Dokter Relawan COVID-19 Memprediksi 15 Juta Orang akan meninggal Jika Herd Community Diberlakukan


Herd Immunity mirip dengan seleksi alam. (Foto: Youtube/The Royal College of Pathologists)
SEMENJAK relaksasi PSBB, masyarakat telah terbiasa mendengar kata new normal. Tidak ada deskripsi yang jelas tentang hal tersebut, tetapi masyarakat seolah diimbau untuk menjadikan new normal sebagai konsep yang harus diterapkan untuk bisa kembali bekerja di kantor, belajar di sekolah, makan di restoran, nongkrong di cafe serta jalan-jalan ke mall.
Sebagai bagian dari masyarakat, apa sih makna new normal menurutmu? Apakah menggunakan masker dan cek suhu tubuh sudah dianggap menerapkan new normal?
Lebih dari seribu kasus COVID-19 terkonfirmasi tiap hari sehingga membuat Indonesia menjadi negara dengan kasus COVID-19 terbanyak se-Asia Tenggara. Apakah pelonggaran PSBB menjadi penyebab melonjaknya kasus COVID-19?
Baca juga:
Survival Salah Satu Mahasiswi Indonesia di AS yang Kesulitan Mudik ke Indonesia karena Pandemi
Dalam live Instagram Disrupto.id bertemakan Humans vs Virus, kali ini CEO & Partner dari Disrupto, Gupta Sitorus akan membahas tentang kenyataan virus corona dari kacamata dokter relawan COVID-19 yaitu Debryna Dewi.
Pernah praktek di Los Angeles, Amerika Serikat, dr. Debryna Dewi akhirnya kembali ke Indonesia untuk mengabdi pada negara. Saat COVID-19 mulai menyebar di Indonesia, ia pun ikut menjadi sukarelawan di Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran.

Bagi dr. Debryna, konsep the new normal sendiri seolah terbalik di mata masyarakat. "Adanya konsep new normal itu harusnya kita sudah percaya sama masyarakat kalau mereka itu sudah pintar dan sadar kalau walaupun restoran dibuka, yaudah gue engga bakal ke restoran seperti sedia kala," ungkapnya.
Harusnya, pelonggaran PSBB atau lockdown yang ditiadakan di negara-negara tertentu itu dilakukan ketika masyarakatnya sudah sadar. Bagi Debryna, tanpa ada kesadaran masyarakat, tidak ada new normal. "Tanpa itu semua, semuanya akan jadi tambah parah" tambahnya. New normal tidak sesederhana PSBB longgar dan lockdown ditiadakan.
Baca juga:
Kisah Pelajar Indonesia Berjuang Menghadapi Corona di Tiongkok
Ia menjelaskan bahwa ada banyak parameter untuk reopening atau relaksasi PSBB. Debryna juga mengatakan bahwa tidak bisa mengatakan bahwa pada tanggal tertentu, berbagai tempat aman dibuka dan kegiatan bisa berjalan seperti semula lagi.
"Jangan sampai negara belum siap tetapi aktivitas ditingkatkan lagi, kumpul-kumpul mulai dibolehkan lagi, sehingga angkanya (kasus COVID-19) bakal naik lagi." jelasnya.

Debryna juga membahas soal herd immunity. Jika herd immunity diterapkan, Debryna telah melakukan perhitungan berdasarkan angka mortalitas Indonesia yaitu 5 persen dengan angka terjadinya kasus di Indonesia secara kasar.
"Akan ada sekitar 15 juta orang yang meninggal. Itu bakal lebih mahal dari apa yang sekarang kita alami. 15 juta itu tidak sedikit by the way, 15 juta adalah jumlah dari penduduk Yogyakarta + Semarang + Solo + Magelang, atau penduduk DKI Jakarta," ungkapnya.
Dari segi kesehatan sendiri, ia mengatakan bahwa virus Corona enggak membuat orang meninggal secara "tenang". Korban COVID-19 harus mengalami sesak nafas dulu, inkubasi, dirawat di ruang ICU sampai sebulan atau dua bulan, dan sebagainya. Bahkan ada orang yang tiba tiba meninggal tanpa gejala karena COVID-19.

"Perburukannya cepet banget, lalu langsung meninggal. Cepat itu very very cepat ya, bisa dalam enam jam atau delapan jam dari yang tidak kenapa-napa kemudian meninggal," ungkapnya.
Maka dari itu, Debryna mengatakan bahwa disaat seperti ini tidak ada istilah terlalu parno. Kamu bebas menggunakan face shield, masker, sarung tangan, atau apapun selama itu bisa membuatmu tenang dan tidak panik.

"Saya bisa ngomong begini karena setiap hari harus deal sama pasien COVID-19. Prosesnya panjang untuk tiap pasien, dari yang tidak ada gejala sekalipun sampai yang gejalanya berat. Tidak akan pernah se-simpel, oke, gua isolasi selama 14 hari, ga sesimpel itu," jelasnya.
Setelah beristirahat beberapa minggu sejak menjadi dokter relawan di Wisma Atlet, kini dr. Debryna memutuskan untuk kembali menjadi relawan demi memerangi virus berbahaya asal Wuhan, Tiongkok ini di Indonesia.
"Karena ini the least yang bisa gue lakukan," ungkapnya. "Kalau dampaknya ke semua orang, artinya yang harus berusaha menyelesaikan masalah ini juga harus semua orang," jelas Debryna. (shn)
Baca juga:
Bagikan
annehs
Berita Terkait
Ciri-Ciri dan Risiko Warga Yang Alami Long COVID

Kemenkes Temukan 1 Kasus Positif COVID dari 32 Spesimen Pemeriksa

178 Orang Positif COVID-19 di RI, Jemaah Haji Pulang Batuk Pilek Wajib Cek ke Faskes Terdekat

Semua Pasien COVID-19 di Jakarta Dinyatakan Sembuh, Tren Kasus Juga Terus Menurun Drastis

Jakarta Tetap Waspada: Mengungkap Rahasia Pengendalian COVID-19 di Ibu Kota Mei 2025

KPK Minta Tolong BRI Bantu Usut Kasus Korupsi Bansos Presiden Era COVID-19

KPK Periksa 4 Orang Terkait Korupsi Bansos Presiden Era COVID-19, Ada Staf BRI

COVID-19 Melonjak, Ini Yang Dilakukan Menkes Budi Gunadi Sadikin

COVID-19 Mulai Melonjak Lagi: Dari 100 Orang Dites, Sebagian Terindikasi Positif

Terjadi Peningkatan Kasus COVID-19 di Negara Tetangga, Dinkes DKI Monitoring Rutin
