Fadli Zon Kritik Sikap Lemah Pemerintah Indonesia Terkait Masalah Muslim Uighur


Muslim Uighur, Tiongkok. Foto: Net
MerahPutih.com - Anggota Komisi 1 DPR Fadli Zon mengkritik sikap lemah pemerintah Indonesia terkait masalah muslim Uighur di Xinjiang, Tiongkok.
Dia mengatakan saat ini Indonesia adalah anggota Dewan Keamanan dan Dewan HAM PBB dan meminta pemerintah Indonesia ambil langkah yang lebih progresif terkait masalah muslim Uighur.
Baca Juga
Muhammadiyah Bantah Tudingan Disuap Tiongkok Soal Minoritas Muslim Uighur
"Sejauh ini saya melihat Indonesia baru menyampaikan sikap mengenai Uighur hanya melalui forum bilateral dengan Cina. Saya kira sikap ini tidak cukup. Untuk mewujudkan politik luar negeri bebas aktif, Pemerintah perlu mengambil sikap lebih progresif mengenai hal ini," ucap Fadli kepada wartawan di Jakarta, Selasa (17/12).

Dia menilai ada dua hal yang bisa dilakukan pemerintah Indonesia. Pertama, kata Fadli, dia menilai pemerintah RI bisa mendorong China untuk mengedepankan dialog dengan kelompok moderat di Xinjiang guna memberi otonomi lebih luas dalam hak beragama dan berbudaya.
"Kita paham jika soal Muslim di Xinjiang ini adalah masalah yang kompleks, bukan hanya isu keagamaan, tapi juga masalah politik, ekonomi dan budaya. Sehingga, pemerintah China perlu membuka pintu dialog dengan banyak kamar agar tersedia resolusi damai atas konflik yang selama ini berlangsung," ucapnya.
Langkah kedua, katanya, Indonesia harus mendorong China melibatkan publik dan organisasi internasional dalam menyelesaikan masalah muslim Uighur. Menurutnya, China bisa menjadikan negara-negara muslim yang dipercaya China sebagai perantara dialog untuk menyelesaikan masalah di Xinjian secara dialogis.
Baca Juga
Disebut Terima Dana Agar Bungkam Soal Uighur, Muhammadiyah Justru Tuding Tiongkok Langgar HAM
"Saya kira, isu-isu itu perlu didialogkan pemerintah Indonesia kepada China. Jangan lupa, ikut menciptakan perdamaian dunia adalah salah satu amanat konstitusi kita," jelas dia.
Fadli pun mengingatkan soal garis politik luar negeri Indonesia yang bersifat bebas aktif. Dia berharap Indonesia tak menjadi perpanjangan tangan dari pihak yang sedang terlibat propaganda.
"Dalam kasus ketidakadilan yang dialami oleh kaum muslim Uighur, sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, sangat wajar jika dunia memperhatikan bagaimana sikap Indonesia. Saya sendiri sejak lama telah mendorong munculnya sikap tegas pemerintah Indonesia atas isu ini. Pemerintah terkesan bisu menghadapi isu Uighur dan Rohingya," ucapnya.
Waketum Gerindra menyinggung laporan The Wall Street Journal (WSJ) yang menyebut ada upaya China untuk membujuk sejumlah organisasi Islam, media hingga akademisi di Indonesia untuk bungkam atas dugaan persekusi muslim Uighur lewat ajakan tur ke Xinjiang.
“Tuduhan itu tentu saja bersifat sepihak sehingga masih perlu dibuktikan kebenarannya. Di sisi lain kita menaruh prasangka baik bahwa ormas-ormas Islam di Indonesia tak akan menggadaikan integritas dan solidaritasnya hanya demi sumbangan. Apalagi, mereka sendiri telah membantahnya,” kata Fadli.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra itu mengatakan, bahwa saat ini propaganda saling menjatuhkan antara Amerika Serikat (AS) dan China sedang terjadi. Dia mencontohkan adanya surat terbuka dari 22 duta besar untuk PBB kepada Dewan HAM yang mengecam perlakuan China terhadap muslim Uighur di Xinjiang.

Surat itu ditandatangani para diplomat yang sebagian besar berasal dari Eropa, termasuk Kanada, Australia, Selandia Baru, dan Jepang. Mereka mendesak China untuk segera menghentikan penahanan warga etnis minoritas Uighur dan memberi mereka kebebasan beraktivitas.
"Sebagai diplomat mereka memilih untuk menyampaikan keprihatinannya dalam bentuk surat terbuka, dan bukannya resolusi resmi, karena meyakini setiap upaya melahirkan resolusi atas nasib kaum muslim di Xinjiang akan segera dihalangi oleh China,” ucapnya.
Baca Juga
Dia kemudian menyebut muncul surat pembelaan terhadap China yang diteken diplomat dari 37 negara, antara lain Rusia, Arab Saudi, Nigeria, Aljazair, Korea Utara, Filipina, hingga Zimbabwe.
“Alih-alih mengecam China, mereka justru memuji prestasi luar biasa China di bidang hak asasi manusia. Perang propaganda semacam ini belakangan kembali lazim terjadi,” tutur Fadli. (Knu)
Bagikan
Andika Pratama
Berita Terkait
Indonesia Tetapkan Hari Komedi Nasional Dirayakan Tiap 27 September

Kerusakan Museum dan Cagar Budaya di Tiga Kota Jadi Kerugian Besar Bagi Bangsa, Fadli Zon Minta Pelaku Kembalikan Koleksi yang Dijarah

Viral! Surat-Surat R.A. Kartini Masuk Daftar Memory of the World, Bukti Perempuan Indonesia Punya Kontribusi Penting untuk Peradaban Dunia

Rayakan HUT Ke-80 RI, Kembud Cetak Prangko Edisi Pendiri Bangsa secara Terbatas

Simfoni Delapan Dekade GBN 2025: Prince Poetiray dan Pembantu Prabowo Sukses Bikin Banjir Air Mata

Fadli Zon Ingatkan Pentingnya Musyawarah dan Keseimbangan Menyikapi Fenomena Sound Horeg

Uji Publik Penulisan Buku Sejarah Dilakukan 20 Juli 2025, Bentuknya Diskusi dan Seminar

2 Legislator PDIP Menangis Dengar Penjelasan Fadli Zon tentang Korban Perkosaan 1998

Rapat Komisi X DPR Ricuh, Koalisi Sipil Tolak Pemutihan Sejarah dan Gelar Pahlawan untuk Soeharto

Fadli Zon Sebut Jambore Nasional Keris Solo Bagian Pelestarian Budaya, Janjikan Gelontorkan Dana untuk Ajang Serupa
