DPR Tekankan Kualitas Hukum Diukur dari Pelaksanaan, Bukan Jumlah Aturan
Anggota Komisi III DPR RI, Rikwanto (DPR RI)
Merahputih.com - Anggota Komisi III DPR RI, Rikwanto, menggarisbawahi pentingnya konsistensi penerapan hukum dan perubahan budaya hukum di Indonesia.
Ia menilai bahwa kualitas hukum sejati tidak hanya diukur dari banyaknya regulasi yang diciptakan, melainkan dari sejauh mana aturan-aturan tersebut dapat dilaksanakan dengan efektif di lapangan.
“Peraturan kita hebat-hebat, tapi penerapannya sering kali kacau. Banyak aturan yang melarang, tapi tidak menyediakan solusi. Misalnya, dilarang buang sampah di sini, tapi tempat sampahnya tidak ada. Akhirnya orang buang sampah di pinggir jalan,” ujar Rikwanto dalam keterangannya, Kamis (9/10).
Baca juga:
Rikwanto melihat bahwa lemahnya penegakan hukum di tingkat operasional sering kali memicu pembiaran berulang hingga akhirnya menjadi sebuah kebiasaan.
“Kalau pembiaran seperti itu dibiarkan, lama-lama menjadi budaya. Ini yang harus dibenahi. Penegakan hukum tidak boleh sekadar formalitas, tapi harus menjadi kebiasaan yang hidup di tengah masyarakat," jelas dia.
Terkait pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP), Rikwanto menjelaskan bahwa revisi tersebut bersemangat utama pada perlindungan hak asasi manusia (HAM) dan kepastian hukum. Ia menyatakan revisi KUHAP bertujuan memberikan batas waktu yang jelas bagi aparat penegak hukum dalam proses penyidikan dan penuntutan, guna mencegah kasus berlarut-larut tanpa kejelasan.
Menurutnya, tidak seharusnya seseorang berstatus tersangka dalam waktu yang terlalu lama tanpa kepastian. Praktik tersebut dinilai sebagai 'pembunuhan karakter'. Oleh karena itu, revisi KUHAP ini berfokus pada keseimbangan antara kewenangan aparat penegak hukum dengan perlindungan hak-hak warga negara.
Lebih lanjut, Rikwanto juga menyoroti kebutuhan penerapan sistem hukum berbasis kinerja yang lebih terukur dalam lembaga penegak hukum. Aparat diharapkan tidak hanya bekerja berdasarkan formalitas aturan, tetapi juga berdasarkan pencapaian hasil yang konkret dan bermanfaat bagi masyarakat.
Baca juga:
Pada kesempatan yang sama, Rikwanto memberi masukan kepada Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sulawesi Tenggara agar menentukan target capaian yang jelas dalam pemberantasan narkotika, mulai dari kondisi awal, upaya, hingga hasil akhir yang transparan, agar masyarakat dapat mengevaluasi kemajuan yang dicapai.
Ia juga mendorong penguatan mekanisme keadilan restoratif (restorative justice) sebagai alternatif penyelesaian perkara yang cepat, murah, dan dapat memberikan rasa keadilan bagi semua pihak. Rikwanto mencontohkan praktik di Inggris yang melibatkan mediator dari tokoh masyarakat atau agama.
“Pendekatan seperti ini bisa menjadi alternatif penyelesaian masalah hukum yang lebih efektif dan manusiawi," tutup dia.
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
DPR Minta Bapeten Berada Langsung di Bawah KLH untuk Perkuat Pengawasan Bahan Radioaktif
Pemulihan Infrastruktur Dasar Jadi Penentu Keselamatan Warga Terdampak Bencana Sumatra
Dana 'On Call' Rp 4 Triliun untuk Bencana di Sumatra Sudah Menanti, DPR Desak Pemerintah Gunakan Anggaran Darurat
Gas Elpiji Langka Hingga Dapur Umum Bencana 'Mati Suri' di Aceh, Pertamina Diminta 'Gercep' Lewat Udara
Dokumen Hilang Saat Bencana Aceh-Sumut, Imigrasi Diminta Bebaskan Syarat dan Biaya Penerbitan Kembali Paspor
Setop Narasi Cuaca Ekstrem! DPR Tegaskan Bencana di Sumatera Buntut Kasus Perusakan Hutan Massif
Raker Menteri Lingkungan Hidup dengan Komisi XII DPR Bahas Daerah Aliran Sungai (DAS) Pulau Sumatera
Pemerintah Didesak Segera Setop Izin Alih Fungsi Usai Bencana Hidrometeorologi di Sumatera
Reformasi Radikal Polri Diharap Fokus pada Perubahan Kultural, Bukan Struktural
Pemerintah Diharap Segera Ganti Status Bencana Hidrometeorologi yang Menghantam 3 Provinsi di Sumatera