenah di Jakarta

Mahasiswa Lanjutkan Demo di DPR, Minta Tuntutan 17+8 Indonesia Dipenuhi

[HOAKS atau FAKTA]: Presiden Prabowo Bekukan DPR
![[HOAKS atau FAKTA]: Presiden Prabowo Bekukan DPR](https://img.merahputih.com/media/a0/ff/d7/a0ffd7ac2cb35dbb7a0dcb13d5aba36f_182x135.jpeg)
Puan Pastikan Transformasi DPR, Janji Lebih Transparan dan Aspiratif

DPR Soroti Ketergantungan Impor Minyak dan Pangan, Pemerintah Diminta Segera Panggil Produsen untuk Pastikan Komitmen Ketersediaan dan Harga yang Terjangkau

Aksi Kolektif 17+ 8 Berikan Dokumen Tuntutan Rakyat ke Anggota DPR di Gerbang Pancasila

Legislator Tekankan Tiga Prioritas Utama dalam Pendidikan Nasional: Kesejahteraan Guru, Akses Merata, dan Sarana Prasarana Memadai
