Dewan Pers Sebut Pasal Penghinaan Presiden Kontraproduktif dan Tumpang Tindih
 Zaimul Haq Elfan Habib - Sabtu, 21 September 2019
Zaimul Haq Elfan Habib - Sabtu, 21 September 2019 
                Ketua Komisi Hukum dan Perundangan Dewan Pers, Agung Dharmajaya. (MP/Kanugrahan)
MerahPutih.com - Ketua Komisi Hukum dan Perundangan Dewan Pers, Agung Dharmajaya mengkritisi RKUHP yang cenderung membatasi kebebasan pers. Salah satunya soal pasal yang mengatur tentang penghinaan terhadap kepala negara dan lembaga negara.
Agung mengatakan, pasal yang sedang direvisi yakni pasal 218-220 dan 353-354 cenderung kontraporduktif.
Baca Juga:
"Ini kontraporduktif dan tumpang tindih," kata Agung saat acara diskusi MNC Trijaya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (21/9).
 
Menurut Agung, pers lahir sebagai produk dari demokrasi. Tujuannya pun untuk menyampaikan kritik kepada siapapun yang melakukan kesalahan termasuk pemerintah sekalipun.
"Kalau pers kan masuknya bukan ranah pidana tapi perdata. Media harus berpikir dua kali. Satu sisi kita sampaikan sesuai kondisi tapi ada ancaman dibalik itu," jelas Agung.
Ia melihat, pasal karet ini berpotensi menimbulkan multitafsir. "Menghina kepala negara. Pengertian menghina itu seperti apa sih?" sesalnya.
Ia melihat, kriikan yang disampaikan media massa kepada pemerintah semata-mata karena fungsi kontrol pers. Pejabat yang dikritik pun juga harus menerimanya.
"Kelau pejabat publik dikritik ya itu resiko kecuali masuk ranah pribadi. Tapi kalau kaitannya masuk ranah pekerjaan ya itu resikonya," pungkas Agung.
Sementara itu pakar hukum Slamet Pribadi mengatakan, presiden harus dilindungi terkhusus soal penghinaan terhadap pribadi. "Kalau yang diserang ranah pribadi tentu ini bukan saja pribadi presiden tapi negara yang jatuh," kata dia.
Penyidik di lapangan pun sudah dibekali pendidikan untuk membedakan mana yang teemasuk penghinaan dan kritik.
Baca Juga:
Jika Tak Miliki Kewenangan SP3, KPK Dinilai Bisa Lakukan Pelanggaran HAM
Diketahui, dalam Pasal 218 RKUHP Ayat (1), setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori.
Sementara itu, Ayat (2) dalam pasal itu berbunyi, Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.
Pasal-pasal yang berkaitan dengan penghinaan antara lain Pasal 241, 247, atau 354. Pasal ini merupakan delik aduan dan terdapat pengecualian jika dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.
Agar penghinaan tersebut diproses aparat penegak hukum, harus ada pengaduan tertulis oleh presiden atau wapres.
Istilah yang digunakan bukan penghinaan tetapi penyerangan terhadap harkat dan martabat presiden dan wapres, yang pada dasarnya merupakan penghinaan yang menyerang nama baik atau harga diri presiden atau wakil presiden di muka umum, termasuk menista dengan surat, memfitnah, dan menghina dengan tujuan memfitnah. (Knu)
Baca Juga:
Sejumlah Brand Fesyen Muslim Donasikan Milyaran Rupiah Untuk Pembangunan Rumah Sakit
Bagikan
Berita Terkait
Iwakum Nilai Keterangan DPR dan Dewan Pers di MK Tak Jawab Substansi Perlindungan Wartawan
 
                      Sidang Uji Materi UU Pers Hadirkan Dewan Pers, PWI dan AJI di Mahkamah Konstitusi
 
                      Kata Sekretaris Negara Soal Pencabutan Kartu Identitas Pers Istana Milik Jurnalis Karena Bertanya Soal Keracunan MBG
 
                      Dewan Pers, AJI, IJTI dan Iwakum Kecam Pencabutan Akses Liputan Karena Bertanya ke Prabowo Soal Keracunan MBG
 
                      Dewan Pers: Judicial Review Pasal 8 UU Pers Langkah Tepat untuk Perjelas Perlindungan Wartawan
 
                      Dewan Pers Mau Berantas Media Pakai Nama Mirip Lembaga Negara
 
                      Impunitas Advokat Masuk KUHAP Biar Tidak Ada Lagi Terdakwa Lolos Pengacara Masuk Penjara
 
                      Catatan Para Pengacara Terhadap RUU KUHP, Desak Hapus Pasal Penyadapan Dan Penguatan Alat Bukti
 
                      Masa Reses Komisi III DPR Gelar RDPU dengan Ketua LPSK dan DPN Peradi Bahas RUU KUHP
 
                      Dewan Pers Hormati Kebijakan Redaksi Detik.com Hapus Opini 'Jenderal di Jabatan Sipil: Di Mana Merit ASN?'
 
                      




